Haji Tanpa Gelar

Kata istitho’ah (mampu) dalam syarat wajib menunaikan ibadah haji adalah sebuah perumpamaan orang yang berjihad. Ia harus rela mengorbankan harta, tenaga dan waktunya guna perjalanan menuju satu titik yang tak pernah sunyi. Dengan pengorbanan itu juga manusia patutnya belajar dari kisah Nabi Ibrahim As. Dengan kepatuhan dan ketaatan tiada batas, demi perintah suci, demi pengorbanan pada Ilahi, beliau siap dan ikhlas ketika diperintahkan untuk menyembelih anaknya, nabi Ismail As. Sebuah pengorbanan yang tentunya tidak diragukan lagi, Kholilullah Ibrahim As yakin bahwa perintah ALLAH SWT tidak akan pernah memadharatkan hambanya, beliau sangat yakin jua bahwa kasih dan cinta ALLAH pada hambanya jauh melebihi seorang bapak sekalipun.

Ternyata benar, ketika keikhlasan itu bersemi, kepatuhan itu terpatri, ALLAH SWT menggantikan Ismail dengan hewan kurban yang sangat subur. Begitulah potret akan kepatuhan seorang hamba saat diperintah Azza Wa zala dalam mematuhi rule-Nya. Jangan pernah banyak berpikir dalam mengorbankan apapun, baik harta, tenaga bahkan jiwa sekalipun. Karena yakin bahwa ALLAH akan mengganti dengan puluhan, ratusan bahkan jutaan kali lipat apa yang kita korbankan.

Menunaikan ibadah haji artinya mematuhi dan menghadiri muktamar Islam sedunia. Para undangan tentunya mereka yang diberikan harta lebih dan fisik yang cakap, tidak mau tahu apakah ia telah memiliki agenda duniawi yang padat atau bergegas menghampiri panggilan-Nya. Harta yang berlimpah akan menjadi saksi apakah ia dialokasikan untuk berhaji atau malah hanya menjadi tumpukan harta tak bermakna.

Bagi kita yang masih berpikir akan siklus harta yang dibelanjakkan untuk perjalanan haji, yakinlah bahwa ALLAH SWT akan menjaga dan menambahkan rizki yang di raih. Tak ada ceritanya usai melaksanakan haji, seseorang akan mengalami kebangkrutan atau ketidakberdayaan dalam menghadapi hidup, yang ada adalah keberkahan yang menyelimuti hartanya. Baik dalam dunia bisnis, maupun peluang-peluang menuju keberkahan hidup, ia akan berada pada puncak kebersihan hati. Sehingga semua problematikanya akan menuju ke muara ketenangan jiwa.

Setiap langkah menuju titik bersih itu memang harus dilalui dengan ragam pengorbanan. Ribuan dolar yang dikeluarkan, sesungguhnya hanyalah sekian kecil dari apa yang ALLAH limpahkan pada samudra rizki yang dirasa. Semuanya tak kan bermakna kala haji hanya dijadikan perjalanan pengubah image dan strata sosial saja. Karenanya, perjalanan haji “bukan untuk bergelar haji, tapi berakhlak muslim sejati”. Sehingga niat hanya untuk ALLAH SWT menjadi fundament awal kita menghadap Rabbil Izzati.

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *