Salahsatu landasan ‘dresscode’ umrah dan haji menggunakan kain ihrom adalah pertanda kesatuan hakiki yang tiada beda antara manusia saat berhadap dengan-Nya. Kala berlindung di Haram-Nya kesucian tanah, kala rasa tiada arti tuk malu berbalut dua helai kain saja. Semuanya berada pada zona kesucian yang mengharamkan perbedaan status. Semua tamu-Nya sama, tamunya Dzat Maha suci. Tidak lantas karena sosok yang memiliki ‘pengaruh’ di sebuah negeri, menjadi sangat dominan dan diberlakukan berbeda dengan kelompok yang bersama menuju Tanah Haram. Bukan tidak diberlakukan spesial, karena –memang- mereka (Para tamu Allah) adalah sosok-sosok spesial yang musti dilayani dengan sangat perfect. Masalahnya hanya ada pada perbedaan lebih ‘rengkuh’ di antara tamu-tamu yang berada disekitarnya. Mereka menjadi lebih ‘terhormat’ dibanding dengan rekan sesama hajinya. Entah siapa lah dia yang jelas semua jiwa, semua manusia, dan semua hujaaj adalah sama di hadapan-Nya.

Karenanya, Cordova mencoba untuk selalu berada pada jalur yang melandasi hakikat kebersamaan para jamaahnya. Tidak ada figuritas jamaah yang lebih menonjol atau spesial untuk dilayani secara berlebih di antara jamaah lainnya. Baik itu tokoh masyarakat, tokoh nasional, politikus, artis bahkan seorang pejabat negara sekali pun. Semua mendapatkan porsi sama dengan pelayanan, karena –sekali lagi- mereka sama dihadapan Rabbul Izzati.

Terkadang kita menyaksikan bahwa ada sesuatu yang –rasanya- harus dibenahi dalam pelayanan para tamu Allah. Bukan kurang atau tidak maksimal dalam melayani, namun ada porsi-porsi yang dipandang sangat tidak sesuai dengan nilai-nilai universal Haji. Masih adanya pengkategorian jamaah ‘borju’, berduit atau berkelas lebih mendapatkan pelayanan yang maksimal dibanding jamaah lainnya, maka tentu pelayanan itu sudah menyalahi nilai luhur ibadah haji. Bukankah Allah Sebagai ‘Tuan Rumah’ para Tamu-Nya saja memberikan karunia dan anugerah pada semua tamu-Nya tanpa pandang bulu, lalu mengapa kita musti sibuk untuk ‘mencari muka’ di hadapan ‘segelintir’ makhluknya.

Disinilah kami banyak belajar tentang bagaimana menjadi salahsatu ‘paku’ pelekat atas nama Cordova dalam melayani tamu-tamu suci dengan penuh rasa tulus. Tidak ada kategori jamaah yang harus menjadi idola hanya karena statusnya. Semuanya sama menjadi tujuan pelayanan yang maksimal. Karena nilai kebersamaan yang dibangun itulah setiap hajj guard Cordova terdidik untuk tidak menjadi pelayan yang silau akan status segelintir orang. Terlebih bangga hanya karena bisa berpose dengan tokoh idola. Atau mempromosikan bahwa si A, tokoh anu haji dan umrah bersama kita.

Untuk menjadi ‘sesuatu’, harus ada yang memberikan contoh secara langsung. Tentunya contoh harus datang dari yang mempunyai kedudukan lebih baik. Memperlakukan sama tanpa harus kehilangan nilai penghormatan. Figur yang menjadi contoh dalam melakukan apapun, sangatlah berperan dalam sebuah kehidupan. Seandainya saja setiap kita sangat mencintai Rasulullah SAW, tentunya kita tidak akan sulit mendapatkan figur untuk di contoh. Tidak melulu mengangkat orang untuk narsis bergaya di depan kamera, kemudian dijadikan contoh dengan berlebihan.

Bismillah, semua rasa terbangun atas dasar kecintaan yang berlapis tulus. Tiada cita yang terluhur kecuali melayani tamu suci-Nya dengan hati. Karena hatilah yang memiliki rasa. Rasa kebersamaan itulah yang menjadi tujuan awal dalam membangun komunitas Mabrur. Tidak malah ‘Lebih’ mengayomi satu dua orang saja, melainkan semua tetamu suci-Nya.

Sudah dua pekan lebih kiranya kami kembali menyaksikan bagaimana geliat rasa yang berlabuh dari sosok Bapak kami di Cordova. sebenarnya, bukan pertama kali kami saksikan ‘fenomena’ ini, karena memang setiap musim haji tiba, ia menjadi sosok yang benar-benar misterius, sulit tuk di terka, terlebih menampung asa yang bergejolak dalam pikirannya. Meletup-letup, fluktuatif bahkan cenderung memuncak ketika menyaksikan lengahnya kami dalam memberikan pelayanan terbaik untuk smartHAJJ yang teramat ia cintai. Tak peduli berhari-hari ia tak pejamkan mata di gelap malam, berhari-hari tak bersama keluarga, dan berhari-hari menenangkan rasa cemas yang menggurita disetiap gerak yang terlakoni. Mata yang telah sayu karena sulitnya merasakan lentangan tubuh dalam mimpi indah, menjadi aktifitas kesehariannya. Bagi khalayak ramai, mungkin suatu yang terlalu berlebihan, tetapi baginya, berpikir dan bekerja hingga ‘mengorbankan’ diri dan ‘keharmonisan’ rasa belum seberapa untuk menciptakan tujuan mulia para jemaahnya agar sayhdu, khusyuk, nikmat, bahagia dan mudah mendapatkan haji yang Mabrur.

Setiap tatapan, langkah dan gerak tubuhnya selalu mencerminkan ia orang yang tak mudah puas terhadap kinerja dan buah pikir yang terlalu flat. Datar, mendayu tak ber-irama bukan ritme yang ia tanamkan dalam sebuah event, terlebih menghantarkan smartHAJJ ke Baitullah. Bahkan ia akan menjadi sosok yang paling ‘mengerikan’ ketika melihat smartHAJJ-nya diperlakukan secara biasa, apalagi jika ditangani dibawah standar pelayanan yang selama ini ia bangun. Jemaah haji dan umrah adalah segalanya, bukan semata melebihkan atau men-dewa-kan mereka, tetapi –memang- sejak zaman azali nama mereka telah termaktub dalam Lahul Mahfudz sebagai tamu-tamu suci pilihan ALLAH SWT. So’ tiada alasan bagi siapapun menyiakan Kesucian mereka, termasuk raja Arab sekalipun hanya menjadi pelayan para haji di dua tanah suci (Khadimul Kharamain).

Setiap malam, dimana kami memulaskan rasa kantuk, justru ia kerap merangkai ide yang tiada batas. Merelakan raganya ‘tertusuk’ angin malam, batinnya teriris kesendirian, dan senyumnya terpendam keresahan. Gelisah jika kami tidak bisa memberikan pelayanan sebaik mungkin. Karena baginya, pelayanan tahun ini harus jauh melebihi tahun yang telah terpijak, begitu seterusnya.

Totalitas, integritas dan dedikasinya terhadap jemaah, tidak akan mungkin terlampaui oleh kami, sekalipun jika semua crew digabungkan ‘head to head’ dengan beliau.

Malam tadi, setelah memantau persiapan keberangkatan lusa hari. Dengan suara parau dan rasa sakitnya, beliau tak henti menuturkan kata ‘jemaah’ seraya berpesan ‘titip jemaah, layani mereka dengan maksimal dan rasa tulus’. Subhanallah…kami hanya berkaca, dengan batin penuh harap, semoga pengorbanan yang telah kau berikan menjadi sesuatu yang sangat berharga dan penuh keberkahan. Semoga rasa sakitnya segera diangkat dengan kesehatan yang sempurna. We know, u never Give up!