Terkesan emosional memang membaca tema diatas, seolah ingin menjelaskan bahwa Devide et Impera atau teori pecah belah, adalah sebuah teori licik yang dibangun atas dasar kelabilan seseorang dalam menggapai kepuasan diri. Meski teori ini dikenalkan oleh seorang orientalis Belanda, Christian Snouck Hurgronje, saat menjajah Indonesia, namun juga kerap ditiru oleh orang-orang yang dengki akan sebuah persatuan pada satu komunitas dimanapun berada, termasuk di Tanah Air tercinta. Secara definitif teori pecah belah ini adalah kombinasi strategi politik, militer, dan ekonomi. Tujuannya ingin mendapat dan menjaga kekuasaan dengan cara memecah kelompok besar menjadi kelompok-kelompok kecil yang mudah ditaklukan. Dewasa ini, teori pengecut itu selalu menjadi primadona tuk menggapai sebuah tujuan. Dan tentunya tidak hanya dilakukan para orientalis, tetapi juga kerap dilakukan oleh oknum intelektual ber-identitas muslim.

Besok sebagian besar masyarakat Indonesia merayakan sebuah hari fenomenal bagi kebangkitan kaum Hawa. Sebuah hari yang bertepatan dengan lahirnya sosok wanita pahlawan bangsa ini begitu layak dijadikan sebuah momen untuk re-definisi makna emansipasi wanita di era global ini. Bumi Jepara, Jawa Tengah, tempat kelahiran Raden Ajeng Kartini seolah menjadi pertiwi mulia pencetak asset bangsa. Dengan semangat revolusioner saat itu, Kartini menggagas untuk menerobos dari lorong-lorong diskriminatif penjajah terhadap kaum hawa. Mereka hanya mengeksploitasi tenaga dan sari ayu kecantikan wanita Indonesia. Kala itu, wanita negeri ini tidak layak untuk mendapatkan kebebasan dalam berbagai hal. Terlebih dunia pendidikan yang tercanang hanya untuk mereka kaum pria dan berdarah biru.

Sungguh saya dan –mungkin- Anda yang pernah menyaksikan bangunan Ka’bah secara langsung, akan sangat takjub pada kekuatan Ka’bah, laiknya magnet raksasa yang menarik kekuatan positif pada gelombang manusia yang memutarinya. Saya banyak belajar dari “kebisuan” ka’bah. Yah, meski secara kasat mata saya memandang ka’bah sebuah bangunan ‘Bisu’ yang tak pernah berkata, namun jauh dalam jiwa manusia, bangunan kubus itu memiliki kekuatan super tuk menghempaskan sisi gelap manusia. Jauh sebelum Rasulullah membersihkan ka’bah dari praktik Jahiliyyah, mereka tetap menganggap Ka’bah adalah bangunan suci yang memiliki nilai historis yang dibangun leluhur mereka. Sesungguhnya, jika kita memandang Ka’bah dari sudut pandang bentuk, maka kita hanya melihat kubus sebagai kotak biasa yang terbalut kain hitam, titik. Tetapi jika kita melihat dari dimensi lain, kita akan melihat ka’bah yang berbentuk kubus sebagai bangunan ruang yang spesial.

The Amazing of Holy Qur’an

Dalam rubrik ini, Cordova mencoba memberikan semacam stimulus berseri untuk selalu menyegarkan arah pikir kita terhadap ayat-ayat suci yang terkadang hanya sering terbengkalai ditengah rimba rutinitas yang tak mengenal lelah. Sebagai tongkat dan petunjuk manusia, kehebatan al-Qur’an kerap mengusik para orientalis yang gemar memutar-balikkan fakta dengan teks kandungan dalam Qur’an. Seruan al-Qur’an tentang kebenaran sangat universal – timeless and spaceless – dialamatkan kepada seluruh manusia dan golongan jin. Kadang-kadang al-Qur’an menyebutkan makhluk yang ada di (banyak) bumi dan di (banyak) langit-yang bermakna segenap makhluk yang telah diketahui maupun yang belum diketahui. Barangkali ia adalah satu-satunya kitab suci yang seruannya ditujukan kepada manusia dan makhluk alam gaib (jin). Kritikus al-Qur’an mengatakan, “Mengapa tidak sekalian saja dialamatkan kepada iblis, atau evil (?)” Kritikus itu lupa atau tidak mengetahui, bahwa iblis dan setan adalah salah satu ras dari golongan jin. Setiap ayat, bahkan jumlah ayat atau kata, dan nama surat merupakan kebijakan abadi. Ia mempunyai beberapa lapisan pengertian, sesuai dengan tingkat ilmu pengetahuan manusia yang membacanya.

Satu diantara bagian yang membuat kita nyaman dalam suatu perjalanan adalah pelayanan yang istimewa. Menyatu, berbaur dan tak segan menceritakan seputar yang terjadi di sebuah destinasi yang belum kita tahu secara detail. Pelayan yang sigap dan cerdas akan sangat memperhatikan situasi dan kondisi agar perjalanan kita benar-benar terasa menyenangkan. Tidak hanya dalam kondisi stabil, saat perjalanan terancam pahit pun, ia kan utarakan dengan proporsional tanpa rasa panik. Terlebih jika perjalanan itu menuju Tanah Suci, tentunya para pelayan menjadi sangat dominan untuk membimbing dan mengarahkan jemaah agar tujuan sucinya tergapai dengan sempurna. Karenanya, kerjasama antara pelayan dan jemaah guna mencapai tujuan mulia itu menjadi hal yang sangat urgent. Mindset bahwa sebagai tamu adalah raja dalam mendapatkan pelayanan sempurna adalah benar, tetapi proses mendapatkan pangkat tersebut di tanah suci harus melalui tahapan “Kesucian hati”. Artinya, sejak awal menuju titik suci Baitullah, kita merancang hati agar menjadikan pelayan (muthawif) sebagai partner menggapai kemabruran. Menaklukan sisi keegoisan diri, menjawab jujur “Who I am” dihadapan Rabbi, dan menanggalkan segala pernik jabatan duniawi. Sehingga proses menuju kemabruran akan lebih mudah tergapai. Tak aneh jika seorang raja Arab menyatakan dirinya sebagai pelayan dua kota suci, ini menandakan bahwa melayani tamu agung adalah sebuah tugas mulia.

Siapapun yang pernah menginjakkan kaki di tanah suci, pasti akan merasa dahaga akan kenangan indah saat berada di samping Baitullah. Terlebih kenangan bersama aura Rasul SAW ketika berada dalam kehangatan cinta dan kasih tanah Madinah. Bagaimana hawa Anshar menyambut dan menghangatkan setiap diri yang berada di kota Nabi, begitu juga dengan kesibukan yang terpancar dari setiap penjuru Masjidil Haram. Gemuruh manusia menohok jiwa yang haus akan satu kotak kubus yang tak pernah mati. Dari dulu sampai kini tak pernah berhenti, bahkan hingga langit ini runtuh, Baitullah akan selalu terjaga sesuai dengan poros Al-Arsy yang berada dalam genggaman Sang Segala Maha. Allah SWT meniupkan dan meletakkan kerinduan khusus bagi mereka yang pernah berada dalam kehangatan ka’bah. Tak aneh jika setiap orang yang pernah menyelami dahsyatnya tujuh putaran ka’bah, rasa rindu akan selalu menggebu. Bahkan, bukan hanya mereka yang pernah melihat ka’bah dengan mata telanjang saja, setiap insan yang belum merasakan aura ka’bah sekalipun akan merasakan kerinduan yang sangat. Begitulah pesona ka’bah terpancar menyinari lorong-lorong jiwa manusia.