The Power Of ‘Syiar’
“Aku Lebih takut kepada seorang jurnalis daripada ribuan pasukan bersenjata”
-Jenderal Napoleon Bonaparte –
Islam adalah agama syiar. Begitu saya menangkap isi dari diskusi ringan kami di Cordova. Setiap gerak dan nafas kita di dunia tidak akan lepas dari aktivitas syiar, para Nabi dan Rasul adalah peletak dasar syiar di mana mereka di utus. Bagi Islam, syiar adalah wajah agama. Nyawanya adalah akidah dan tauhid, sedang organnya adalah syariah yang kita aktualisasikan dalam beribadah setiap hari. Sebagai wajah, -tentunya- syiar menjadi tampilan sekaligus miniatur keindahan, pesona dan daya tarik orang untuk mengenal lebih dekat tentang agama Islam. Karenanya berbagai kekerasan, kebencian dan keterbelakangan yang kerap dipertontonkan dalam wajah Islam, sesungguhnya adalah pendustaan akan hakikat syiar dalam Islam. Sebelum banyak membahas permasalahan fikih, atau ibadah lainnya, idealnya Islam memiliki komunitas khusus penyebar syiar yang konsisten. Sebab tanpa itu, hentaman demi hentaman akan menghancurkan bangunan Islam yang tersusun rapi, gejolak fitnah kan melanda. Wal akhir, Islam kan terlumat oleh syiar yang justru menyudutkannya. Fenomena yang kita rasakan akhir-akhir ini, sudah jelas menggiring umat manusia untuk mengenal Islam sebagai agama yang kejam, bodoh, terbelakang dan bar-bar. Tampak misi syiar yang dihembuskan setiap saat memiliki tujuan untuk ‘menelanjangi’ Islam di mata dunia. Menghancurkan dengan halus melalui opini publik dan syiar-syiar yang menyesatkan.