Setiap tahun di akhir bulan suci, selalu ada cerita tentang sebuah rasa. Rasa sedih karena harus ditinggal Ramadhan, juga rasa lain yang selalu ada dalam jiwa peraih kemenangan fitri. Begitu cepat waktu bergulir, rasanya baru kemarin cerita tentang mudik barokah 1431 di posting pada smartBLOG ini, kini kembali ‘pesta’ tahunan itu menjadi pembahasan yang yang tak akan pernah basi hingga dua pekan ke-depan. Entah sejak kapan aktivitas ‘mudik’ lebaran ini berlangsung, yang jelas setiap orang memiliki catatan rasa dalam perjalanan mudik. Terlebih bagi mereka yang menjadikan mudik sebagai jalan silaturahmi bersama keluarga di kampungnya. Pulang kampung menjadi sesuatu yang ‘sakral’ bagi mereka yang jarang bertemu dengan sanak keluarga. Tak peduli harus berjubel memesan tiket, berdesak dengan ribuan pemudik lainnya, dan bercengkrama dengan kondisi macet yang membosankan. Semuanya menjadi aroma perjalanan yang penuh cita demi menghirup udara tanah leluhurnya. Bukan hanya itu, semua perbekalan dikumpulkan untuk berbagi saat tiba di kampungnya nanti. Bagi orang desa yang mencari nafkah di ibukota, banyak cerita yang terekam dalam benaknya untuk diceritakan pada handai taulan tentang kehidupan kota yang penuh dengan dinamika.

Bagi sebagian orang, semangat mudik menjadi salahsatu ‘pendistribusian’ rezeki untuk saling berbagi. Jauh-jauh hari, dengan niatan tulus, sebagian pendapatannya ia tukarkan dengan lembaran uang untuk dibagikan. Tidak hanya lembaran uang sepuluh ribu rupiah, lima ribu hingga seribuan menjadi suatu nilai yang sempurna di hari yang fitri. Merasakan ‘keringat’ kota, meski semua tahu bahwa uang itu diperoleh dari tunjangan hari raya yang ia dapatkan. Ada semacam perputaran ‘rezeki’ yang berdampak berkah pada setiap lini. Baik orang ‘kota’ maupun orang ‘desa’ mendapatkan keberkahan aktivitas mudik.

Dalam kegiatan mudik, -terlepas- dari aspek negatifnya berupa kemacetan yang luarbiasa. Terdapat keberkahan yang tampak pada rona setiap perangkat mudik. Dari mulai pengguna jasa perjalanan, angkutan jasa perjalanan, penjual BBM, pegawai Jasa Rahardja, penjual asongan, Bapak polisi, bengkel-bengkel kendaraan, rumah makan di Rest Area, bahkan –mungkin- juga para pengamen jalanan yang ikut merasakan berkahnya kegiatan mudik. Bak air bah yang mengalir pada tempat yang lebih rendah, rezeki ‘orang kota’ saat itu mengalir deras pada ‘orang desa’. Pada saat itu juga, sesungguhnya tiada perbedaan lagi antara orang kota dan desa. Karena tidak ada penamaan orang kota atau orang desa, jika salah-satunya tidak ada.

Menjelang keberangkatan Mudik lebaran, biasanya kami (Cordova team) mendapat pesan untuk selalu memberikan report tentang kegiatan selama berada di kampung halaman. Saling posting photo aktivitas mudik dengan ragam ceritanya. Selain itu, kami diajarkan untuk tidak banyak menawar jika membeli sesuatu pada saat hari yang fitri. Tentunya menjaga keberkahan yang dirasakan semua orang. Biarlah pada hari fitri itu, para penjual mendapatkan pula keberkahan yang mereka raih melebihi harga pada hari biasanya.

Bagi sahabat dan saudara kami yang besok dan hari-hari berikutnya akan berangkat mudik, hati-hati dijalan, sampaikan salam pada keluarga di kampung halaman. Sampai jumpa kembali di Headquarter dengan semangat baru. Ma’assalamah Ilal Liqo…Mudik Barokah!

Saat Bangsa ini mendeklarasikan kemerdekaannya, tak ada perayaan besar-besaran untuk menyambutnya. Tidak ada hiruk pikuk dan gegap gempita menyambut hari yang sudah dinanti-nantikan itu. satu-satunya ‘perayaan’ yang dilakukan serentak oleh mayoritas Bangsa ini adalah shalat Jum’at. Tidak ada pula acara makan-makan, karena semua punggawa negeri, pejuang, patriot dan rakyat tengah menjalankan ibadah puasa Ramadhan. 66 tahun silam, kerongkongan para proklamator yang sudah kering karena hampir tidak tidur pada malam sebelumnya, bertambah kering setelah membacakan beberapa baris kalimat deklarasi. Para pemuda yang ruh perjuangannya terus menggelegar menjaga asa bangsa ini, bahwa pertolongan-Nya pasti datang, terus setia mengawal perjuangan hingga meyakinkan segenap bangsa untuk berani mengambil resiko agar segera menyatakan kemerdekaannya. Meski ancaman Jepang dan sekutu masih berada di tengah-tengah mereka. Bahkan boleh jadi saat akhir naskah proklamasi itu dibacakan, mereka melihat disekelilingnya masih belum berubah. Hanya kebersamaan rasa saja yang mereka tanggung, untuk melahirkan suatu negeri yang bebas dari segala bentuk penjajahan.

Merdeka, suatu kata yang menjulang disaat tekanan menghimpit. Prosa yang menggugah setiap jiwa yang terbelenggu. Bahkan bukan hanya jiwa, tetapi juga raga yang dipertaruhkan demi sebuah cita mulia. Merdeka! Bukan hanya kata penggugah, namun senjata yang mempersatukan bangsa. Tanpa kata itu, jiwa tak berasa, raga tak kuasa. Sebab kemerdekaan adalah sebuah keniscayaan hidup manusia. Oleh sebab itulah, Islam mendobrak segala rantai penjajahan demi sebuah istiqlal (kemerdekaan) manusia. Dengan kemerdekaan batin senantiasa menemani lahir, kata lainnya, jiwa kan selalu dalam dekapan raga.

Merdeka tidak hanya diartikan bebas dari tekanan raga, namun jiwa harus jua menjadi kesatuan yang tak terpisahkan. Dari kemerdekaan dua unsur itu, maka lahirlah sebuah kemenangan yang hakiki. Laiknya seorang yang menjalankan puasa, maka harus diakhiri dengan mengeluarkan zakat sebagai aktualisasi dari pembersihan jiwa. Sehingga kemenangan pun menjadi raihan maksimal dari kemerdekaan lahir dan batin.

Bicara tentang Kemerdekaan Bangsa ini, saya ingin membatasi dengan “Hari-Kemerdekaan” saja. Kita sudah cukup banyak bahan refleksi dari setiap event kemerdekaan setiap tahun. Biarlah orang mengenang jasa para pahlawan bangsa, biarlah para pemimpin sibuk berbicara tentang hikmah hari Kemerdekaan, biarlah anak-anak sekolah disibukkan dengan baris berbaris dan pengibaran bendera. Tetapi apa yang telah pernah, sedang dan akan kita perbuat bagi bangsa dan negeri yang telah ‘menghadiahkan’ sebuah kemerdekaan (?)

Ah, rasanya terlalu idealis –bagi saya- jika berpikir perbuatan apa yang memberikan influence besar yang positif bagi Bangsa ini. Karena pada faktanya perjuangan Bangsa ini, kini sudah mulai terkotak demi perjuangan kelompok-kelompok tertentu. Mungkin tak ada lagi tujuan bersama, kalaupun ada hanyalah serpihan kepentingan bersama, bersama dengan kelompok kecilnya. Sudahlah, tokh, negeri ini tak kan menarik naskah proklamasinya hanya melihat kelompok-kelompok kecil yang masih ‘tertindas’. Konteks merdeka yang kini banyak dimaknai hanyalah terbebas dari jajahan bangsa lain, titik.

Pesimis (?) Oh, tidak tentunya. Karena makna kemerdekaan bagi saya tidak disandarkan pada nasionalisme kebangsaan, jika setiap yang meng-invasi dari luar bangsa kita adalah penjajah, maka kita hanya mengenal satu jenis penjajah, yakni kaum yang berbeda bahasa dan berwarna kulit berbeda dengan kita.

Dalam Islam, makna kemerdekaan melekat secara sempurna dengan kalimat Syahadat. Ketika yang disembah, dipatuhi, ditakuti hanya Allah SWT. Maka itulah kemerdekaan bagi seorang muslim, kemerdekaan lahir dan batin. Namun jika sudah ada tandingan-tandingan baru yang hendak menggantikan ‘posisi’ Allah, maka inilah yang sebenarnya disebut penjajahan.

So, jika kita melihat bagaimana awalnya bangsa ini berani meng-proklamirkan, tiada lain karena mereka yakin bahwa atas Rahmat dan Karunia-Nya lah Bangsa ini berani untuk merdeka, merdeka lahir maupun batin.

Tahukah Anda, bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945 yang bertepatan dengan 9 Ramadhan 1367 Hijriah (?) Melihat kenyataan ini, bisa kita ketahui bahwa pada bulan puasa pun para pendahulu tetap berjuang, bukan bermalas-malasan. Kemudian Nuzulul Qur’an pun memiliki tanggal yang sama dengan proklamasi kemerdekaan kita, yakni 17 (Ramadhan). Apakah ini hanya kebetulan belaka, sengaja diciptakan, atau ada kekuatan lain yang merencanakannya (?) Wallohu a’lam. Hanya saja, yang pasti terdapat tiga angka 17 (Seventeen) yang menjadi angka sakral bagi bangsa Indonesia, terutama bagi mayoritas penduduknya yang muslim. Yakni 17 Agustus (Proklamasi), 17 Ramadhan (Nuzulul Qur’an), dan 17 Rakaat (shalat). Lantas, apa hubungannya antara 17 Agustus dengan 17 Ramadhan dan 17 Rakaat (?). Di dalam Pembukaan UUD 1945 tertulis, “Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya”. Sungguh sebuah pengakuan yang jujur dari para “Founding Father” bangsa kita bahwa Proklamasi 17 Agustus hanya bisa diperoleh dengan berkat dan Rahmat Allah SWT.

Mari kita perhatikan, Jenderal mana yang berani bertaruh, bambu runcing bisa mengalahkan meriam (?) Ahli strategi perang mana yang berani menjamin bahwa tentara dadakan mampu bertempur dan menang melawan tentara musuh (Belanda, Jepang) yang professional (?) Para pejuang kita dahulu, sebagian besar adalah umat Islam, tidak hanya bergerilya keluar masuk hutan membawa bambu runcing dan senjata seadanya, tapi mereka juga menggunakan 17 Rakaat sebagai media untuk memohon kepada Allah SWT agar kemerdekaan ini bisa diraih. Sehingga ketika kemerdekaan dicapai, fakta historis itu dicatat dalam sebuah ungkapan jujur, “Atas berkat rahmat Allah …”.

Demikianlah kita bisa melihat adanya keterkaitan yang jelas antara 17 Rakaat dengan makna 17 Agustus. Lalu apa kaitannya dengan 17 Ramadhan (?) Nuzulul Qur’an, 17 Ramadhan adalah saat diturunkannya Al-quran, yang ayat pertamanya adalah “Iqra” (Bacalah!). Apa yang perlu dibaca (?) Ya benar, Ayat Allah. Baik ayat yang berupa Alam semesta, maupun ayat berupa wahyu Allah, yaitu Al Qur’an.

Dengan firman pertama itu, seolah-olah Allah berkata, “Bacalah alam ini, pelajari, dan budidayakan untuk kemaslahatan kalian semua! Bacalah Al Qur’an sebagai pedoman hidup kalian”. Keduanya harus kita jalankan dalam rangka menjaga keseimbangan antara hati dan otak. Mengharmoniskan hubungan antara kemajuan intelektual dengan kemantapan akidah. Dari ketiga angka sakral 17 tersebut, bisa ditarik benang merah bahwa dengan melaksanakan 17 Rakaat kita isi 17 Agustus dengan berpedoman pada petunjuk yang turun di 17 Ramadhan.
(AW)

Sempatkah kita berpikir atau sedikit berhayal, apa yang umat Islam lakukan di Dunia saat Ramadhan tiba (?) Pastinya kita akan banyak menemukan keunikan, keragaman dan keanehan. Rasanya kita setuju bahwa planet bumi yang kita pijaki ini memiliki satu bulan, tapi fakta bulan yang menempatkan pada waktu Ramadhan itu memiliki jutaan keragaman aktivitas dengan tujuan yang satu, puasa dan peningkatan spritual yang seragam di bulan itu. Untuk mengetahui aktivitas apa saja yang akan dilakukan muslim di Dunia pada Ramadhan, marilah kita simak fakta dari budaya, kebiasaan, candaan, atau hal-hal lainnya tentang Ramadhan yang dikumpulkan oleh team dan perwakilan Cordova di belahan bumi.

Amerika
1. Puasa tahun ini sampe 15 jam
2. Ramadhan tepat di puncak Summer
3. Tidak terdengar suara adzan, tidak ada kentungan atau imsak
4. Buka puasa dengan hotdog, or burger
5. Suasananya seperti bulan biasa
6. Masjid Nurul Mustafa, di pinggir kota Johnston County, North Carolina, selalu marak saat ramadhan dengan lampu-lampu hias.

Australia
7. Jangan telat sholat Tarawih di Masjid Lakemba, coz parkir mobilnya Selalu penuh.
8. Belanja Persiapan Buka Puasa di Toko Asia di Perth
9. Masjid Gold Coast selalu ramai jemaah saat waktu buka puasa
10. Selalu ditemukan remaja muslim yang menggenakan busana muslimah di Mall-mall
11. Houssam Dannaoui dari Medina Halal Meats bekerja dua kali lebih keras selama 30 hari Ramadhan
12. 30 Masjid di Melbourne dan sejumlah ruangan yang biasa dipakai shalat berjemaah selalu hangat dan ramai, seperti di Flemington dan Roxburgh Park
13. Steak dan kurma menjadi Menu favorit buka puasa di Australia
14. Muslim Australia ingin lebih banyak membaca atau memastikan bahwa mereka memiliki pakaian bagus untuk pergi ke masjid, karena tidak semua orang memakai jilbab sepanjang tahun.
15. Rumah makan menjadi pusat iftar (buka puasa) dan berjalan di seluruh kota
16. Wakil Presiden ICV (Islamic Centre Victoria) mengatakan kalau seluruh keluarganya berprilaku lebih baik selama bulan Ramadhan.
17. Di Canberra tidak ada perbedaan awal puasa.

Rusia
18. Puasa di Negeri Beruang putih tahun ini selama 17 jam
19. Buka puasa di masjid Yarjam, sebelah utara Moskow sangat menyenangkan. Umat Islam berkumpul hampir disetiap waktu sholat. Terlebih saat waktu buka puasa
20. Di masjid Yarjam terdapat Al-Quran terjemahan bahasa Indonesia.
21. Hampir di setiap masjid terdapat bazaar-bazaar dadakan setiap Ramadhan tiba. Mereka menjual buku-buku islami, souvenir, minyak wangi dan kopiah.
22. Di Rusia kini terdapat 8000 masjid, dan 20 juta muslim. Dua juta diantaranya berada di Moscow. Sehingga pada Ramadan, kota ini sangat semarak dengan nuansa Islami

Antartica
23. Aplikasi pengingat waktu sholat jadi andalan, begitu pun waktu berbuka maupun sahur.
24. Buka puasa dengan kopi atau teh hangat. Jika ada, bandrek atau bajigur menjadi minuman favorit.

Kanada
25. Komunitas muslim yang terbanyak di Toronto
26. Waktu puasa 14 jam, dari pukul 05.00 – 21.00
27. Menu khas buka puasa Kebab
28. Menjelang Iedul Fitri selalu ada Canada Exhibition, tempatnya di Rogger Centre. Selalu juga dikunjungi oleh pejabat teras.

Inggris
29. Mahasiswa muslim di University of Glasgow dapat menikmati buka puasa nasi kari ala Pakistan dan kurma di Masjid dan Islamic Center Kampus.
30. Organisasi-organisasi muslim di Inggris kerap mengadakan acara diskusi keislaman setiap Ramadhan tiba di setiap masjid.

Turki
31. Hidangan buka puasa di Turki menjadi sesuatu yang sangat menarik, karena hampir semua restoran yang ada menawarkan menu khusus yang sama.
32. Menu yang sering dihidangkan saat berbuka puasa adalah ‘Iftariye’ atau appetizer Plater. Terdiri dari kurma, zaitun, keju, pastirma, sujuk, roti pide dan juga berbagai kue-kue yang disebut “borek”.
33. Menu yang biasa disantap saat sahur adalah Makarna (makaroni) atau pilav (nasi Turki) dan yang spesial adalah Hosaf (komposto), semacam manisan buah-buahan.
34. Semarak Ramadhan di Turki mirip dengan di Indonesia, karena mayoritas penduduk Turki adalah muslim, maka hampir di setiap jalan dan masjid-masjid di Turki terang dengan lampu-lampu khas Ramadhan di Timur Tengah.
35. Di area Blue Mosque menjadi tempat favorit untuk menunggu waktu berbuka puasa
36. Buka puasa gratis di tenda iftar Blue Mosque
37. Setiap Kadir Night “Malam Lailatul Kadar” di masjid-masjid besar selalu di perlihatkan janggut Rasulullah SAW.
38. Televisi-televisi di Turki menayangkan aneka acara untuk menemani masyarakat santap sahur.
39. Masyarakat Turki lebih memilih minum teh saat berbuka maupun sahur.
40. Hiburan malam masih beroperasi

Kosovo
41. Ramadhan di negara ini akan menjadi sangat sibuk bagi para cendikiawan muslim, sebabnya mereka harus berdakwah ke semua pelosok negeri untuk mengisi dan meramaikan masjid-masjid.
42. Setiap tahunnya, di bulan Ramadhan, para cendikiawan dan para dermawan mengumpulkan dan mendistribusikan sekitar 20 ton daging untuk kaum duafa, rumah-rumah sakit, lembaga untuk orang-orang cacat dan kantin mahasiswa Pristhina.
43. Nuasa Ramadan begitu terasa di Kosovo di mana banyak toko-toko yang sudah menjual makanan khas tradisional, kurma dan bermacam-macam permen.

Jepang
44. Dorayaki jadi menu khas berbuka puasa
45. Masjid Jami Yoyogi, salahsatu masjid di sebelah Selatan Tokyo menjadi tempat menarik menanti waktu berbuka puasa (ngabuburit).
46. Setiap Ramadhan selalu ada agenda KMII (Komunitas Muslim Islam Indonesia) yang dihadiri bukan hanya WNI, tetapi muslim pribumi juga muslim dari negara lainnya. Acara rutin per-minggu itu selalu diadakan di masjid sambil buka bersama.
47. Sedikit sulit mencari masjid untuk shalat tarawih

Pakistan
48. Tidak ada berbuka puasa di Pakistan tanpa Samosa, warung Samosa yang bertebaran di Bulan Puasa menawarkan versi pedas dan manis. Samosa semacam roti yang dicampuri kacang dan daging.
49. Pakora plus saus hijau jadi cemilan saat sahur
50. Toko-toko di siang kebanyakannya tutup. Dan mulai buka setelah sholat Ashar hingga tengah malam
51. Hampir seluruh masjid baik di Islamabad maupun di kota-kota besar lainnya seperti Peshawar, Lahore, Multan, Karachi, menyediakan iftar jama’i (buka bersama) dengan menu andalan Chawal Briyani (Nasi Briyani ). Untuk ta’jil (hidangan pembuka) penduduk Pakistan selalu menghidangkan makanan tradisional ala sub-kontinen Pakoura dan Samosa
52. Menjelang akhir Ramadhan, seluruh masjid menyelenggarakan Sabina (mengkhatamkan al-Qur’an ) yang dibaca dalam sholat tarawih selama tiga hari menjelang akhir Ramadhan.

India
53. Adzan Maghrib hanya dikumandangkan di masjid dan daerah-daerah yang populasi umat Islamnya besar, seperti Hyderabad, Mumbai, New Delhi dan Kashmir
54. Waktu sahur pukul 05.15, dan waktu Maghrib pukul 18.30. Hampir sama dengan Indonesia.
55. Berpenduduk sekitar 1,1 Miliar (Jumlah penduduk terbesar kedua setelah Cina), dengan penduduk Muslim sekitar 156 Juta. Namun nuansa Ramadhan masih terasa hangat.
56. KBRI New Delhi dan KJRI Mumbai kerap melaksanakan sekaligus menjadi pusat rangkaian acara kegiatan selama Ramadhan.
57. Di Ikhla dan Jama Masjid, Delhi. Sepanjang Ramadhan menjadi tempat berkumpul bagi para mahasiswa dan masyarakat Indonesia. Karena kemudahan dalam memperoleh makanan khas ramadhan.

Jordan
58. Mansaf adalah hidangan khas Jordan. Terdiri dari daging domba yang dibumbui dengan rempah-rempah. Selalu tersedia untuk menu buka puasa.
59. Qantayyif adalah pancake lezat rasa kayu manis diisi dengan kenari dan gula. Selalu ada untuk ta’jil puasa.
60. Masjid Universitas Yarmouk selalu ramai dan padat saat tarawih dan itikaf di sepuluh hari terakhir Ramadhan
61. Mahasiswa Indonesia atau Warga Asing sering menjadi ‘selebritis dadakan’, karena sering diundang pada acara buka puasa di stasiun TV atau Radio. Juga orang Arab yang berebutan ingin mengundang buka puasa di rumahnya.

Palestina
62. Lentera dan lampu-lampu menyala di sudut-sudut lorong di kota Gaza
63. Tahun ini, sebagian rakyat gaza mengatakan bulan puasa akan berlangsung sulit. Selain cuaca sangat panas, di Gaza sering terjadi pemadaman listrik. Itu akibat bahan bakar yang minim di wilayahnya.
64. Suhu sangat tinggi, tidak ada kipas angin, tidak ada pendingin ruangan, dan tidak bisa menyimpan makanan di kulkas, karena tidak ada listrik.
65. Tahun ini warga Gaza kembali menikmati produk kemasan, seperti minuman kaleng, jus, selai dan manisan. Sebelumnya produk-produk itu tidak bisa masuk Gaza, karena diblokade tentara Israel.
66. Di kota tua Yerusalem, warga memadati gerbang Damaskus, pintu masuk ke pusat muslim. Mereka belanja beragam makanan yang menjadi santapan khas berbuka puasa
67. Di Masjid Al-Aqso umat Islam penuh dan padat sepanjang hari selama bulan Puasa.

Egypt
68. Fenomena ‘Maidah Rahman’ (hidangan kasihsayang), buka puasa gratis (ta’jil dan makan) di setiap Masjid dan tenda-tenda yang tersedia.
69. Polisi lalu lintas tanpa sungkan memegang mushaf Al-Quran dan membaca-nya di sela tugas di jalanan ibukota.
70. Penumpang bus berdesakkan sembari membaca Al-Quran dengan mushaf ditangannya.
71. Maraknya lampu dan lentera vinus bertuliskan ‘Ramadan Kareem’
72. Menjelang waktu Maghrib (buka puasa) jalanan kosong. Semua orang berhenti untuk berbuka puasa

Arab Saudi
73. Jumlah jemaah yang berada di Masjidil Haram dan kawasannya, lebih banyak saat Ramadhan ketimbang waktu musim haji. Karena saat haji, jemaah tidak berkumpul hanya di Makkah (Masjidil Haram). Berbeda dengan bulan puasa, mayoritas jemaah berada di Masjidil Haram.
74. Saat waktu buka puasa lebih dari 12.000 meter taplak meja dibentangkan setiap hari di areal Masjid. Petugas menyediakan makanan berbuka di Masjidil Haram, Kerajaan Saudi dan para dermawan mengeluarkan dana setiap hari mencapai sekitar setengah juta riyal Arab Saudi (sekitar 134.000 dolar AS) atau setara Rp 1,2 miliar.
75. Jumlah kurma yang dikonsumsi setiap hari oleh orang yang berbuka puasa di Masjidil Haram diperkirakan berjumlah lebih dari 5 juta buah. Artinya, dengan 1,2 juta orang Muslim yang mengerjakan shalat di Masjidil Haram, jumlah itu berarti sama dengan tiga kurma untuk setiap orang.
76. Penduduk asli berebutan mengajak WNA untuk berbuka puasa
77. Tarawih satu malam satu juz, sehingga selama Bulan Ramadhan khatam Al-Qur’an
78. Pahala umrah, puasa, ibadah lainnya di Masjidil Haram semakin berlipat
79. Setelah sholat Tarawih di Masjidil Haram, malamnya ada shalat Qiyamul Lail berjemaah
80. Harga-harga hotel melambung tinggi, tentunya berbeda dengan di Indonesia yang mengadakan promo saat bulan puasa.
81. Pengemis marak disepanjang jalur menuju Masjid
82. Ta’jil dengan kurma, gahwah (kopi khas Arab) dan air Zam-Zam
83. Syeikh Sudais (Imam Masjidil Haram) selalu memberikan infak, shadaqah dan zakat kepada ribuan mahasiswa di Timur Tengah
84. Harga-harga makanan dan bahan pokok kebutuhan rumahtangga stabil, bahkan tidak jarang memberikan diskon-diskon besar
85. Pertokoan dan dunia kerja lainnya, umumnya dimulai menjelang buka hingga waktu sahur.

Indonesia
86. Tetap semangat kejar setoran
87. Tiket KA ‘ludes’ 40 hari sebelum lebaran
88. Mudik menjadi budaya di akhir Ramadhan
89. Macet menjadi fenomena di setiap mudik dan arus balik
90. Kolak dan es buah menu favorit buka puasa
91. Pengemis marak di setiap traffic light dan masjid-masjid besar
92. Pesantren kilat menjamur
93. Masjid-masjid penuh di awal hingga pertengahan Ramadhan
94. Semangat ngaji dan tarawih
95. Meski dilarang, petasan menjadi suara khas di bulan Ramadhan
96. Siaran TV dan selebritis negeri menjadi sangat Islami
97. Harga Sembako naik tinggi setiap akhir Ramadhan
98. Ketupat menjadi makanan khas lebaran
99. Ucapan selamat hari raya yang ramai di sms mobile

Tentunya masih banyak aktivitas dan fenomena berpuasa di belahan bumi lainnya. Jika memiliki data, info ataupun pengalaman puasa di negeri orang. Bisa komunikasikan dengan kami.

Berikut ini adalah dokumentasi foto realisasi kegiatan Connecting Care yang dipersembahkan oleh jamaah smartHAJJ 1431 H untuk korban erupsi Merapi 2010. Connecting Care merupakan bagaian dari kegiatan Wukuf Live smartHAJJ 1431 H yang diselenggarakan pada tanggal 15 November tahun 2010 lalu di Balai Kartini Jakarta. Connecting Care menghubungkan jamaah haji yang sedang melaksanakan wukuf di Arafah dengan keluarganya di Jakarta serta saudara-saudara muslim yang sedang dilanda bencana akibat letusan Gunung Merapi di Yogyakarta.

no images were found

Hampir satu bulan sekali, saya selalu diajak melihat film-film terbaru di bioskop seantero Jakarta. Baik ditengah kota dengan venue theatre yang menakjubkan, hingga ruang-ruang bioskop yang nyaris tak ber-ac. Semuanya dicoba untuk sekedar melihat bagaimana sebuah ‘show’ disajikan dari setiap cinema building. Sungguh, ajakan voltage –rekan saya- itu bukan sebatas untuk menyaksikan film-film Hollywood. Karena sesungguhnya, untuk menikmati itu, kita bisa melihat secara privat di ruang sendiri, terlebih dengan kecanggihan Rapidshare dalam me-download beragam film mancanegara termasuk film-film Hollywood terbaru, bisa kita lakukan sesuai selera. Namun ada sesuatu yang selalu menjadi menu diskusi kecil tentang segala yang kita lihat, baik di sepanjang jalan menuju venue, maupun mengupas ringan tentang cerita dan teknologi dari film yang usai ditonton. Dari ide cerita, aktor, audio, sampai fasilitas kursi yang diduduki kadang menjadi bahan obrolan. Terlebih teman saya satu lagi, Dims. Dia sangat antusias dengan film-film animasi –terkecuali Ipin Upin mungkin-, kadang ia ‘berubah’ menjadi seorang petugas Lembaga Sensor Film Animasi, saking detailnya mengomentari segala yang kami lihat.

Masih ingat dengan event Wukuf Live Cordova beberapa hari lalu (?), agenda tahunan yang sejak tiga tahun digagas sebagai media interaktif ini, menggagas jalinan cinta antara Indonesia dan Arafah. Sekaligus sebagai media ‘transfer’ doa antara keluarga di Tanah Air dengan smartHAJJ di Arafah. Menatap dan menyaksikan bagaimana sesungguhnya mereka berwukuf, sembari berharap dimensi kesuciannya menyelinap diantara jutaan doa yang terpanjat. Merasa diri berada dihamparan padang nan luas, bersama mengetuk langit berharap keberkahan menyelimuti dua tempat sekaligus pada waktu yang tepat. Yah, betapa indah nuansa wukuf di Padang Arafah, partikel suci-nya menyentuh aura manusia yang terbentang puluhan ribu mil. Terbang bersama jutaan doa bagi Bangsa tercinta. Setiap mata yang bersaksi, pasti meyakinkan, betapa wukuf menjadi sebuah momentum tuk menyatukan harmoni pada mahligai yang hakiki. Melekatkan rasa pada jiwa manusia tuk bersama ‘istighasah’ di dua ranah yang berbeda. Demikianlah ketika Indonesia ber-wukuf.

“Ketika Bumi diguncang gempa, dan keluarlah beban (energi) dari perut bumi, dan manusia berteriak ‘Ada apa?!” (QS. Al-Zalzalah 1-3).

Kering sudah airmata yang menimpa bangsa ini, alam secara estafet ‘menyapa’ lingkaran hidup kita. Terus dan terus tanpa celah tuk menghindari ‘sapaannya’. Ada yang berpendapat bahwa gempa bumi dan bencana alam lainnya merupakan peristiwa alam yang tiada campur tangan Allah sedikit pun. Keterlibatan Allah, -menurut mereka- telah selesai dengan selesainya penciptaan alam. Ada juga yang memahaminya sebagai kehendak Allah semata, tidak ada keterlibatan siapa pun, seolah tiada sistem yang ditetapkan Allah bagi tata kerja alam ini. Namun ada juga yang memahami setiap bencana alam ini adalah peristiwa alam, namun ada keterlibatan Allah dalam memberi Rahmat dan Pemeliharaan-Nya. Memang, gempa –sesungguhnya- tidak terjadi begitu saja, Allah SWT tidak sewenang-wenang memerintahkan bumi berguncang, laut menerjang sehingga terjadi bencana. Karena sebelumnya ada hukum-hukum yang ditetapkan-Nya menyangkut sistem kerja alam raya. Inilah hukum-hukum alam.

Profesor Riset Astronomi-Astrofisika LAPAN dan Anggota Badan Hisab Rukyat Kementerian Agama RI, Thomas Djamaluddin memastikan 1 Syawal 1431 H jatuh tepat Jum’at, 10 September 2010. Menurut dia, pada Rabu malam, posisi bulan sudah berada di bawah ufuk. “Insya Allah satu Syawal jatuh pada Jumat 10 September, karena pada 8 September bulan masih di bawah ufuk, sehingga semua kriteria belum masuk awal Syawal,” kata Djamaludin. Ia juga memperkirakan sejumlah ormas Islam akan menghasilkan kesimpulan yang sama. Asumsinya, papar dia, penetapan 1 Syawal didasari dengan penetapan hari pertama puasa. Pada saat menentukan hari pertama puasa, lanjutnya, sebagian besar ormas Islam sepakat pada hari yang sama. Oleh karena itu, secara otomatis perayaan hari Idul Fitri juga sama.

Serba-Serbi Ramadhan

Berkirim parsel kepada saudara, kerabat, dan kolega di hari raya Idul Fitri seakan sudah menjadi semacam tradisi. Parsel atau bingkisan aneka makanan dan produk lain yang dikemas secara menarik sangat ramai dijual di pasaran menjelang lebaran. Selama tak bertujuan untuk menyuap atau mempengaruhi seseorang karena jabatannya, berkirim parsel tak jadi masalah. Untuk menghindari terjadinya penyalahgunaan jabatan dan wewenang, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan pemerintah telah melarang para pejabat untuk menerima parsel yang terkait jabatannya. Sejatinya, saling berkirim parsel kepada saudara, kerabat, atau kolega berfungsi untuk mempererat ikatan silaturahim antara pengirim dan penerima. Di balik kemasannya yang menarik, para konsumen Muslim sebaiknya berhati-hati dengan aneka produk yang dikemas dalam parsel, terutama pada makanan dan minuman.