Ad du’a silahul mu’min – Doa itu senjatanya orang beriman

Kekuatan Doa Nabiyullah Ibrahim alaihis sholatu wasalaam, Allah abadikan dalam beberapa ayat dalam Al Qur’an sebagai sebuah bentuk leg

itimasi, Diantaranya dalam suroh QS. Ash Shaffaat: 100

“Duhai Rabbku, anugrahkanlah kepadaku keturunan yang termasuk orang-orang yang saleh”.

Juga Allah hadirkan dalam QS Al-Baqarah ayat 126 tatkala meninggalkan Hajar dan Ismail Kecil: “Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini, negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezeki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman diantara mereka kepada Allah dan hari kemudian.”

Begitupula tatkala membuat pondasi Ka’bah bersama Ismail dalam surat Al-Baqarah ayat 127:
“Ya Tuhan kami terimalah amalan kami sesungguhnya Engkaulah Sang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.

Juga dalam ayat 128, “Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) diantara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadat haji kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.

Pun kepada keluarganya agar Allah jaga:

“Ya Tuhan kami jagalah mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah mereka rezeki dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.” QS Ibrahim 37.

Bahkan Allah legitimasi permohonannya di ayat 129 di surotul Baqoroh:
“Ya Tuhan kami utuslah ditengah mereka seorang rasul dari kalangan mereka sendiri, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat-MU dan mengajarkan kitab dan Hikmah kepada mereka dan menyucikan mereka. Sungguh Engkaulah yang Mahaperkasa Mahabijaksana.”

Berdoa tidak hanya bukti kecintaan seorang hamba pada pemiliknya, tapi juga kebergantungan, ketaatan serta penghambaan dan pengakuan bahwa tanpa Kekuatan Doa, kita bukan siapa siapa…

Kapan Pergi Haji? Kapan-kapan?

Sebuah pertanyaan menggelitik bagi kita yang sudah memiliki kesanggupan namun belum merasa siap untuk berangkat haji. Tatkala kebutuhan-kebutuhan pokok telah terpenuhi. Ada rumah untuk berteduh, ada kendaraan, ada cukup dana untuk kebutuhan keluarga, apalagi yang mengganjal kita untuk pergi haji?

Setiap kali menunda, biasanya akan muncul terus godaan yang makin sulit untuk ditolak, peluang investasi menarik yang belum tentu datang tiap saat, cita-cita menyekolahkan anak di tempat bergengsi, renovasi rumah yang tak kunjung kelar, ataupun masalah klasik, seperti pernah bikin “dosa” di masa lalu yang bikin takut dibalas saat nanti haji. Realita dan mitos yang menghantui kita ini kian meredupkan niat kita.

Ada pula yang hati-hati memilih travel. Saking berhati-hatinya, hingga tak kunjung daftar. Masih pilih-pilih, mana yang fasilitasnya mantap, harga terjangkau, siapa ustadznya, berapa lama, dan seabrek pertanyaan yang membuat bingung diri sendiri.

Mari sudahi saja. Bila kita ada kelapangan rezeki segeralah berangkat haji. Jangan ditunda-tunda. Karena umur siapa sangka, sedangkan haji hukumnya wajib bagi yang mampu. Maka yang sudah mampu jangan dibuat-buat menjadi tidak mampu. Bila belum ada kelapangan rezeki, mulailah menabung. Bila ajal menjemput namun haji belum terlaksana, semoga tabungan itu walaupun baru hanya 100 ribu rupiah, menjadi bukti niat serius kita di hadapan Allah yang maha kuasa. Let’s go hajj !

Ready For UN 2016

Bismillahirrahmanirrahim
“ALLAHummaj’allumi wal imtihanaati minannasihiina,”
“Ya ALLAH jadikanlah belajar & ujianku berada dalam keberhasilan.”
“Bismillah, ALLAAHumma ‘allimnii bimaa yanfa’unii wanfa’nii bimaa ‘allamtanii innaka antal ‘aliimulkhabiiru.”
“Ya ALLAH, ajarilah aku akan segala hal yang bermanfaat bagiku dan berilah manfaat semua pengetahuan yang telah aku pelajari.
Sungguh Engkau Zat Yang Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana ”

Cordova Travel – Ready For UN 2016

Seperti janji pada artikel sebelumnya, kita akan mengulas bagaimana Cordova punya ‘gaya’ dalam memaknai Ramadhan tahun ini. Yah, setiap datang Ramadhan, semua asa pada team ini focus memberikan yang terbaik pada bulan terbaik. Jejak yang telah tebal membekas dalam perjalanan kita, kembali dikembalikan pada titik nol. Titik untuk kembali menuju sebuah harap yang terpancar dalam sanubari. Titik yang akan menghapus segala ‘jejak kotor’ dalam bagian perjalanan kita.

Siapapun orangnya, tidak akan pernah bisa lari dari ‘jeratan’ nostalgia. Rangkaian sejarah akan selalu melingkup perjalanan utuh manusia. Bak lingkaran, ia akan menjadi aspek penting dari bagian lingkar sebuah roda. Sama pentingnya dengan masa depan yang akan dilangkah, karenanya dimensi waktu selalu terbagi pada 3 masa: Yesterday, Today dan Tomorrow (Al-Amsi, Al-aan, dan Ghoddan). Pun demikian dengan saya,

CORDOVA bisa menjamin, jika kita ingin bangga dengan apa yang pernah diraih oleh Islam, maka datanglah ke negeri Andalusia, terutama bentangan indah kota Cordoba dan pelosok kota yang bergaris lurus dengan apa yang pernah Islam lalui. Setiap jengkal tanah, berhembus nafas Islam yang kental. Mozaik yang begitu indah, detail dan mengagumkan tak kan pernah memjemukkan mata. Setiap lirikan pada satu bangunan islam modern, maka kan ditemukan jiwa Islam sesungguhnya, indah,

Kemuliaan akhlak Rasulullah senantiasa menarik perhatian kita. Beliau merepresentasikan ajaran Islam tentang bagaimana memperlakukan orang di sekitar kita. Takkan sulit bagi kita mencari contoh bagaimana berinteraksi dengan sesama muslim dan juga non muslim, karena tak ada dan tak akan ada manusia seantero jagad yang biografinya ditulis demikian lengkap.

Saat lebaran kemarin, -tentunya- banyak cerita dari setiap kita. Kisah yang menggambarkan bagaimana ritual kemenangan itu berlaku pada setiap orang yang merayakannya. Bahkan non-muslim pun ikut merayakan dengan mengunjungi setiap rumah untuk sekedar ‘salaman’ dan membagi-bagi parcel. Pada hari itu, semua saudara dan kerabat saling berbagi rasa, saling membawa makanan, tidak jarang juga diantara kita saling membagi amplop untuk anak-anak kecil yang ceria menanti pembagian ‘ampau’ atau sering diistilahkan dengan uang ‘THR’. Berapa lembaran uang baru kerap diburu mereka, dikumpulkan dan dijajakan untuk membeli mainan ala lebaran. Tidak jarang juga yang di-stor-kan pada orang tuanya, sehingga setiap ada yang membagi, si anak langsung memberikan uang itu pada ibunya. Kontan dengan perasaan sedikit malu, si ibu ‘menampung’ uang ‘THR’ anak. Semakin banyak anak, semakin banyak ‘ampau’. Dunia anak memang tidak bisa disamakan dengan kita, terlebih dipaksakan untuk memahami makna Iedul Fitri, sebagai momentum pensucian diri, yang mereka tahu, setiap lebaran banyak makanan, banyak saudara, dan juga banyak uang. Pengertian mereka terhadap lebaran iedul fitri, lambat laun akan berubah setelah mereka beranjak dewasa.

Melihat ‘ritual’ pembagian uang lembaran baru di setiap hari raya, rasanya menarik untuk dijadikan semacam simulasi Hari raya dengan Ramadhan. Ketika diri merasa ‘kotor’ karena dosa dan nista yang dilakukan. Maka yakinlah, pada momentum fitri itu, ALLAH memaafkan dengan kasih sayangnya yang tak pernah pudar. Justru sebaliknya, ketika kita ragu akan ke-Murahan ALLAH dalam mengampuni dosa setiap hambanya, maka disanalah dosa besar bermula. Jadi, yakinlah, Khusnudzon kepada ALLAH bahwa dosa kita akan diampuni, ketika kita sadar dan mengadu kepada-NYA, memohon ampun atas segala khilaf. Seperti simulasi selembar uang ‘seratus ribuan’ ketika ia ditawarkan kepada anak-anak sebagai uang ‘THR’ maka mereka akan berebut menerimanya. Pun, kendati uang merah itu kita remas-remas menjadi sangat lusuh, mereka tetap akan menerimanya. Bahkan, sekalipun jika uang itu kita injak dan masukan ke dalam lumpur, mereka akan tetap menerimanya.

Seakan tidak perduli dengan uang yang sudah kotor, berlumpur dan ‘berubah’ warna. Anak-anak berebut ingin mendapatkan uang yang sudah kotor itu. Bahkan kita sekalipun, masih melihat bahwa uang itu ‘masih’ bernilai.

Rasanya, dari simulasi itu, kita memiliki pelajaran berharga tentang bagaimana kita mengenal diri kita. Bagaimana sesuatu yang bernilai itu tidak bisa mudah terkurangi hanya karena bentuk fisiknya yang lusuh dan kotor. Uang merah yang kotor itu tetap berharga Rp. 100.000. Pun demikian dalam aktivitas hidup kita sehari-hari, sering kita merasa lusuh, kotor, tertekan, terinjak, tidak berarti dan merasa rapuh ketika dihadapi masalah. Kita seringkali merasa tak berguna, tak berharga di mata orang lain, diacuhkan dan kadang tak dipedulikan. Namun sesungguhnya yang terjadi adalah bahwa kita tak akan pernah kehilangan nilai di mata ALLAH SWT. Bagi-Nya, lusuh, kotor, tertekan, ternoda, selalu ada saat untuk ampunan dan maaf. Kita tetap tak ternilai di mata Allah SWT.

Nilai dari diri kita, tidak timbul dari apa yang kita sandang, atau dari apa yang kita dapat. Semuanya berada dalam jiwa, jika nilai jiwa kita sangat berharga, meski raga dalam kondisi lusuh dan kotor, kita tetap sebagai manusia yang tak bernilai, yang diperebutkan oleh manusia lainnya.