Rasanya baru kemarin saya menulis aktivitas mudik lebaran di smartBLOG ini, ternyata sudah kembali harus merasa bagaimana rutinitas mudik tahunan ini berlangsung. Nampaknya, rutinitas mudik menjadi sakral dilakukan bagi mereka yang merantau, pulang kampung adalah sesuatu yang tak bisa digambarkan, meski harus berjubel melawan pikuk manusia dan antrian panjang kendaraan, gairah mudik tak pernah terbendung oleh semua itu. Merayakan hari kemenangan bersama sanak keluarga rasanya menjadi semacam ‘menu’ khusus di setiap tahun. Sulit dirasakan bagaimana indahnya perjalanan mudik yang mereka lakukan, terlebih oleh sebagian masyarakat yang tidak pernah melakukan mudik, atau mereka yang resah berada di tengah gelombang macet ribuan kendaraan.

Saya bisa bayangkan bagaimana kondisi pagi hari 17 Agustus 1945 itu, di halaman sebuah rumah di jalan Pegangsaan, Jakarta, menjelang pukul 09.00 WIB. Suasana yang menderu, menggelombang dan menegangkan. Semua yang hadir tahu, mereka akan melakukan sesuatu yang luar biasa. Sesuatu yang menerjang kebiasaan, sesuatu yang membuka tabir gelap, dan sesuatu yang mengalir kencang melalui degup jantungnya. Saya juga merasakan bagaimana kering kerontangnya saat itu. Yah, saat moment penting kan di-proklamirkan, meski tanpa terlebih dulu meneguk secangkir kopi atau teh hangat, guna menjaga rasa grogi. Sang proklamator dengan lantang membaca teks kemerdekaan. Teks yang hanya tertulis tangan itu, mampu menembus setiap jiwa di seantero negeri, serta meluluhkan penjajah untuk segera hengkang. Saya semakin merasakan bagaimana hiruk-nya saat itu, euforia, dan airmata menyembur dari setiap kelopak yang membanjiri halaman itu. Takbir, syukur dan tahmid menggelegar di hari yang juga bertepatan dengan 8 Ramadhan 1364 H.

Jakarta(Pinmas)–Menteri Agama Suryadharma Ali menegaskan, Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH) 2010 baru bisa diumumkan pada pekan depan dari seharusnya 15 Juni 2010. Hal itu karena pemerintah harus mengkomunikasikan banyak hal. BPIH 2010 dipastikan turun paling sedikit 36 dolar AS. Hal itu disampaikan Surya setelah mengikuti Rapat Kabinet Terbatas tentang penyelenggaraan ibadah haji bersama Presiden Susilo Bambang Yudhyono, di Kantor Presiden, Selasa (13/7). “Tadi saya sebutkan ada hal-hal yang belum bisa dikomunikasikan, mudah-mudahan tidak lebih dari satu minggu itu sudah diputuskan,” kata Surya.

Pemerintah telah memutuskan penggunaan vaksin meningitis untuk para calon jamaah haji. Hal itu diputuskan setelah tender pengadaan vaksin dimenangkan oleh PT Biofarma. Dari persyaratan yang telah ditetapkan, hanya produsen vaksin asal Belgia, Glaxosmithkline (GSK), yang sesuai. Dirjen Bina Farmasi dan Alat Kesehatan (Binfar Alkes) Kemenkes, Sri Indrawati mengatakan, terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi. Mengenai mutu, dan keamanan menjadi pertimbangan Kemenkes. Selain itu, hingga saat ini hanya GSK yang terdaftar di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Proses tender, kata Sri, tidak berlangsung lama. “Kita sudah melakukan tender secara terbuka, tapi hanya ada satu peserta,” ujarnya ketika dihubungi Republika, Kamis (15/7). Akhirnya, pihaknya melakukan penunjukan langsung kepada Biofarma sebagai peserta tunggal proses tender. Penunjukan langsung ini bukanlah yang pertama. Pada dua kali tender sebelumnya, pihaknya juga melakukan penunjukan langsung. Hal itu dilaksanakan atas usulan dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/jasa Pemerintah (LPPK).

Jakarta-. Pemerintah mempersiapkan langkah tegas untuk menyikapi penolakan penggunaan vaksin meningitis bagi calon jamaah haji (CJH). Menurut Menag Suryadharma Ali, semua CJH diimbau agar bersedia diberi vaksin meningitis. Sebab, pemerintah Arab Saudi mewajibkannya. Bila CJH tidak mau divaksin, Kemenag sebagai operator tunggal haji tidak akan memberangkatkan ke tanah suci. “Alasannya demi perlindungan kesehatan yang bersangkutan. Jamaah yang menolak harus menanggung risiko. Bisa saja pemerintah Arab Saudi menolak kedatangan peserta ibadah haji yang belum divaksin meningitis,” katanya hari Jumat, 25 Juni lalu.

Menyoroti banyaknya anak didik yang mengalami stres, depresi hingga berujung kematiaan dengan membunuh diri akibat tidak lulus Ujian Negeri (UN), membuat semua pihak khawatir, terlebih para orangtua yang masih memiliki anak sekolahan. Ada apa sesungguhnya dengan dunia pendidikan kita (?) Apa sebenarnya tujuan pendidikan, dan benarkah UN satu-satunya gerbang menuju kesuksesan (?). Jika diperhatikan bahwa dari tujuan pendidikan umum menurut UU No 2 tahun 1985, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya, yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berbudi Pekerti luhur dst. Jelas bahwa pendidikan merupakan character building bangsa yang penuh dengan adab. Sehingga proses pendidikan formal –sejatinya- menjadi prioritas para stakeholder dalam menentukan kualitas anak didik.

Kala Rindu Terpasung

Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, mendapatkan visa umrah tahun ini begitu complicated. Entahlah apa semua ini murni karena kebijakan Pemerintah Arab Saudi yang membatasi kuota jemaah umrah, sehingga pelayanannya semakin maksimal, atau ada intrik dari pihak lain yang hanya memandang aktivitas (baca; umrah) ini sebagai kesempatan besar guna meraup margin berlipat-lipat. Saya dan mungkin juga Anda tidak akan banyak berbuat, ketika semua ruang informasi tertutup rapat. Jika pun ada, hanya bersifat himbauan dan info sepihak. Tanpa transparansi yang clear mengenai “Kisruh” yang terjadi. Tapi rasanya, tidak fair saya beropini masalah ini yang bukan kapasitas seorang WNI mengenai kebijakan pengeluaran visa tersebut. Semua tentunya sudah diperhitungkan secara matang demi kemaslahatan para tamu Allah di seluruh belahan bumi. Kini saya beranjak pada sorotan sisi lain akibat keterlambatan belasan ribu jemaah umrah Indonesia ke Tanah Suci. Kemarin saya berkesempatan masuk dan berdialog dengan salahsatu staff konsuler Kedubes Arab Saudi, meminta agar passport yang sedang dalam proses approval visa umrah jemaah kami segera keluar, mengingat keberangkatannya ke Tanah Suci telah mendesak. Namun sayang, mereka enggan memberikan permohonan itu sembari memperlihatkan saya pada satu tempat pengurusan visa yang ternyata telah menumpuk selama dua hari sebanyak 18.000 passport. “Visa itu akan keluar maksimal 5 hari kerja dari waktu passport masuk”, ungkapnya tegas, saya balik bertanya jika lebih dari lima hari belum keluar (?), “insya Allah keluar”, jawabnya tanpa antisipatif. Sedang info proses visa selama 5 hari itu baru didapatkan dua hari yang lalu.

Ada Apa Dengan Visa Umrah (?)

Sejatinya, jika masing-masing pihak atau stakeholder dalam menangani para tamu agung ke Tanah Suci mengedepankan kepentingan jemaah, maka permasalahan yang timbul belakangan ini akan sedikit diminimalisir. Meski –tentunya- tidak dinafikan bahwa mengais rezeki dari usaha tersebut tak bisa dielakkan. Tetapi sedikit disayangkan, jika hanya terlalu money orientied dengan seribu kepentingan meraup pangsa pasar yang menjanjikan, ternyata berakibat kisruh dan kekecewaan dari setiap calon jemaah umroh, lebih parah lagi visa umroh terlambat keluar dari schedule dan perencanaan setiap orang yang merindu Baitullah. Re-schedule bukan hal mudah bagi mereka yang telah memetakan agenda kesehariannya. Untuk masalah ini -baik batalnya ribuan orang berangkat ke Tanah Suci atau yang harus menunggu keluarnya visa- kita tidak lagi memiliki stock “Apologi” bahwa Allah belum saatnya mengundang kita ke Tanah Suci. Sebab semua itu adalah perangkat yang bisa dilakukan oleh para pemegang kebijakan baik di Indonesia maupun di Arab Saudi. Hakikatnya panggilan Allah untuk mengundang hamba-Nya sudah dijawab dengan hati dan perbekalan yang mantap. Hanya birokrasi duniawi yang memuluskan rencana suci tersebut. Sedikit kita merangkai teka-teki kenapa visa umrah tahun 2010 ini sedikit alot diterbitkan.

Menjelang keberangkatan jemaah umrah awal Maret ini, banyak kalangan yang merasa khawatir akan “Kisruh” Visa yang melanda hampir di seluruh agen penerbitan visa. Niat menggapai kemudahan dalam melangkah ke Tanah Suci, sedikit terganggu oleh birokrasi yang terkesan memonopoli kepentingan bisnis. Adanya suatu persyaratan mengenai prioritas penerbitan visa akan lebih mudah di proses, jika menggunakan salahsatu maskapai yang menjadi mitra bisnis dari salahsatu agen resmi penerbit visa tersebut, adalah suatu hal yang sangat disayangkan. Terlebih bagi jemaah yang memiliki style untuk dapat mendapatkan suatu perjalanan menggunakan maskapai pilihannya. Terjadi semacam “pemasungan” pilihan untuk mendapat fasilitas –yang sejatinya- dimiliki jemaah untuk menikmati perjalanan suci-nya. Betul jika masuknya kembali salahsatu maskapai penerbangan dalam rute Jakarta-Jeddah, menambah pilihan lebih semarak dan menguntungkan sebagian jemaah, tetapi dengan mensyaratkan “Harus” dengan maskapai tertentu, jika ingin mendapatkan visa umrah, inilah yang akan mengancam tradisi ‘Rahmatan Lil’alamin’ semakin pudar disetiap perjalanan haji maupun umrah.

Menjelang keberangkatan jemaah umrah awal Maret ini, banyak kalangan yang merasa khawatir akan “Kisruh” Visa yang melanda hampir di seluruh agen penerbitan visa. Niat menggapai kemudahan dalam melangkah ke Tanah Suci, sedikit terganggu oleh birokrasi yang terkesan memonopoli kepentingan bisnis. Adanya suatu persyaratan mengenai prioritas penerbitan visa akan lebih mudah di proses, jika menggunakan salahsatu maskapai yang menjadi mitra bisnis dari salahsatu agen resmi penerbit visa tersebut, adalah suatu hal yang sangat disayangkan. Terlebih bagi jemaah yang memiliki style untuk dapat mendapatkan suatu perjalanan menggunakan maskapai pilihannya. Terjadi semacam “pemasungan” pilihan untuk mendapat fasilitas –yang sejatinya- dimiliki jemaah untuk menikmati perjalanan suci-nya. Betul jika masuknya kembali salahsatu maskapai penerbangan dalam rute Jakarta-Jeddah, menambah pilihan lebih semarak dan menguntungkan sebagian jemaah, tetapi dengan mensyaratkan “Harus” dengan maskapai tertentu, jika ingin mendapatkan visa umrah, inilah yang akan mengancam tradisi ‘Rahmatan Lil’alamin’ semakin pudar disetiap perjalanan haji maupun umrah.