Setiap pahlawan pasti gila. Tentu bukan gila dalam artian kehilangan akal sehatnya. Kegilaan mereka adalah memperjuangkan yang tidak lazim di masyarakatnya. Berjuang saat rakyat memilih tunduk tertindas, menggagas ide yang ditertawakan masyarakat meskipun untuk kemaslahatan mereka, atau bekerja keras melawan arus orang-orang diselimuti kebodohan dan kemalasan.

7 Karakter ‘PAHLAWAN’ dalam AL-QUR’AN

Setiap diperingati Hari Pahlawan, kenangan kita akan kembali kepada deretan nama-nama Pahlawan Nasional yang telah gugur dalam perjuangan meraih Kemerdekaan Bangsa Indonesia. Namun sejatinya ciri dan karakter untuk menjadi ‘pahlawan’ bisa dan sangat mungkin dilakukan oleh siapa saja.

Kemuliaan akhlak Rasulullah senantiasa menarik perhatian kita. Beliau merepresentasikan ajaran Islam tentang bagaimana memperlakukan orang di sekitar kita. Takkan sulit bagi kita mencari contoh bagaimana berinteraksi dengan sesama muslim dan juga non muslim, karena tak ada dan tak akan ada manusia seantero jagad yang biografinya ditulis demikian lengkap.

Tak dipungkuri, sedari rembulan suci tampak di ufuk sana, cakrawala merubah segala peristiwa yang kan terjadi selama 720 jam menuju kefitrahan hakiki, tepatnya selama bulan Ramadhan berlangsung. Kini, tak lebih 144 jam lagi ‘rembulan’ suci itu kan meninggalkan kita. Jauh sebelum Ramadhan tiba, setiap insan beriman, bahu membahu menyongsong bulan penuh kehangatan, menyibak balutan lentera hitam-nya, menuju sebuah tingkatan ketakwaan yang tiada tara.

Mari sejenak berandai. Suatu hari menjelang bulan Ramadhan malaikat Izrail mendatangi kita tuk menyampaikan kabar bahwa di awal hari Raya Iedul Fitri nanti, ia akan datang untuk mencabut nyawa kita, kira-kira apa dampak yang akan timbul pada diri kita (?) –rasanya- Kita akan memanfaatkan sisa usia yang ada untuk melakukan segala hal yang produktif. Kita akan mengawali Ramadhan dengan selalu tersungkur sujud kepada-NYA, menangisi segala khilaf dan dosa yang telah dikerjakan.

Semua kita sepakat bahwa kematian akan menghampiri setiap jiwa yang bernafas. Tetapi tidak semua diantara kita ‘mengenal’ bagaimana panggilan itu tiba pada antrian yang jatuh terhadap kita. Dalam Islam, ada beberapa jenis panggilan yang –hakikatnya- langsung dari Rabbul Izzati. Beberapa diantaranya adalah panggilan adzan untuk menunaikan sholat 5 waktu, panggilan berhaji dan panggilan terakhir, yakni panggilan kematian.

Diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW sedang duduk i’tikaf semalam suntuk pada hari-hari terakhir Bulan Suci Ramadhan. Para sahabat pun tidak sedikit yang mengikuti apa yang dilakukan Rasulullah SAW. Beliau berdiri shalat, mereka juga shalat, beliau menengadahkan tangannya untuk berdoa dan para sahabat pun juga serempak mengamininya. Saat itu langit mendung tak berbintang. Angin pun meniup tubuh-tubuh yang memenuhi masjid. Dalam riwayat tersebut, malam itu adalah malam ke-27 dari bulan suci Ramadhan. Di saat Rasulullah SAW dan para sahabat sujud, tiba-tiba hujan turun cukup deras. Masjid yang tidak beratap itu menjadi tergenang air hujan.

Sungguh bukan lagi menjadi rahasia umum, ketika sesuatu yang ‘berdenyut’ tiba-tiba berhenti, maka kondisinya akan rusak. Bukan hanya jasad yang ditinggal pergi ruh, yang secara alami akan membusuk, semua yang ada dalam kehidupan ‘bernyawa’pun, ketika ‘mendiam’, apatis, dan tak bergerak, maka ia akan hancur dan membusuk. Para ulama menganalogikan hal tersebut dengan air yang mengalir.