Kiranya, masih banyak diantara kita yang memandang pelaksanaan manasik, sebelum berangkat haji adalah hal biasa. Boleh diikuti setiap calon jemaah, boleh juga tidak. Pandangan itu sesungguhnya tidak sepenuhnya benar, terlebih bagi mereka yang pertama kali melaksanakan haji. Karena jika ditelaah lebih dalam, ternyata pemberian materi manasik, baik berupa teori ataupun simulasi kongkrit (lapangan) manasik haji adalah suatu renteten awal dari pelaksanaan ibadah haji di Tanah Suci.

Suatu pagi di musim haji 2007, di Pelataran Masjidil Haram. Kami dikejutkan dengan langkah seorang nenek yang menghampiri dengan nyaris ambruk. Kami coba membantu, dan memboyong sementara menuju pelataran hotel untuk duduk dan istirahat. Yang menjadi kendala, ternyata nenek itu tidak begitu lancar menggunakan bahasa Indonesia. Sehingga -mungkin- orang yang ingin membantu pun sulit memahaminya, terlebih nenek itu tidak membawa tas atau id card lainnya, dan hanya berbekal slayer berwarna yang membalut di lehernya.

Kita bisa membayangkan bagaimana kondisi pagi hari 17 Agustus 1945 itu, di halaman sebuah rumah di jalan Pegangsaan, Jakarta, menjelang pukul 09.00 WIB. Suasana yang menderu, menggelombang dan menegangkan. Semua yang hadir tahu, mereka akan melakukan sesuatu yang luar biasa. Sesuatu yang menerjang kebiasaan, sesuatu yang membuka tabir gelap, dan sesuatu yang mengalir kencang melalui degup jantungnya. Kita juga merasakan bagaimana kering kerontangnya saat itu.

Saat Bangsa ini mendeklarasikan kemerdekaannya, tak ada perayaan besar-besaran untuk menyambutnya. Tidak ada hiruk pikuk dan gegap gempita menyambut hari yang sudah dinanti-nantikan itu. satu-satunya ‘perayaan’ yang dilakukan serentak oleh mayoritas Bangsa ini adalah shalat Jum’at. Tidak ada pula acara makan-makan, karena semua punggawa negeri, pejuang, patriot dan rakyat tengah menjalankan ibadah puasa Ramadhan.






Sejarah tak pernah terbantah, bahwa Indonesia tanpa pahlawan, laksana langit tak berawan. Atau mobil tak ber-mesin. Ia akan hanya menjadi ‘rongsokan’ tua tak berguna. Tumpukan besi karat yang hanya membisu, diam tak berjalan. Lokomotif perjuangan adalah pahlawan, tanpanya, negara ini hanyalah sebuah hamparan yang terdiri dari ribuan pulau. Tak menyambung dari Sabang sampai Merauke, atau tak berbudi pekerti yang sama, berbahasa sama serta tak berbangsa satu. Pahlawan adalah mesin perjuangan, landasan kemerdekaan.

Brahma. Sosok dewa berwajah dan bertangan empat, berkaki rupawan dan bersinggasana di atas teratai, seolah mengungkapkan kebesarannya di antara dewa-dewa yang lain. Brahma, merupakan Tuhan yang dikultuskan hinduisme sebagai dewa pencipta dan dewa pengetahuan. Jika Anda melirik ke Wikipedia Indonesia atau searching di web networking, Anda akan menemukan banyak polemik mengenai Brahma. Ada yang memanefestasikan Ia dengan Tuhan Pencipta Alam, lalu di lain konteks ia juga dikaitkan dengan Nabi Ibrahim As. Terlepas dari persepsi yang tercipta, nama tersebut akan membawa Anda kepada seorang direktur CAN (Creative Art Network) yang calm, enjoy, cool dan juga berkharisma. Dekat dengan semua kalangan, tua-muda, pria-wanita, dan -mungkin- juga ‘kasar’ maupun ‘halus’. Mengingat ia adalah salah satu juru kunci Cordova sejak awal, mengenal lebih dekat ‘aura’ yang ada di kantor Cordova. ‘Mas Bram’, adalah panggilan akrabnya. Jangan terkecoh dengan nama, dia adalah seorang muslim sejati.

Memiliki nama lengkap Brahma Juwa Shomasta. Kedua orangtuanya mungkin mengharapkan agar nama itu menjanjikan kebaikan untuk kemaslahatan jiwa di sekelilingnya. Sebagaimana simbol-simbol dalam sejarah kebangkitannya, sosok Brahma identik dengan kepintarannya. Pun ‘Mas Bram’ dengan kesederhanaannya, ia sangat mumpuni, khususnya di bidang design dan cyber. Sepak terjangnya dalam sirkulasi kehidupan merupakan ritme yang tak terbantahkan, apalagi lelaki yang sudah mempunyai ‘momongan’ ini memulai karirnya from zero to hero.

Menasbihkan pencapaiannya di ruangan berpetak yang kultural dan menakhodai 4 orang crew di lantai 2 Headquarter Cordova. Mas Bram, menjelma menjadi design master yang comfortable dan berbaur dengan siapa pun. Banyak team freelance yang ia rekrut dari orang-orang yang bisa dibilang underground, untuk meniti tugasnya. Bapak beranak satu yang juga suami dari salahsatu team Cordova, Mbak Early ini memiliki hobi meminum kopi dan makanan yang berbau Arab. Terkadang ia juga sengaja mengajak teman-temannya untuk me-shisha, atau sekedar nongkrong di resto Arab. Tanpa harus berangkat ke Negeri Arab, Mas Bram bisa menemukan cita rasa Arab di Resto yang juga menjanjikan taste Arab yang super aneh. Hmmm…

Baginya bekerja adalah sebuah landasan untuk membangun sebuah peradaban. Ikhtiar yang selalu di itikadkan untuk membahagiakan sesama, selalu jadi motivasi untuk terus membenah diri. Senyumnya, gelak tawanya, diamnya, sendunya, tenangnya terbiasa mewarnai sebuah ruang CAN yang hangat. Rasanya akan menjadi mati jika sisi kesahajaannya dalam memandang hidup berakhir di ruang berpetak yang penuh dengan kebersamaan semata. Ia juga yang bisa memberikan ‘taste’ Cordova dengan karya-karyanya. Menikmati hasil ‘guratan’nya bak menyaksikan sebuah karya seni yang sangat mempesona. Disanalah kekuatan Cordova berada dan berkarakter

Lebaran kali ini, ia membagi waktunya bersama istri tercinta dan buah hatinya di Purwokerto. Happy Lebaran Mas Bro!

Anda pasti tidak asing dengan bola bekel, bola berbahan karet yang mampu dilempar ke mana pun tanpa pecah atau hancur. Ia memiliki daya gravitasi yang similar dan fleksibel. Seperti hukum wujudnya, semakin dilempar ia akan semakin bergerak dengan cepat, tanpa mengurangi tekanan yang ia miliki. Sehingga mampu menahan berat dan menjaga kestabilitasannya. Berbicara bola bekel dan segala keistimewannya seolah memperbincangkan salah satu crew Cordova yang satu ini, ia adalah Adi Juhana.

Mengapa mendeskripsikan pria kelahiran Bandung ini dengan bola bekel (?) Seketika pasti Anda memilki pertanyaan seperti itu. Adalah kerja keras, tanggung jawab dan tahan bantingnya-lah yang membawa sosoknya sebagaimana filosofi bola bekel tersebut. Kendati kerap menampakkan raut muka yang ‘lelah’ ia selalu siap ditugaskan apa saja. Ia pun selalu bisa menempatkan teksture kelenturannya atau kefleksibelan-nya, walaupun posisi yang ia jalani tidak stabil atau berkelu. Bukan kang adi namanya, sapaan familiar para sohibnya di kantor. Laiknya ‘Bang Thoyyib’ yang -terkadang berhari-hari belum pulang sebelum kerjanya selesai. ‘Pantang pulang sebelum kelar’ Adalah pedoman kerjanya.

Berbadan sedikit subur, berambut cepak, berkaca mata hitam dan terkadang berpenampilan bak seorang patroli yang memburu buron. Sekalipun kang Adi terlihat seram, tapi sebenarnya ia orang yang senang bercanda, Rame dan juga pakar dalam membicarakan otomotif. Raut mukanya menggambarkan perjalanan hidupnya penuh dengan perjuangan, yah perjuangan tuk menggapai cita setinggi langit. Bapak beranak dua putri ini adalah pecinta unggas berjenis burung. Burungnya banyak, kicauannya indah, terkadang ia sengaja mencari dan membeli burung dari luar kota. Bukan sebatas hobi, memelihara burung baginya merupakan suatu warna lain dari kehidupannya.

Dibesarkan dari keturunan sunda tulen, kang Adi kini menjelma menjadi seorang ayah yang tidak pernah lelah mengejar asa. Pundaknya yang terbilang penuh dengan amanah tidak membuat dirinya terkapar, justru semua itu dijadikannya upaya untuk terus bersemangat. Tanpa mengeluh atau merubah takdirnya menjadi pecundang yang sering mencaci hidupnya sendiri. Hanya perlu disyukuri dan dinikmati sepenuhnya. Apalagi saat ini kang Adi ditugaskan sebagai tim produksi CAN, sejumput harapnya bisa melaksanakan tugas dengan amanah. Kini bersama istri dan kedua anak perempuannya kang Adi ber-idul fitri di kampung halamannya, rasanya burung-burungnya pun ikut mudik, karena pantang baginya meninggalkan hewan yang dicintanya tanpa makan dan minum sehari pun. Happy Eid Kang!

Seorang yang perlente namun pandai menjaga penampilannya. Sekalipun terlihat ‘urakan’ tapi sejatinya style yang ia kenakan lebih condong ala anak band. Bercelana pensil, rambut jabrik, kaos colorfull, terkadang sering juga ber-fashion agak aneh, dengan lingkaran kerah yang penuh peniti. Ang Sharly, teman-teman mengenalnya. Tampan, berkulit putih dan berjalan agak gontai, ia merupakan key keeper untuk password dan trouble machine komputer di Cordova office. Yah, dialah sang master dalam dinamika komputer. Penampilan cuex baginya bukan sebuah problem, justru menurutnya adalah sebuah kesederhanaan yang penuh dengan kedinamisan.

Menyandang gelar IT setelah lulus dari perguruan tinggi, menyelaraskan pikirannya untuk tetap men-strategikan diri agar tetap berada di track-nya. Walaupun hobi bermusik menjadi altar dari simfoni karirnya, namun hal itu tidak mendatangkan bara dalam lika liku pergulatannya terhadap hidup. Ia terus melaju dan menerobos kesenjangan itu. ‘Ang’ sapaan yang sering kali terngiang di telinganya, menandai kesigapannya dalam bekerja.

Musik memang tidak pernah bisa terpisahkan dari kulit kemauannya. Antara loyalitas pekerjaan dan berkesinambungan dalam bermusik kadang menjadi dua pilihan yang amat berat. Apalagi jika terdapat jadwal manggung sana-sini di beberapa kota Jakarta, ada saja pekerjaan yang harus dipertaruhkan. Konon gitaris Revol ini tetap konsekuen dengan tanggung jawabnya. Apalagi ia sudah punya buah hati yang cantik, sekiranya alasan tersebut dapat meluruskan kembali kualitas bekerjanya.

Selain itu, eksistensinya sebagai juru kunci box dunia maya di area Cordova sangat dipertaruhkan, karena ia salah satu crew yang dipercaya menjaga rahasia-rahasia berupa dokumen perusahaan di dalam program komputer yang telah tersedia. Naas jika saja ia melupakan siapa dirinya, yang ada keruntuhan karakter atau ancaman black list melanda karirnya. Untung saja sikapnya yang personal masculine integrity dapat memupuskan signal-signal negatif yang konvensional. Begitulah pria kelahiran Pontianak menjawab labirin kekurangannya. Saat yang lain terkoyak, ia mencoba untuk tetap merapatkan barisan. Ia menjadi salahsatu team yang diharapkan menyeimbangkan teknologi Company dengan perkembangannya yang begitu pesat

Tahun ini ia bersama keluarga kecilnya berlebaran di Riau, dengan sekelumit cerita yang telah terbungkus rapih, ia akan membuka kembali setibanya nanti di Jakarta dengan kerabat Cordova yang lain. Happy idul Fitri

Tema diatas bukanlah dua nama ‘Aisyah’ dan ‘Adinda’ yang dimaksud. Meskipun ada salah seorang dari team Cordova yang tidak bisa lepas dari dua nama itu, cerita masa lalu nya lah, atau kebetulan dua nama yang menjadi satu atau kisah-kisah menyakitkan tentang dua padanan nama itu. Yang jelas, CAT lady yang satu ini pasti akan mengingatkan Anda dengan ‘panggilan’ Rasulullah SAW kepada istri termudanya, Aisyah Ra. dengan sebutan humairoh atau pipi yang kemerah-merahan. Adalah Aisyah Leksandri dengan awalan nama yang sama dengan istri Beliau, “Anda dapat bercemin sekilas bahwa kemerah-merahan pipinya ketika malu dan kepanasan membuat Anda terseret ke dalam sejarah”. Begitu kata salah satu security Cordova, saat ia melihat rona merah pada pipinya ketika kepanasan atau sedang malu. Selain memperlihatkan hal yang menawan, jebolan Universitas Sahid ini sangat mahir menjaga jasmani dan rohaninya. Tak heran kerap kali ia mengingatkan teman-temannya untuk merawat wajah dan penampilannya, walau dia sendiri -terkadang- suka lupa merawat area kerjanya. Sehingga, bukan tanpa alasan Pimpinan menjadikan dirinya sebagai Person in Charge dalam kebersihan kantor setiap hari. Sehingga ia bisa lebih menawan dari segi luar dan dalam. Aisyah, gadis enerjik dan cerdas ini terkadang menjadi sosok yang ‘paranoid’ ketika mendapatkan masalah, terlebih jika masalah itu melibatkan banyak orang, terutama dalam permasalahan tiket pesawat.

Banyak mengisi hari-harinya di depan komputer, tidak membuat ia bermuram durja dan merasa jenuh. Sebab responsibility sebagai ticketing yang berada di pundaknya menjadikan everything is possible, terlebih ada fasilitas wifi gratis, menjadikannya untuk terus belajar mengenakan jilbab yang sedang trendy di media youtube, -tentunya- disaat waktu senjang atau ketika kerjaannya selesai. Wajar saja jika pekerjaan yang ia lakukan selalu dilaluinya dengan ringan. Apalagi ia juga kerap memegang instansi penerbangan untuk di handle dalam rangka relationship terhadap perusahaan.

“Ai” menjadi panggilan akrab anak ke 3 dari 9 bersaudara ini di antara kerabat kantor. Tingkahnya yang ceria, friendly dan suka bercanda membuat yang lain senang berteman dengannya. Ditambah lagi rasa ingin tahunya yang besar, entahlah ‘kepo’ atau bukan, yang jelas, ia selalu ingin tahu peristiwa yang terjadi baik informasi internal Cordova maupun info tentang dunia politik. Lalu, -masih menurut salah seorang security Cordova- hal unik yang tidak pernah disadarinya adalah ketika ia paranoid dengan dirinya sendiri, merasa takut dengan lingkungan yang dianggapnya sepi dan berbau mistis. “Pernah ia berlari ke pos security karena merasa ketika sholat ada yang mengetuk ruangannya. Namun setelah di cek ke ruangan tersebut ternyata tidak ada apa pun kecuali sepi dan sunyi”. Gumamnya menggambarkan cerita tentang Aisyah.

Namun, di balik paranoid-nya terhadap sesuatu, ia merupakan the dream team Cordova yang super. Berani melawan arus tanggung jawab yang ia lalui, baik sebagai CAT lady yang menghadapi para jamaah yang datang, atau sekedar mengurusi Cathering di setiap event Cordova, ia juga salahsatu yang rajin mengemas sifood (sisa-sisa food) untuk dibekal dan dibagikan ke teman-temannya. Deru nafasnya seolah tidak lepas dari usaha dan doa, serta mimpinya untuk selalu menjadi good looking, good attitude dan good service di setiap pekerjaannya. Jika Anda merasa kesulitan ketika berada di airport, jangan sungkan-sungkan meminta pertolongannya. Karena Anda akan segera dibantu untuk dicarikan solusi, terutama dalam masalah ticketing.