Berikut ini adalah dokumentasi foto realisasi kegiatan Connecting Care yang dipersembahkan oleh jamaah smartHAJJ 1431 H untuk korban erupsi Merapi 2010. Connecting Care merupakan bagaian dari kegiatan Wukuf Live smartHAJJ 1431 H yang diselenggarakan pada tanggal 15 November tahun 2010 lalu di Balai Kartini Jakarta. Connecting Care menghubungkan jamaah haji yang sedang melaksanakan wukuf di Arafah dengan keluarganya di Jakarta serta saudara-saudara muslim yang sedang dilanda bencana akibat letusan Gunung Merapi di Yogyakarta.

no images were found

Bagi sebagian kita mungkin terlalu usang membahas masalah kekuatan mimpi dalam kehidupan nyata. Terlalu banyak media yang mengulas bagaimana mimpi dapat merubah langkah setiap manusia, terlalu sering kita mendengar motivasi tentang mimpi yang mampu menggenggam dunia. Namun, sebagian kita juga masih setengah hati untuk meyakinkan bahwa dalam mimpi terdapat energi besar yang merubah kehidupan. Sehingga efek dari mimpi hanyalah menjadi suatu pelengkap tidur nyenyak. Padahal jika kita telusuri, hampir semua kesuksesan berawal dari sebuah ‘Mimpi’. Lihat saja bagaimana dahsyatnya mimpi seorang Khalilullah Ibrahim As. ketika bermimpi akan menyembelih anaknya, yang berujung pada pelaksanaan syariat ibadah haji hingga saat ini, bagaimana juga mimpi Khatamul Anbiya Rasulullah SAW tentang penaklukan negeri Persia oleh kekuatan Islam, sehingga terealisasi bahkan menyebar hampir di semua pelosok bumi. Semua bermula dari mimpi, namun –tentunya- mimpi yang bersifat suatu harapan, bukan nightmare yang memutuskan impian indah dalam sebuah cita.

Zaid bin Haritsah adalah seorang sekretaris Rasulullah SAW yang handal. Ia menulis segala aktifitas dan ucapan Rasulullah SAW. Hampir semua yang dicatatnya menjadi lembaran hadits shahih yang abadi tercatat di kitab-kitab hadist. Bukan hanya Zaid, banyak para sahabat Rasul yang ‘mengabdikan’ dirinya menjadi penyambung ‘lidah’ Rasulullah dengan tulisannya. Bukan hanya ucapan Beliau saja, Rasulullah SAW juga menyuruh para sekretarisnya mencatat ayat-ayat Al-Qur’an dan surat-surat perjanjian. Pada saat itu, sesungguhnya Rasulullah SAW tengah menjelaskan betapa pentingnya sebuah dokumentasi. Wal-hasil apa yang terjadi dan terucap saat itu, kita bisa ‘menikmatinya’ dengan sangat mudah. Ketika para Khalifah Islam membangun perpustakaan, menyimpan dan menerjemahkan karya-karya dari bahasa non Arab, mereka juga tengah menekankan betapa pentingnya sebuah dokumentasi. Mengapa kaum Muslim berjaya pada masa lalu (?) itu karena, mereka memiliki dokumentasi yang lengkap tentang catatan-catatan peradaban, baik pada masa Islam maupun sebelumnya, baik dari negeri Islam maupun negeri-negeri di luarnya. Menurut seorang Kolumnus, Asep Sofyan, keruntuhan Islam dimulai persis ketika pusat-pusat dokumentasi itu hancur akibat serbuan tentara mongol.

Suatu ketika di negeri ‘Samudra’, ada tiga tamu mendatangi satu keluarga. Ketika ditanya sang istri, siapa dan hendak bertemu dengan siapa, mereka hanya mengatakan sederhana “Nama kami CintaNa, dan ini saudara saya, HartaNa dan TahtaNa, Kami ingin bertemu dengan semua penghuni rumah”. Sang istri pun mengatakan bahwa suami dan anak-anaknya belum tiba di rumah. Tiga tamu itu hanya tersenyum, serta meminta izin untuk menunggu suami dan anaknya di serambi rumah. Tidak lama kemudian, anaknya tiba dan menanyakan kepada sang bunda perihal tamu asing yang berada di teras rumahnya. Ibunya hanya menjawab “Mereka tamu yang akan masuk ketika semua keluarga kita berkumpul, kali ini kita hanya menunggu ayahmu Nak,” ujarnya singkat. Setelah berapa lama menunggu, akhirnya si Ayah tiba di rumahnya seraya melihat ketiga tamu dengan senyuman di beranda rumah. Saat bertanya kepada istrinya, maka dijelaskan lah seperti jawaban kepada anaknya beserta nama-namanya. “Kalau begitu, persilahkan mereka masuk!” Perintah sang Bapak kepada anaknya.

Case Analysis

Awalnya saya sedikit ragu untuk mempostingkan artikel ini, karena jelas opini dalam artikel sebelumnya mengenai Abu Nawas Vs Joker akan sangat termentahkan oleh analisis ini yang mungkin saja salah total. Jika pada artikel sebelumnya, saya terkesan menempatkan kedua pihak itu berada pada pos yang saling bertentangan (menghujat Joker dan Abu Nawas), tetapi pada kolom ini saya menempatkan mereka justru pada satu poros yang saling menguntungkan antara keduanya. Dalam artian sandiwara berdarah ini di rekayasa oleh kedua belah pihak yang saling ‘menguntungkan’ yakni Khadafi dan pasukan ‘Joker’ beserta sekutunya. Yah, saya namakan strategi ini dengan ‘Double Impact’, dampak ganda. Dampak yang membuat dua keuntungan bagi Agresor maupun Khadafi Sang Pemimpin negeri. Tidak menutup mata, tentunya analisis ini terkesan kontroversi juga bisa termentahkan oleh fakta dan analisis lainnya. Saya hanya berfikir ada semacam kontradiksi atau keganjilan dalam peristiwa berdarah ini. Garis merah yang sedikit saja dirasakan tampak pada apa yang terjadi saat ini di Libya. Tentunya, -sekali lagi- ini hanya sebatas analisis yang boleh jadi benar juga bisa saja salah.

Manusia hidup dalam lingkaran sejarah, setiap aspek kehidupannya tak lepas dari ruang sejarah yang akan terus berkelanjutan. Sadar atau tidak, manusia adalah makhluk sejarah. Ia bisa dibesarkan dan juga ditenggelamkan oleh sejarah. Sejarah adalah ‘tonggak’ suatu peradaban, bisa memihak yang menang, tetapi tidak selamanya membunuh yang kalah. Setiap kita akan menjadi sejarah, bagi keluarga, handai taulan bahkan untuk sebuah peradaban yang kelak terbangun dari sikap dan buah karya kita, baik maupun jelek. Di setiap langkah kaki terdapat pijakan yang menjadi buncahan history. Terekam dalam suara alam yang –mungkin- tak pernah kita sadari. We Will Be History, yah kita akan menjadi sejarah. Sejarah bagi siapapun, sejarah yang tak kan pernah luput dari pembelajaran, bahkan –kelak- kujur kaku tubuh kita pun akan menjadi sejarah bagi mereka yang berfikir. Merubah sejarah menjadi pelajaran penting harus disertai dengan kejujuran dan nurani, sebab jika tidak, sejarah kelam bukan malah ditinggalkan, tetapi menjadi pengulangan yang kelam.

Lelucon Perdamaian ala Joker di Libya

Mata dunia kini terperanjat dengan aksi bar-bar dunia Barat di sebagian negeri Afrika Utara, Libya. Isu revolusi di negeri itu menjadi lahan empuk untuk dijadikan alasan membumihanguskan Negeri gudang minyak itu. Awalnya, common enemy (musuh bersama) masyarakat sipil anti pemerintah Libya dan sebagian masyarakat dunia adalah Kolonel Khadafi yang sudah 42 tahun memerintah. Efek domino gerakan rakyat anti pemerintah dari Tunisia dan Mesir ini berubah menjadi isu global yang berdarah-darah. Protes Liga Arab dan dunia International tentang penyerangan rakyat sipil oleh Khadafi, ditelan mentah-mentah oleh Amerika dan sekutunya. Atas nama demokratisasi dan hak asasi manusia, mereka menggelar operasi militer yang super bar-bar. Padahal semua orang tahu, misi serangan ratusan rudal yang banyak menewaskan rakyat sipil itu adalah kelicikan yang berhembus dari isu kesemrawutan politik di Libya. Laiknya penggulingan Saddam di Irak, mereka mengambil kesempatan hanya karena berpikir mendapat legitimasi rakyat dunia dan mandat dari resolusi PBB untuk menciptakan perdamaian di negeri itu. Saya dan pastinya Anda juga tahu persis bagaimana dagelan ini dimainkan. Orang awam sekalipun tahu bagaimana watak Sang ‘Joker’, penjahat super sadis, psikopat dan senang membunuh hanya untuk kesenangan belaka. Jika lawan Superman adalah Lex Luthor, Spiderman punya Green Goblin, maka Batman memiliki musuh hebat semacam Joker. Sayangnya, lawan Joker yang saya ceritakan diatas bukan super hero seperti Batman, melainkan Abu Nawas.

Antara Loyalitas & Totalitas Perjuangan

Hidup adalah berfikir. Karena segala perjuangan hidup tak lepas dari aktivitas berfikir. Dengan fikiran, Islam pun tegak dalam peradaban yang penuh adab, pikiran juga mampu menciptakan segala sesuatu berjalan sesuai dengan buah pikirnya. Islam datang bermula dari kata verbal yang connecting jua dengan aktivitas berfikir. Setelah Islam menyebar ke-seantero bumi, intisari pelajarannya banyak diserap dan digunakan justru oleh pihak yang ingin merebut peradaban Islam yang sudah sangat terkenal dengan kekuatan fikir dan spirit ke-islamannya. Tema diatas sesungguhnya mengawali kekaguman saya pada spirit dan pola fikir orang Jepang, terutama paska bencana Tsunami dan meledaknya reaktor Nuklir belakangan ini. Begitu sistematis, patuh, rapi, beradab, dan juga penuh dengan perencanaan evakuasi yang matang, meski tentunya banyak juga korban jiwa ataupun yang masih dinyatakan hilang. Tapi setidaknya, kebiasaan menghadapi bencana alam sudah mereka pelajari sedini mungkin, juga jalur-jalur evakuasi sudah direncanakan jauh hari tuk menghindari korban yang meluas semaksimal mungkin. Diantara rasa kagum itu, saya benar-benar terpana menyaksikan bagaimana para pekerja yang mencoba untuk mencegah bencana nuklir skala penuh di Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) yang bermasalah di Jepang.

Ada banyak tafsiran tentang tema diatas. Anda bisa mengartikannya secara tekstual maupun kontekstual, namun esensi maknanya diyakini akan tetap sama, yakni sebuah perjalanan pada hari pertama. Baik tentang hari dimana perjalanan akan dimulai, ataupun cerita tentang persiapan menghadapi suatu perjalanan. Kemana pun, baik perjalanan pertama sang bayi saat pertama menghirup udara, pertualangan hiking, ataupun perjalanan religi semacam umrah maupun haji. Namun, kali ini penulis akan mencoba mem-break down makna yang tersirat dari ‘Day ONE Journey’. Yakni perjalanan spritual manusia saat pertama menghadap the only ONE God. Perjalanan yang mengisahkan etape hidup sesungguhnya, perjalanan awal dari akhir kehidupan yang fana. Day ONE Journey juga adalah buah dari perjalanan manusia di muka bumi. Terkadang perjalanan ini terlupakan, atau sengaja dilupakan. Karena sifatnya masih abstrak bin ghaib, maka perjalanan yang terpampang di depan mata lah yang selalu di prioritaskan. Padahal ia juga tak kan pernah tahu kapan nafas itu berhenti. Hingga tibalah Day ONE Journey itu dihadapannya. Hari dimana kehidupan sebenarnya telah datang, hari dimana perhitungan akan dimulai, hari dimana akan dilupakan sanak family, dan hari dimana akan terlihatnya suatu kebenaran yang hakiki. Hari Masyhar yang menjadikan saksi.

Sejatinya, jika masing-masing pihak atau stakeholder dalam menangani para tamu agung ke Tanah Suci mengedepankan kepentingan jemaah, maka permasalahan yang timbul belakangan ini akan sedikit diminimalisir. Meski -tentunya- tidak dinafikan bahwa mengais rezeki dari usaha tersebut tak bisa dielakkan. Tetapi sedikit disayangkan, jika hanya terlalu money orientied dengan seribu kepentingan meraup pangsa pasar yang menjanjikan, ternyata berakibat kisruh dan kekecewaan dari setiap calon jemaah umroh, lebih parah lagi visa umroh terlambat keluar dari schedule dan perencanaan setiap orang yang merindu Baitullah. Re-schedule bukan hal mudah bagi mereka yang telah memetakan agenda kesehariannya. Untuk masalah ini -baik batalnya ribuan orang berangkat ke Tanah Suci atau yang harus menunggu keluarnya visa- kita tidak lagi memiliki stock apologi bahwa Allah belum saatnya mengundang kita ke Tanah Suci. Sebab semua itu adalah perangkat yang bisa dilakukan oleh para pemegang kebijakan baik di Indonesia maupun di Arab Saudi. Hakikatnya panggilan Allah untuk mengundang hamba-Nya sudah dijawab dengan hati dan perbekalan yang mantap. Hanya birokrasi duniawi yang memuluskan rencana suci tersebut, karena terlaksana dengan mulus dan tidaknya permasalahan itu terdapat pada kebijakan diatas. Terlebih jika ada proses ‘jegal menjegal’ hanya demi meraup kepentingan bisnis, maka sungguh hal tersebutlah yang sebenar-benarnya pendzoliman pada Tetamu Allah SWT (baca edisi Cordova Turut Berduka).