Bagaimana ‘Rasa’ Merdeka






Sejarah tak pernah terbantah, bahwa Indonesia tanpa pahlawan, laksana langit tak berawan. Atau mobil tak ber-mesin. Ia akan hanya menjadi ‘rongsokan’ tua tak berguna. Tumpukan besi karat yang hanya membisu, diam tak berjalan. Lokomotif perjuangan adalah pahlawan, tanpanya, negara ini hanyalah sebuah hamparan yang terdiri dari ribuan pulau. Tak menyambung dari Sabang sampai Merauke, atau tak berbudi pekerti yang sama, berbahasa sama serta tak berbangsa satu. Pahlawan adalah mesin perjuangan, landasan kemerdekaan. Namun mereka banyak yang tak merasakan ‘kemerdekaan’ itu. Darah mereka telah menyatu dengan bangsa yang merdeka. Cita mereka telah berkibar dengan semangat anak Bangsa. Pahlawan benar-benar manusia misterius. Karya tanpa nama, keberadaannya tiada namun berasa. Terpuruk, terluka demi Bangsa dan Agama.

Sejarah pun tak pernah luntur, bahwa Kemerdekaan selalu dimulai dengan perjuangan suci. Pahlawan Muslim telah banyak memberikan kontribusi pada perjuangan ini. Merdeka dengan segenap rasa, merdeka dengan naluri yang berani, merdeka bagi anak-cucu bangsa tercinta. Karena dirinya tak pernah memikirkan untuk mengisi kemerdekaan itu, mereka sadar bahwa perjuangan meraih itu harus ditebus dengan nyawa dan darahnya. Karenanya, mereka (para pahlawan) tak pernah tahu bagaimana rasa-nya merdeka.

Entahlah apa yang mereka rasakan ketika negeri ini sudah setengah abad lebih dari kemerdekaannya. Bangga, kecewa, atau marah adalah pelampiasan jiwa pada dimensi lain, ketika asa ‘kemerdekannya’ masih sulit terealisasikan. Merdeka dari belenggu kompeni, namun tersandera oleh hegemoni korupsi. Merdeka adalah bebas, terbebas dari segala cengkraman, terbebas dari segala tekanan, tetapi bukan berarti lepas dari norma dan agama. Begitulah pesan para Pahlawan sejati, Seperti Sultan Hasanudin, Sultan Mahmud Badaruddin, Pangeran Diponegoro, Jenderal Soedirman dll.

Bahkan Panglima Besar Jenderal Soedirman mengatakan bahwa perjuangan negeri ini harus didasarkan pada kesucian. Dengan itu, perjuangan ini antara kekuatan jahat melawan suci. Kami percaya bahwa perjuangan suci itu selalu mendapat pertolongan dari ALLAH SWT. Ia menambahkan dengan semangat yang gigih di depan pasukannya: “Apabila perjuangan kita sudah berdasar kesucian, maka perjuangan ini pun akan berwujud perjuangan antara kekuatan lahir melawan kekuatan batin. Dan kita yakin bahwa kekuatan batinlah yang akan menang. Sebab, jika perjuangan ini tidak didasari kesucian, maka memperjuangkan kemerdekaan ini hanya berupa perjuangan jahat melawan tidak suci, dan perjuangan lahir melawan lahir juga, tentu akhirnya si kuat yang akan menang.

Jenderal Soedirman telah mengajarkan kepada kita, bahwa kekuatan sesungguhnya pada Bangsa ini terdapat pada kekuatan jiwa dan batin. Karena jika tanpa itu, Bambu Runcing mustahil bisa melawan canggihnya alat perang sekutu.

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *