“Aku Lebih takut kepada seorang jurnalis daripada ribuan pasukan bersenjata”

-Jenderal Napoleon Bonaparte –

Islam adalah agama syiar. Begitu saya menangkap isi dari diskusi ringan kami di Cordova. Setiap gerak dan nafas kita di dunia tidak akan lepas dari aktivitas syiar, para Nabi dan Rasul adalah peletak dasar syiar di mana mereka di utus. Bagi Islam, syiar adalah wajah agama. Nyawanya adalah akidah dan tauhid, sedang organnya adalah syariah yang kita aktualisasikan dalam beribadah setiap hari. Sebagai wajah, -tentunya- syiar menjadi tampilan sekaligus miniatur keindahan, pesona dan daya tarik orang untuk mengenal lebih dekat tentang agama Islam. Karenanya berbagai kekerasan, kebencian dan keterbelakangan yang kerap dipertontonkan dalam wajah Islam, sesungguhnya adalah pendustaan akan hakikat syiar dalam Islam. Sebelum banyak membahas permasalahan fikih, atau ibadah lainnya, idealnya Islam memiliki komunitas khusus penyebar syiar yang konsisten. Sebab tanpa itu, hentaman demi hentaman akan menghancurkan bangunan Islam yang tersusun rapi, gejolak fitnah kan melanda. Wal akhir, Islam kan terlumat oleh syiar yang justru menyudutkannya. Fenomena yang kita rasakan akhir-akhir ini, sudah jelas menggiring umat manusia untuk mengenal Islam sebagai agama yang kejam, bodoh, terbelakang dan bar-bar. Tampak misi syiar yang dihembuskan setiap saat memiliki tujuan untuk ‘menelanjangi’ Islam di mata dunia. Menghancurkan dengan halus melalui opini publik dan syiar-syiar yang menyesatkan.

Berikut ini adalah dokumentasi foto realisasi kegiatan Connecting Care yang dipersembahkan oleh jamaah smartHAJJ 1431 H untuk korban erupsi Merapi 2010. Connecting Care merupakan bagaian dari kegiatan Wukuf Live smartHAJJ 1431 H yang diselenggarakan pada tanggal 15 November tahun 2010 lalu di Balai Kartini Jakarta. Connecting Care menghubungkan jamaah haji yang sedang melaksanakan wukuf di Arafah dengan keluarganya di Jakarta serta saudara-saudara muslim yang sedang dilanda bencana akibat letusan Gunung Merapi di Yogyakarta.

no images were found

Zaid bin Haritsah adalah seorang sekretaris Rasulullah SAW yang handal. Ia menulis segala aktifitas dan ucapan Rasulullah SAW. Hampir semua yang dicatatnya menjadi lembaran hadits shahih yang abadi tercatat di kitab-kitab hadist. Bukan hanya Zaid, banyak para sahabat Rasul yang ‘mengabdikan’ dirinya menjadi penyambung ‘lidah’ Rasulullah dengan tulisannya. Bukan hanya ucapan Beliau saja, Rasulullah SAW juga menyuruh para sekretarisnya mencatat ayat-ayat Al-Qur’an dan surat-surat perjanjian. Pada saat itu, sesungguhnya Rasulullah SAW tengah menjelaskan betapa pentingnya sebuah dokumentasi. Wal-hasil apa yang terjadi dan terucap saat itu, kita bisa ‘menikmatinya’ dengan sangat mudah. Ketika para Khalifah Islam membangun perpustakaan, menyimpan dan menerjemahkan karya-karya dari bahasa non Arab, mereka juga tengah menekankan betapa pentingnya sebuah dokumentasi. Mengapa kaum Muslim berjaya pada masa lalu (?) itu karena, mereka memiliki dokumentasi yang lengkap tentang catatan-catatan peradaban, baik pada masa Islam maupun sebelumnya, baik dari negeri Islam maupun negeri-negeri di luarnya. Menurut seorang Kolumnus, Asep Sofyan, keruntuhan Islam dimulai persis ketika pusat-pusat dokumentasi itu hancur akibat serbuan tentara mongol.

Case Analysis

Awalnya saya sedikit ragu untuk mempostingkan artikel ini, karena jelas opini dalam artikel sebelumnya mengenai Abu Nawas Vs Joker akan sangat termentahkan oleh analisis ini yang mungkin saja salah total. Jika pada artikel sebelumnya, saya terkesan menempatkan kedua pihak itu berada pada pos yang saling bertentangan (menghujat Joker dan Abu Nawas), tetapi pada kolom ini saya menempatkan mereka justru pada satu poros yang saling menguntungkan antara keduanya. Dalam artian sandiwara berdarah ini di rekayasa oleh kedua belah pihak yang saling ‘menguntungkan’ yakni Khadafi dan pasukan ‘Joker’ beserta sekutunya. Yah, saya namakan strategi ini dengan ‘Double Impact’, dampak ganda. Dampak yang membuat dua keuntungan bagi Agresor maupun Khadafi Sang Pemimpin negeri. Tidak menutup mata, tentunya analisis ini terkesan kontroversi juga bisa termentahkan oleh fakta dan analisis lainnya. Saya hanya berfikir ada semacam kontradiksi atau keganjilan dalam peristiwa berdarah ini. Garis merah yang sedikit saja dirasakan tampak pada apa yang terjadi saat ini di Libya. Tentunya, -sekali lagi- ini hanya sebatas analisis yang boleh jadi benar juga bisa saja salah.

Lelucon Perdamaian ala Joker di Libya

Mata dunia kini terperanjat dengan aksi bar-bar dunia Barat di sebagian negeri Afrika Utara, Libya. Isu revolusi di negeri itu menjadi lahan empuk untuk dijadikan alasan membumihanguskan Negeri gudang minyak itu. Awalnya, common enemy (musuh bersama) masyarakat sipil anti pemerintah Libya dan sebagian masyarakat dunia adalah Kolonel Khadafi yang sudah 42 tahun memerintah. Efek domino gerakan rakyat anti pemerintah dari Tunisia dan Mesir ini berubah menjadi isu global yang berdarah-darah. Protes Liga Arab dan dunia International tentang penyerangan rakyat sipil oleh Khadafi, ditelan mentah-mentah oleh Amerika dan sekutunya. Atas nama demokratisasi dan hak asasi manusia, mereka menggelar operasi militer yang super bar-bar. Padahal semua orang tahu, misi serangan ratusan rudal yang banyak menewaskan rakyat sipil itu adalah kelicikan yang berhembus dari isu kesemrawutan politik di Libya. Laiknya penggulingan Saddam di Irak, mereka mengambil kesempatan hanya karena berpikir mendapat legitimasi rakyat dunia dan mandat dari resolusi PBB untuk menciptakan perdamaian di negeri itu. Saya dan pastinya Anda juga tahu persis bagaimana dagelan ini dimainkan. Orang awam sekalipun tahu bagaimana watak Sang ‘Joker’, penjahat super sadis, psikopat dan senang membunuh hanya untuk kesenangan belaka. Jika lawan Superman adalah Lex Luthor, Spiderman punya Green Goblin, maka Batman memiliki musuh hebat semacam Joker. Sayangnya, lawan Joker yang saya ceritakan diatas bukan super hero seperti Batman, melainkan Abu Nawas.

Antara Loyalitas & Totalitas Perjuangan

Hidup adalah berfikir. Karena segala perjuangan hidup tak lepas dari aktivitas berfikir. Dengan fikiran, Islam pun tegak dalam peradaban yang penuh adab, pikiran juga mampu menciptakan segala sesuatu berjalan sesuai dengan buah pikirnya. Islam datang bermula dari kata verbal yang connecting jua dengan aktivitas berfikir. Setelah Islam menyebar ke-seantero bumi, intisari pelajarannya banyak diserap dan digunakan justru oleh pihak yang ingin merebut peradaban Islam yang sudah sangat terkenal dengan kekuatan fikir dan spirit ke-islamannya. Tema diatas sesungguhnya mengawali kekaguman saya pada spirit dan pola fikir orang Jepang, terutama paska bencana Tsunami dan meledaknya reaktor Nuklir belakangan ini. Begitu sistematis, patuh, rapi, beradab, dan juga penuh dengan perencanaan evakuasi yang matang, meski tentunya banyak juga korban jiwa ataupun yang masih dinyatakan hilang. Tapi setidaknya, kebiasaan menghadapi bencana alam sudah mereka pelajari sedini mungkin, juga jalur-jalur evakuasi sudah direncanakan jauh hari tuk menghindari korban yang meluas semaksimal mungkin. Diantara rasa kagum itu, saya benar-benar terpana menyaksikan bagaimana para pekerja yang mencoba untuk mencegah bencana nuklir skala penuh di Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) yang bermasalah di Jepang.

Belakangan ini banyak pihak yang merasa telah benar dengan melakukan kebenaran-kebenaran yang lazim dilakukan. Padahal kebenaran –yang dilakukan itu- terkadang menjadi pemasung diri untuk melakukan sebuah kebenaran yang Benar. Kebenaran tidak melulu menjadi dominasi yang bersorban. Karena kebenaran selalu bertebaran di setiap langkah manusia. Tarikan nafas adalah sebuah kebenaran, kita hidup adalah kebenaran, kita mati juga sebuah kebenaran dan setiap gerak hidup yang diayun-kan adalah suatu proses kebenaran. Pada umumnya semua orang merasa benar, begitu juga dengan suatu komunitas, semua memiliki ukuran-ukurannya sendiri terhadap kebenarannya. Padahal kebenaran yang hakiki adalah kebenaran akan sesuatu yang disampaikan dari ‘Pembuat’ sesuatu tersebut melalui penyampai atau utusan yang terpercaya. Sebab sesungguhnya hanya Pembuat-nya saja yang mengetahui dengan persis ‘apa’ yang dibuatnya tersebut. Seperti halnya sebuah perusahaan selalu memiliki ketetapan internal atau protap perusahaan tersebut. Tentu protap itu tidak selalu sesuai dengan protap-protap dari perusahaan lainnya, hanya pembuat protap itulah yang mengerti kebijakan yang diterapkan pada perusahaannya, begitu sebaliknya.

Well, lima tahun sudah Cordova berada dalam dinamika kehidupan masyarakat Indonesia. Dari segi umur, memang masih tampak ‘hijau’, namun spirit membangun peradaban Andalusia-nya tak pernah hanyut dalam setiap langkah. Tak banyak mengira kalau Cordova tampil bukan hanya di dunia traveling suci haji dan umrah, karena memang sejak awal bangunannya di-setting bukan hanya sebagai jembatan menuju Baitullah, tetapi lebih integral merangkai cita mulia peradaban Islam di Cordoba, Andalusia. Kemajuan sains dan budayanya telah banyak menelurkan inspirasi untuk merubah dan mengembalikan paradigma Islam sebagai agama kuat yang elegan dengan balutan seni Islam yang menawan dan berkarakter. Menyerap kelebihan budaya lain, lalu memodifikasi dan membuat inovasi dengan beragam ide adalah ciri sains yang juga menjadi salahsatu ciri agama Islam. Karena sejak awal Rasulullah SAW telah menegaskan, bahwa Islam bukanlah agama baru, dan Al-Quran bukanlah satu-satunya kitab, tetapi kitab terakhir yang menyempurnakan semua kitab yang telah ada. Ciri khas Islam adalah menjadi penghubung ke masa lalu dan masa depan.

“Siapapun kita. apapun yang kita punya. Apapun yang kita lakukan, muara kita sama. Tanah itu. Persegi didalam bumi itu”.

Boleh jadi suatu hal yang paling dihindari atau ditakuti manusia sepanjang masa adalah kematian. Baik itu kita yang meninggalkan atau sebaliknya kita yang ditinggalkan. Rasa pilu dan sedih adalah manusiawi yang sulit terelakkan ketika dua hal tersebut terjadi. Baik dialami oleh diri sendiri, maupun orang-orang yang kita cintai. Takdir ajal atau kematian adalah hal yang pasti, tapi bagaimana kita mati adalah sebuah pilihan. Tentunya pilihan antara Khusnul Khatimah (happy ending), atau Su’ul Khatimah (akhir yang buruk). Jika manusia tidak tahu kapan hidupnya berakhir, maka untuk menuju Khusnul Khatimah, berlajulah dalam setiap gerak pada ‘zona kebaikan’. Kemana dan dimana kaki melangkah adalah jejak pilihan untuk menghadapi pilihan itu. Saya, Anda dan juga –mungkin- banyak orang kadang sering terlupa pada sebuah kematian. Betapa dekatnya, betapa misterinya, sehingga sulit diduga bagaimana kita mati. Akankah ruh meninggalkan jasad saat orang-orang dicintai disekeliling kita, atau malah disaat kita berada dipenghujung luka tanpa orang yang dicinta berada dihadapan kita. Semuanya membayangi detak nafas kita. Berlaju tanpa lelah tuk menghentikan gerak kita, tuk menghantarkan kita kembali selamanya pada muasal manusia tercipta.

Prosperous to the Prophet

Nabi Muhammad SAW memiliki sifat yg sangat mulia. Beliau adalah pribadi yang sangat gemar menolong orang lain, banyak diceritakan bagaimana kekasih Allah itu menjadi cahaya bagi gelapnya kehidupan kala itu. Ada sebuah kisah menarik yang menggambarkan kemuliaan akhlak beliau. Kesantunan ketika ia berhadapan dengan seorang pengemis yahudi buta yang selalu menghinanya.

Al-kisah, hidup di sudut pasar Madinah Al-Munawarah, seorang pengemis Yahudi yang buta dan tak pernah henti memaki Rasulullah SAW. Setiap hari ia lalui dengan berkata: “Wahai saudaraku jangan dekati Muhammad, dia itu orang gila, dia itu pembohong, dia itu tukang sihir, apabila kalian mendekatinya kalian akan dipengaruhinya”.