Series: Abu Bakar As-Shiddiq

Abu Bakar Ash-Shiddiq merupakan khalifah pertama setelah Rasulullah SAW yang wafat pada tahun 11 Hijriyah. Beliau memerintah selama 2 tahun 3,5 bulan. Namanya sebelum masuk Islam adalah Abdul Ka`abah kemudian Rasulullah mengganti namanya menjadi Abdullah bin Abi Quhafah Utsman bin Amir bin Ka`ab at-Taimi al-Quraisy. Abu Bakar termasuk salah seorang yang dijamin masuk syurga. Dari Aisyah ra. Meriwayatkan bahwa Rasulullah saw pernah bersabda:

Kisah ini terjadi di Madinah, pada suatu pagi Hari Raya Idul Fitri. Rasulullah Saw, seperti biasa setiap hari lebaran, mengunjungi rumah demi rumah untuk mendoakan kaum Muslim agar merasa gembira dan bahagia pada hari raya itu. Semua terlihat merasa gembira dan bahagia, terutama anak-anak. Mereka bermain sambil berlari-lari ke sana ke mari dengan mengenakan pakaian yang bagus serta mainan-mainan ditanganya.

Tahun Baru Hijriyyah 1435
Setiap akan tiba tahun baru, mindset kita sudah terfokus pada suasana yang meriah, aneka kembang api, pesta pora, dan sejumlah hiburan lainnya akan mengawali langkah di tahun baru. Yah, itulah fenomena pesta Tahun Baru Masehi, yang gebyar-nya selalu terasa bersamaan dengan hari natal sebelumnya. Berbeda dengan pergantian tahun baru Islam, -meski- gebyarnya dirasa kurang ‘merasuk’ pada setiap masyarakat muslim,

Syukur yang tak terhingga atas segala ni’am ALLAH, smartHAJJ Cordova telah menyelesaikan rukun haji, dan telah menggenggam ‘kunci’ Mabrur. ‘Kunci’ ini yang akan menghantarkan smartHAJJ menuju surga-NYA ALLAH. Ekspresi riang saat berjumpa dengan sanak keluarga nanti adalah aura yang benar-benar tulus atas rasa cinta. Mereka, keluarga jua lah yang nantinya akan membantu menjaga ‘kunci’ ini untuk bersama menghadapi kehidupan selanjutnya.

Dalam tataran teori, makna ikhlas sangat mudah untuk dipresentasikan, terlebih dijadikan semacam buah bibir. Lalu apa dalam konteks praktis, rasa ikhlas mudah pula diaplikasikan (?) Hanya kita tentunya yang mampu menjawab semua itu. karena ikhlas adalah sesuatu yang hanya bisa dikerjakan oleh kekuatan hati. Sehebat apapun nilai postif dari pekerjaan, jika pesona ikhlas tak bersemi dalam jiwa, maka yakinlah segala sesuatunya akan terasa berat.

Manusia adalah makhluk dinamis, tidak statis. Tidak selalu datar, terlebih diam membatu. Bergerak dan terus bergerak. Tetapi dari pergerakan itu, hanya organ yang bersifat motorik saja yang membedakan manusia dengan benda mati, padahal manusia juga bisa berubah menjadi makhluk yang statis dan bahkan diam jika tidak disebut ‘mati’. Sebutan ‘ekstrim’ itu tentu mengundang pro-kontra ketika kita hanya mendengar kalimat ‘Manusia bisa berubah menjadi benda mati’, yah mati disini ketika brain tidak menghasilkan sesuatu yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya.

Mustahil hidup tanpa cerita, dan cerita tanpa kehidupan. Namun banyak cerita yang terlupa dalam sebuah hidup. Kadang signal kehidupan meredup hanya karena kita sulit tuk mengenalnya. Hanya dengan ‘bergerak’ lah signal kehidupan itu akan menyala dan survive dalam menghadapi segala kemungkinan hidup. Contoh sederhana dalam memandang kehidupan kita ambil sample tentang salah satu masakan favorit Jepang. Kita sangat tahu bahwa orang Jepang sangat menyukai seafood yang masih mentah.

Apa yang bisa kita dapatkan dari perjalanan Sang waktu (?) Awalnya, manusia hanya tahu bahwa ALLAH SWT membagi waktu menjadi siang dan malam. Seiring bertambahnya umur manusia, barulah mengenal pembagian-pembagian waktu yang lain. Menjadi tahun, bulan dan hari. Dari hitungan-hitungan tersebut, manusia mengembangkan sendiri pembagian waktu tersebut, baik itu hitungan yang lebih panjang, seperti abad, milenium, ataupun hitungan waktu yang lebih pendek; jam dan detik.

Kata istitho’ah (mampu) dalam syarat wajib menunaikan ibadah haji adalah sebuah perumpamaan orang yang berjihad. Ia harus rela mengorbankan harta, tenaga dan waktunya guna perjalanan menuju satu titik yang tak pernah sunyi. Dengan pengorbanan itu juga manusia patutnya belajar dari kisah Nabi Ibrahim As. Dengan kepatuhan dan ketaatan tiada batas, demi perintah suci, demi pengorbanan pada Ilahi, beliau siap dan ikhlas ketika diperintahkan untuk menyembelih anaknya, nabi Ismail As.

Tulisan ini adalah artikel ringan, karenanya jangan –terlebih dulu- memvonis fikiran kita untuk sulit membaca hal yang terlampau berat, karena ‘pengaruh’ tema diatas, yang seolah-olah terlihat berat. Baiklah, masa-masa menjelang keberangkatan haji seperti saat ini, hampir dipastikan semua penyelenggara haji sedang, akan, atau telah mengadakan manasik haji, tiada lain goal setting-nya untuk lebih memahami bagaimana melaksanakan tuntutan haji dari semua aspek. Baik masalah fikih, filosopi dan teknis penyelenggaraan haji.