We Care Your UN
Saat ini adalah masa-masa yang menjadi kecemasan bagi sebagian orangtua yang anaknya akan menghadapi Ujian Nasional (UN). Sebuah ‘ujian pembuktian’ bagi anak didik selama masa belajarnya. Tidak berlebih, -terkadang- banyak diantara orang tua kelewat cemas dengan ‘memperketat’ setiap gerak anaknya. Padahal sesungguhnya, masa ini adalah waktu dimana mereka (anak didik) untuk rileks dan menenangkan pikir, kalaupun belajar -itu sebatas- mengulang tanpa menguras keras energy. Masa belajar telah terlewati, saatnya memasuki ‘Medan Juang’ adalah pembenahan mental. Mental menghadapi sebuah evaluasi pembelajaran. Yah, jika pada artikel “Let’s Jump Over The UN” lebih menggaris bawahi tentang proses belajar tidak ditentukan oleh UN, sehingga kesuksesan bukan semata karena telah menyelesaikan UN dengan baik. Namun idealisme itu kita simpan terlebih dulu, karena realita yang dihadapi saat ini adalah menghadapi UN, kesuksesan besar selalu bermula dari langkah awal, maka fokus kita untuk mereka yang mengikuti ujian adalah memberikan support bagaimana menghadapi UN dengan penuh tanggungjawab. Tidak panik, rileks, fokus dan jujur.
Setelah ikhtiar tergapai, maka kekuatan doa adalah penopang sejati dalam menyeimbangkan bangunan sukses. Karenanya, dalam memberikan support dan care bagi mereka yang akan melaksanakan UN, Cordova dengan tulus dan ikhlas, mencoba ambil salahsatu peran guna menyeimbangkan diantara ikhtiar mereka. Doa adalah senjata kami untuk mensupport mereka. Malam ini (9/04) Cordova mengundang para anak yatim dan keluarga Besar Cordova untuk melakukan pengajian Al-Quran dan doa bersama bagi mereka yang akan menghadapi UN.
Dengan untaian dan doa para Aytam (anak-anak Yatim) yang teramat ‘ajaib’ alias mustajab, diharapkan mampu memberikan kemudahan, kelancaran dan kesuksesan bagi mereka yang akan berjuang di ‘medan juang’. Diikuti dengan ‘wasilah’ air Zam-zam yang juga diberikan doa untuk kemudahan langkah mereka.
Value suci yang berputar di setiap pojok tempat kita mengaji menambah ‘keajaiban’ air Zam-zam semakin mengkristal tuk memberikan kekuatan pada setiap sel yang dilampauinya. Sebagaimana sabda Rasul, bahwa air Zam-zam akan mengikuti apa yang kita niatkan. Seperti halnya air putih biasa pun ketika kita berbaik sangka -dengan niatan yang baik- diawali rangkaian doa’ maka molekul-molekul yang terdapat dalam air itu akan menjadi untaian kristal yang teramat indah. Untaian yang akan memberikan energi positif bagi yang meminumnya. Terlebih dengan air Zam-zam, ia akan sangat menjadi penopang setiap awal kesuksesan, termasuk dalam menghadapi Ujian Nasional, pekan depan. So’ Mari kita rangkai langkah hidup ini melalui UN dengan penuh bahagia! With Love From Cordova
Berpetualang ke Green Canyon
Cerita akhir pekan kali ini, kami akan mengajak Anda ke Pantai Selatan Jawa, suatu tempat yang tak kalah menariknya dengan tempat wisata di luar negeri. Jika Amerika memiliki Grand Canyon, maka kita (Indonesia) mempunyai Green Canyon. Tempat ini menyimpan pesona luar biasa.
Let’s Jump Over The ‘UN’
Tidak lebih dari sepuluh hari lagi, bagi orang tua yang memiliki anak SMA kelas akhir, akan menghadapi ujian Nasional. Bagitu pun bagi siswa SMP dan SD, tidak lebih dari sebulan akan menghadapi semacam ujian ‘penentuan’. Yah, sebuah exam yang konon menjadi semacam pengujian kualitas selama mereka belajar di sekolah tersebut. Di kalangan masyarakat, UN (Ujian Nasional) seolah menjadi ‘momok’ yang menyeramkan. Bila gagal UN, maka ia akan sangat terpukul, dan ‘terhakimi’ oleh pandangan sosial ditempat mereka berada. Ditambah lagi kepanikan orangtua yang anaknya akan melakukan UN, sebagian dari mereka cenderung khawatir dan terkesan panik akut bagaimana menghadapi hari-hari itu. Dogma negatif bagi peserta UN yang gagal kerap menghantui mereka, padahal ‘pertarungan’ masih belum dihadapannya. Padahal –sesungguhnya- UN hanyalah sebuah sistem evaluasi belajar yang samasaja dengan exam-exam lainnya. Bedanya, UN berada di akhir ajaran sebelum mereka naik ke proses pendidikan lainnya.
Menyoroti banyaknya anak didik yang mengalami stres, depresi hingga berujung kematiaan dengan membunuh diri akibat tidak lulus Ujian Negeri (UN), membuat semua pihak khawatir, terlebih para orangtua yang masih memiliki anak sekolahan. Sebuah fakta yang teramat miris dan menyayat hati. Sering ditemukan kasus anak didik menebas segala cita dan harapannya dengan mengakhiri hidup hanya karena tak lulus ujian nasional. Alasannya –tentu- beragam, bisa karena malu oleh teman sekitar, takut dimarahi orang tua, hingga masalah ekonomis yang sulit tuk di tepis. Siapa yang salah (?) Pembuat kebijakankah, orang tua siswa, para pengajar, siswa sendiri, lingkungan sosial, ekonomi (?) Tentu semua pihak enggan tuk dipersalahkan, terlebih menjadi kambing hitam dalam kasus ini. Tetapi –sejatinya- ada beberapa faktor yang saling berkaitan untuk mencegah kondisi seperti ini. Diantaranya, sikap dan dorongan mental dari lingkungan sekitar anak didik dalam menghadapi UN. Baik keluarga, lingkungan sekolah maupun lingkungan dimana siswa itu berada.
Pandangan bahwa lulus UN adalah akhir dari episode sebuah proses pendidikan adalah Salah Besar. Dokrin-dokrin seperti itu hanyalah akan memperburuk mental siswa jika kelak tidak meraih kelulusan dalam menghadapi ujian nasional. Sikap orangtua, guru dan teman sekitar pun menjadi tameng segitiga dalam menjaga mental anak didik agar tidak drop menerima hasil apapun paska UN. Kelas hanyalah satu ruang kecil dalam membentuk karakter dan proses transfer ilmu dari guru pada anak didik. Sebaliknya diluar sana terbentang kelas-kelas besar tuk meraih segala cita dan tujuan hidup. Pendidikan formal dari satu tahap menuju tahapan lain adalah proses dari sebuah kesuksesan.
Contoh kecil, tidak selamanya orang yang lulus UN atau seorang sarjana sekalipun dapat dikatakan sukses. Karena kesusksesan terjadi ketika seseorang mampu merealisasikan ilmu yang didapat pada realita hidup sesungguhnya, bukan –hanya- tertuang dalam lembaran UN. Karena banyak ditemukan lulusan sebuah sekolah atau sarjana suatu universitas, tak berdaya melawan arus keras kehidupan nyata. Namun demikian, tidak lantas dijadikan alasan untuk tidak bersungguh-sungguh menghadapi ujian tersebut. Intinya bagaimana kita menyikapi UN itu sebagai salahsatu pintu menuju kesuksesan.
Jika Anda atau teman-teman membuka jendela dunia, maka banyak ditemukan tokoh-tokoh sukses top dunia, yang pernah mengalami kegagalan disekolahnya. Baik tidak lulus dalam ujian maupun drop-out dari sekolahnya. Diantaranya, Thomas Alfa Edison. Seorang ilmuwan dan penemu sepanjang masa. Bola lampu listrik, film kamera dll. ia temukan justru diluar bangku sekolah. Bill Gates, salah seorang yang menempati rangking terkaya di dunia, ia salahsatu pendiri raksasa perangkat lunak Microsoft, dan ia menemukannya setelah di drop-out dari kampusnya. Albert Einstein, ilmuwan yang terkenal dengan teori relativitas dan kontribusi kepada teori kuantum serta mekanika statistik justru harus putus sekolah saat masih usia 15 tahun.
Belum lagi dengan kisah perjalanan “Si Anak Batu”, atau Ibnu Hajar As-Qolani. Seorang ulama besar yang karyanya memperkaya khazanah ilmu dibelahan dunia. Saat sekolah ia tak lulus ujian, dan akhirnya harus putus sekolah. Namun dalam perjalanan pulang, ia istirahat disebuah hutan. Tak sengaja matanya melihat air yang menetes pada batu alam yang keras. Ia tertarik menyaksikan fenomena itu, hingga terus dipelajari begitu lama. Sampai akhirnya batu-batu yang tertetesi air itu sedikit demi sedikit berlubang hanya oleh setitik air yang terus menerus. Dari sana ia mendapatkan pelajaran hidup bahwa dengan keuletan dan sungguh-sungguh ia akan mampu mendapatkan kesuksesan, laiknya setetes air yang melubangi batu keras. Ia mulai belajar kembali dengan otodidak dan penuh keseriusan, hingga ilmunya terkenal sangat luas, dan para gurunya dulu berbalik menimba ilmu pada “Si anak batu itu”.
Well, kisah-kisah diatas adalah suatu perumpamaan untuk selalu berpikir positif pada setiap langkah terpijak, sesungguhnya tidak lulus UN bukanlah akhir dari segalanya. Kiamat sama sekali tidak ditentukan oleh Ujian Nasional. Pantang mati sebelum ajal, akhiri kisah tragis dengan senyum manis. Karena memang obat selalu pahit, namun sebagai manusia kita selalu memerlukannya. Tetap semangat, jangan pernah kalah oleh paradigma-paradigma semu!
So’ Let’s Jump Over The ‘UN’
Friday Story
Things to Do on Friday
Hari Jum’at adalah hari raya umat Islam. Atau dikenal dengan Sayyidul Ayyam (raja-nya hari), karena didalamnya memiliki faedah dan kebaikan yang berlimpah. Seperti hadist dari Aus bin ‘Aus, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Sesungguhnya di antara hari kalian yang paling utama adalah hari Jum’at. Di hari itu, Adam diciptakan, di hari Adam meninggal, di hari itu, tiupan Sangkakala pertama dilaksanakan, dan pada hari itu pula, tiupan kedua dilakukan (HR. Abu Daud, An-Nasai, Ibnu Majah dan Ahmad, Shahih). Setelah kita tahu bagaimana mulianya hari Jum’at, maka –tentunya- hari itu dipenuhi juga oleh ‘rambu’ yang seharusnya diperhatikan oleh umat Rasulullah SAW. Diantara amalan dan larangan (rambu) itu adalah; pertama: Terlarang mengkhususkan malam Jum’at dengan shalat dan siang harinya dengan berpuasa.
Sebagaimana Hadist Rasul dari Abu Hurairah, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Janganlah mengkhususkan malam Jum’at dengan shalat tertentu dan janganlah mengkhususkan hari Jum’at dengan berpuasa kecuali jika bertepatan dengan puasa yang mesti dikerjakan ketika itu.” (HR. Muslim)
Imam Nawawi Rahimahullah berkata, “Dalam hadits ini menunjukkan dalil yang tegas dari pendapat mayoritas ulama Syafi’iyah dan yang sependapat dengan mereka mengenai dimakruhkannya mengerjakan puasa secara bersendirian pada hari Jum’at. Hal ini dikecualikan jika puasa tersebut adalah puasa yang bertepatan dengan kebiasaannya, atau ia berpuasa pada hari sebelum atau sesudahnya, atau bertepatan dengan puasa nadzarnya seperti ia bernadzar meminta kesembuhan dari penyakitnya.” (Syarh Shahih Muslim, 8/19).
Kedua, ketika shalat Shubuh di hari Jum’at dianjurkan membaca Surat As Sajdah dan Surat Al Insan. Hadist dari Abu Hurairah, beliau berkata, “Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam biasa membaca pada shalat Shubuh di hari Jum’at “Alam Tanzil …” (surat As Sajdah) pada raka’at pertama dan “Hal ataa ‘alal insaani hiinum minad dahri lam yakun syai-am madzkura” (surat Al Insan) pada raka’at kedua.” (HR. Muslim).
Ketiga, Memperbanyak shalawat kepada Nabi di hari Jum’at. Hadist dari Abu Umamah, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Perbanyaklah shalawat kepadaku pada setiap Jum’at. Karena shalawat umatku akan diperlihatkan padaku pada setiap Jum’at. Barangsiapa yang banyak bershalawat kepadaku, dialah yang paling dekat denganku pada hari kiamat nanti.” (HR. Baihaqi dalam Sunan Al Kubro, hasan lighoirihi).
Keempat, Dianjurkan membaca Surat Al Kahfi di malam atau siang hari Jum’at. Hadist dari Abu Sa’id Al Khudri, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Barangsiapa membaca surat Al Kahfi pada hari Jum’at, maka ia akan disinari oleh cahaya di antara dua jum’at” (HR. Hakim, shahih).
Dalam lafazh lainnya disebutkan, “Barangsiapa membaca surat Al Kahfi pada malam Jum’at, maka ia akan mendapat cahaya antara dirinya dan rumah yang mulia (Ka’bah).” (HR. Ad Darimi, shahih mauquf)
Kelima, Memperbanyak do’a di hari Jum’at. Hadist dari Abu Hurairah, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyebutkan tentang hari Jum’at, lantas beliau bersabda, “Di hari Jum’at terdapat suatu waktu yang tidaklah seorang hamba muslim yang ia berdiri melaksanakan shalat lantas ia memanjatkan suatu do’a pada ALLAH bertepatan dengan waktu tersebut melainkan ALLAH akan memberi apa yang ia minta.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ada hadits yang menyebutkan tentang kapan waktu mustajab di hari Jum’at yang dimaksud. Hadits tersebut adalah dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, beliau bersabda, “Waktu siang di hari Jum’at ada 12 (jam). Jika seorang Muslim memohon pada Allah ‘Azza wa Jalla sesuatu (di suatu waktu di hari Jum’at) pasti ALLAH ‘Azza wa Jalla akan mengabulkannya. Carilah waktu tersebut yaitu di waktu-waktu akhir setelah ‘Ashar.” (HR. Abu Daud).
Keenam, Mandi Jum’at
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Barangsiapa (yang menggauli istrinya) sehingga mewajibkan mandi pada hari Jum’at kemudian dia pun mandi, lalu bangun pagi dan berangkat (ke masjid) pagi-pagi, dia berjalan dan tidak berkendara, kemudian duduk dekat imam dan mendengarkan khutbah dengan seksama tanpa sendau gurau, niscaya ia mendapat pahala amal dari setiap langkahnya selama setahun, balasan puasa dan shalat malam harinya.” (HR. Tirmidzi no. 496, An Nasai 3/95-96, Ibnu Majah no. 1078, dan Ahmad 4/9)
Mandi Jum’at ini menurut jumhur (mayoritas) ulama, hukumnya adalah sunnah (bukan wajib). Di antara alasannya adalah dalil, “Barangsiapa berwudhu di hari Jum’at, maka itu baik. Namun barangsiapa mandi ketika itu, maka itu lebih afdhal.” (HR. An Nasai, At Tirmidzi dan Ibnu Majah, shahih).
Al Bahuti Al Hambali mengatakan, “Awal mandi Jum’at adalah ketika terbit fajar dan tidak boleh sebelumnya. Namun yang paling afdhol adalah ketika hendak berangkat shalat Jum’at. Inilah yang lebih mendekati maksud.” Imam Nawawi menyebutkan, “Jika seseorang mandi setelah terbit fajar (Shubuh), mandi Jum’atnya sah menurut ulama Syafi’iyah dan mayoritas ulama.”
Di antara keutamaan mandi jum’at disebutkan dalam hadits, “Barang siapa berwudhu’ kemudian menyempurnakan wudhu’nya lalu mendatangi shalat Jum’at, lalu dia mendekat, mendengarkan serta berdiam diri (untuk menyimak khutbah), maka akan diampuni dosa-dosanya di antara hari itu sampai Jum’at (berikutnya) dan ditambah tiga hari setelah itu.”
(HR. Muslim)
(Sumber: fimadani.com)
History is Our Future
Pernahkah terpikir oleh kita bahwa sesuatu yang telah terjadi di masa lampau, sesungguhnya adalah potret perjalanan yang akan kita telusuri guna menghadapi masa depan yang masih abstrak. Kata orang, histori atau sejarah selalu diibaratkan dengan sebuah tongkat petunjuk arah perjalanan. Dalam Islam sering kita dengar ungkapan ‘Sunnatu At-Tadawul’ atau siklus perputaran. Setiap makhluk hidup akan berada pada track ‘Lahir, hidup, mati’, begitu seterusnya. Namun, Dzat Maha Pengasih tidak membiarkan kita hidup tanpa skenario. Oleh karenanya, Dia menciptakan kehidupan masa lalu (sejarah) sebagai bahan perenungan dan pijakan untuk membenahi segala proses menghadapi masa depan. Terkadang, bercermin pada sejarah memang sulit, dan terkesan meniupkan aroma romantisme belaka. Terlebih ketika suatu peristiwa terdahulu harus diwejentahkan pada tataran realitas kekinian. Namun, ketika sejarah itu kembali (dan pasti terulang) suatu saat –tentunya- dengan konsep dan wajah yang lain, kita telah memiliki tali kokoh guna menghindari kesalahan yang serupa. Pepatah mengatakan “Hanya Khimar (keledai) yang akan jatuh pada lubang yang sama”.
Subhanallah, benar tampaknya ALLAH SWT menciptakan masa lalu untuk masa depan. Dengan detail ALLAH menggambarkan bagaimana drama perjalanan makhluknya dimasa lampau. Masa ketika dosa pertama terjadi adalah rasa sombong yang diperankan oleh Iblis. Ketika ALLAH memberikan perintah sujud kepada Adam as, iblis malah mengutarakan keberatan yang terbalut oleh kesombongannya. “Bagaimana aku harus bersujud pada Adam yang diciptakan dari tanah, sedang aku dari api” (QS. Shad: 75-83). Dari kisah masa lalu ini, ALLAH mengajarkan manusia bahwa sifat sombong akan menjerumuskan kehidupannya.
Kedua, sejarah juga mengajarkan sesuatu yang sangat berharga. Yakni kesalahan pertama manusia, yang hal ini ditokohkan oleh nenek moyang umat manusia, Nabi Adam as. Sejarah mencatat, bahwa kepatuhan pada pimpinan, ketua, lebih tinggi lagi pada ALLAH SWT. Adalah hal mutlak yang harus menjadi perhatian manusia. Karena kesalahan pertama Nabi Adam adalah mengikuti hawa nafsu (iblis) dengan menyampingkan perintah ALLAH.
Subhanallah…Benar-benar DIA menciptakan masa lalu untuk pegangan manusia menghadapi kehidupan, kini dan seterusnya.
Whatever yang telah kita kerjakan di masa lalu, seharusnya menjadi sebuah pijakan hari ini, karena langkah kita hari ini adalah potret miniatur masa depan. Tak ada masa depan yang gelap, ketika sinar menembus hari ini, menyinari sepanjang perjalanan melalui kerja keras dan untaian doa.Tak ada masa depan yang hancur, ketika hari ini tersusun rapi bak jalan mulus yang menghantar destinasi. Terimakasih Tuhan yang telah menciptakan masa lalu sebagai pijakan kami hari ini.
Zero Time
Setiap orang memiliki waktu sama. Namun, tidak setiap orang memiliki kesempatan sama kala waktu berjalan. Waktu tak perlu ditunggu, karena ia kan menghampiri. Pun ditarik ulang, karena ia tak pernah kembali. Al-Waqt kas-Ashaif, (waktu bagaikan pedang), demikian pepatah Arab yang mengibaratkan waktu laiknya sebuah pedang. Jika pandai mengolah, maka ia kan bermanfaat. Tapi sebaliknya jika menyia-nyiakan, maka ia kan terhunus oleh sang waktu. Mengelola waktu yang baik, sebenarnya adalah pesan Nabi Muhammad SAW. Bagaimana menjadikan hari ini lebih baik dari hari kemarin, adalah modal dasar dalam mengayunkan langkah yang kokoh. Tatapan kedepan disertai planning smart, menjadikan aliran darah kita bergerak menuju langkah yang mantap menghadapi sang waktu. Namun terkadang kita, -termasuk saya-, seringkali terjebak dengan apa yang abstrak. Suatu rasa yang kerap melenakkan sang waktu. Senyap dari karya, hanya termangu menyaksikan biografi kehidupan manusia-manusia sukses. Padahal waktu berputar selalu sama dengan apa yang dilakoni. Kesempatan selalu datang tak terduga, faktor kosong dari needed lah kemungkinan besar yang melanda sebagian orang tuk enggan menggunakan waktu sebaik mungkin.
Zero time, atau waktu yang kosong seringkali membuat diri tak berkutik. Terbelenggu oleh angan yang menari liuk bak dancer dalam jeruji besi. Tak hanya itu, pesan Ilahiyyah pun mengisyaratkan agar disetiap kesempatan bernafas, hindari waktu kosong yang tak bermakna. ‘Jika Engkau telah mengerjakan sesuatu, maka segeralah cari aktivitas baru’ (QS: 94:7). Dari sana, munculah sebuah spirit baru dalam mencanangkan waktu agar lebih bermakna.
Summer selalu identik dengan masa libur panjang. Kala buah hati kita merasakan aktivitas diluar sekolah. Ada baiknya, sedini mungkin kita merencanakan liburan yang sarat akan makna. Bisa menambah wawasan dengan melakukan extra kulikuler, olahraga, bercocok tanam ataupun berlibur ke desa tempat nenek dan kakeknya berada. Namun jika Anda memiliki kesempatan luas serta rizki yang lebih, ada baiknya juga mengenalkan anak-anak kita pada Sang Pencipta lebih dekat. Ibadah, ziarah dan tamasya ruhiyah di tanah suci, nampaknya bisa menjadi alternatif perjalanan positif bagi keluarga di Summer nanti. Tidak hanya menyaksikan bagaimana perjuangan Rasulullah, kita juga memiliki kesempatan besar tuk mencurahkan keluh kesah di Bumi ALLAH SWT.
Selain ke Tanah Suci, bisa juga kita mengajak keluarga untuk mengenalkan kepada mereka tentang sejarah Islam dan perkembangannya. Atau destinasi yang memiliki trip langkah-langkah para Anbiya. Jordania, Palestina, Mesir, bahkan perjalanan perdagangan orang-orang terdahulu, Dubai dan Abudhabi bisa kita jumpai dengan pemandangan yang kini jauh lebih berbeda. Dengan gemerlap Arab yang lebih modern dan canggih.
Kesempatan berharga selalu datang tak terduga, selagi nyawa dalam raga, mumpung umur belum senja, menggapai ridla Azza Wa Zalla
Holy Destination
Sebuah perjalanan tentunya memiliki satu tujuan. Hidup adalah suatu perjalanan yang tak dipungkiri memiliki tujuan akhir jua. Begitu juga dengan kegiatan guna mengisi kehidupan pasti memiliki beberapa etape destinasi. Pekerja bangunan memiliki tujuan membangun suatu bangunan. Penjual tujuannya agar barang yang dijajakannya lekas terjual. Seorang guru ingin agar anak didiknya mengerti dan memahami ilmu yang diajarkannya. Begitu seterusnya setiap orang bekerja, salahsatu tujuannya adalah meng ‘Hidupi’ kehidupan. Begitu pula dengan Cordova, travel haji yang memiliki tujuan khusus bagi jemaahnya, bukan hanya menjadi jembatan para tamu ALLAH menuju destinasinya, namun ada sebuah tujuan yang lebih mendasar dari ruh dan semangat team Cordova dalam menghantarkan jemaah menuju satu titik suci, Baitullah, semua itu tiada lain adalah menciptakan setiap iklim perjalanan suci jemaah menjadi khusyuk dan menyenangkan kala berada dihadapan Rabb-nya.
Kenikmatan yang tiada tara saat bermunajat ditanah Arafah, saat bergumul diantara lautan manusia sembari mentadaburi tujuh putaran thawaf, bermandi kasih bersama jutaan manusia di Bumi Mina dan ziarah-ziarah Nubuwah di dua kota suci. Cordova team bukan hanya siap memberikan pelayanan spesial untuk Anda, namun lebih dari itu, setiap team dibekali rasa cinta dalam pelayanannya. Karena satu yang terpatri dalam jiwa mereka, Anda adalah tamu agung yang dimulyakan oleh ALLAH SWT., dasar itulah yang mampu menjadikan perjalanan suci Anda sarat dengan hal yang menyenangkan. ALLAH saja memberikan keistimewaan bagi tamunya, bagaimana dengan kami, karenanya, kami terus mencoba untuk dapat memberikan yang istimewa pula, try to be perfect.
Tujuan suci ini dilandasi oleh semangat juang team Cordova guna menggapai ridha dan maghfirah Azza wa Jalla, tanpa semua itu bisa saja kami tak pernah ada. Menjadi bagian dari penyambung manusia menuju Rabb-nya adalah sesuatu yang sangat penting dalam hidup dan tujuan Cordova. Karenanya, sekali lagi kami mencoba untuk lebih berarti melayani Anda.
Tak akan pernah terasa pelayanan kami jika Anda belum mencoba. Merasakan bagaimana getaran jiwa para muthawif saat bersama Anda di tanah suci. Merasakan bagaimana fasilitas yang kami persembahkan. Merasakan bagaimana tujuan Anda di tanah suci akan terkabulkan, insya ALLAH semua itu didasari oleh kekuatan cinta Cordova terhadap para tamu –Nya.
So, selagi masih terbentang kesempatan luas, nikmatilah perjalanan suci Anda bersama Cordova menggapai satu destinasi, yakni surga dan keabadian didalamnya. Insya Allah Yaa Rabb.
Keberangkatan smartUMRAH REI 2013
Departure smartUMRAH REI 2013/ 1434 H.
Minggu, 31 Maret 2013.
Bertempat di Saphire Lounge, Terminal 2 Bandara Soekarno Hatta.
no images were found
The Power of Trust
Rasanya kita tahu (sedikit ataupun banyak) tentang sejarah perjalanan dan keyakinan para Nabi, juga –tentunya- tentang bagaimana sikap mereka mengenai masadepan yang akan dijalaninya. Namun mereka juga kerap tidak mengetahui tujuan akhirnya, ketika sebuah perintah dititahkan. Seperti Nabi Nuh belum tahu banjir akan datang ketika ia membuat kapal dan ditertawai kaumnya. Nabi Ibrahim belum tahu akan tersedia Domba ketika pisau nyaris memenggal buah hatinya. Nabi Musa belum tahu laut akan terbelah saat dia diperintah memukulkan tongkatnya ke air laut. Nabi Muhammad SAW pun belum tahu jika Madinah adalah kota tersebarnya ajaran yang dibawanya saat beliau diperintahkan berhijrah. Yang mereka tahu adalah bahwa mereka harus patuh pada perintah Allah SWT dan tanpa berhenti berharap yang terbaik. Setiap kita –tentunya- memiliki harapan dari setiap apa yang kita jalani. Harapan (ar-rajaa) tidak boleh sirna selama manusia masih menjalani hidup. Ia harus tetap tumbuh seiring dengan rasa optimis dalam menghadapi kehidupan. Harapan adalah oksigen bagi jiwa yang masih menjalani kehidupan. Tanpa adanya kekuatan harap, derasnya gelombang kehidupan akan menghanyutkan manusia dalam keputus-asaan.
Dengan sebuah harapanlah manusia akan berani menjalani hidup, karena harapanlah seorang ibu menyusui anaknya, karena harapanlah kita menanam pohon meski kita tahu, kita tidak akan sempat memetik buahnya yang ranum bertahun-tahun. Sekali kita kehilangan harapan, maka kita akan kehilangan seluruh kekuatan untuk menghadapi dunia, begitu pelajaran yang sering saya dengar dari sosok guru sekaligus Bapak di Cordova.
Harapan bisa membuat warna dan keyakinan, membuat apa yang ada di dunia ini menjadi dinamis, dan harapan telah membuat perkembangan peradaban manusia sampai pada titik yang kita rasakan saat ini. harapan telah membuat yang mustahil menjadi mungkin. Adanya harapan untuk mempermudah manusia bepergian telah memunculkan berbagai alat transportasi yang semakin canggih dan cepat. Adanya harapan untuk mempermudah manusia berinteraksi dan berkomunikasi telah memunculkan alat komunikasi yang beraneka ragam. Berbicara mengenai harapan tentunya akan selalu terkait dengan kekecewaan dan kepuasan. Semuanya itu tergantung pada bagaimana cara manusia memandang atau menyikapinya. Kekecewaan akan didapatkan bilamana manusia telah diperbudak oleh harapan itu sendiri, yaitu ketika manusia memandang bahwa harapan-harapannya harus menjadi kenyataan, inilah salahsatu hal yang bersifat destruktif yang merupakan penyebab kehancuran hidup.
Sedangkan kepuasaan akan didapatkan bila manusia tidak diperbudak oleh harapan-harapan, tetapi manusia itu sendiri yang memegang kendali atas harapan-harapannya. Yang terpenting adalah bagaimana manusia menyikapi dan memandang sebuah harapan. Tidak dipungkiri bahwa harapan sebenarnya adalah sebuah “Energi”. Manusia seharusnya memandang bahwa harapan adalah sumber energi yang dapat memotivasi mereka untuk berbuat lebih dan berbuat yang terbaik tanpa tendensi apapun. Sehingga di kemudian hari akan didapatkan kepuasaan pada diri mereka karena menyadari telah melakukan hal besar yang tentunya memiliki manfaat yang besar bagi orang lain atau kehidupan.
Pun demikian dengan jemaah haji yang memiliki harapan untuk berangkat ke Tanah Suci pada tahun ini, namun terkendala dengan batasan kuota, masih memiliki harapan yang besar untuk tidak putus asa memohon dan berharap dengan segala kebajikan yang diamalkan. Karena itu juga sebagai bentuk pengharapan untuk menggapai sebuah cita-cita mulia.
Setelah harapan itu dikelola sebaik mungkin, maka –biasanya- “tangan-tangan” ALLAH bekerja di detik-detik terakhir usaha hamba-Nya. so’ Never Give up! Tetap Khusnudzon dan yakin pada-Nya apapun yang terjadi.
Mengenal Pulau Onrust
Setelah kita ‘menjajaki’ kota Lombok, dengan keindahan alamnya minggu lalu, kini Weekend Story akan mengenalkan kepada Anda tentang Pulau Onrust. Pulau yang sarat dengan sejarah ini kami rekomendasikan untuk Anda yang senang dengan wisata sejarah. Bukan hanya menikmati keindahan alam di salahsatu Kepulauan Seribu, namun juga mendapatkan perjalanan yang penuh dengan sejarah.