Si ‘Bungsu’ yang Ingin Maju
Di sebuah event Cordova, lelaki jangkung, berpakaian necis, disertai gitar yang dipetiknya, membuat para penonton terpukau dengan kepandaiannya membawakan sebuah lagu. Ia bukan seorang artis figur, ia juga bukan seniman jalanan yang diminta untuk meramaikan acara tersebut. Ia adalah Bambang Ferdian, atau sering disebut si ‘Bungsu’, gitaris dalam band ‘Satuvisi‘ yang juga seorang design grafis, sehari-harinya berkerja di balik ruangan CAN (Creative Art Network). Mengkonsep, men-design label, gambar atau papan reklame. Bukan hanya usianya yang relatif muda, bahkan paling muda di antara ‘The Dream Team’, ia juga masih polos dan ‘hijau’. Sehingga jika ada ‘sekte’ keagamaan yang ingin me-brainwash, tentunya ia akan sangat bisa. Karenanya, sebelum di brainwash oleh orang yang tidak bertanggungjawab, Cordova ‘tampil’ menyelamatkan masa depannya.
Kesungguhannya menapaki bidang design grafis selama di bangku kuliah membawa takdirnya ke arah yang sama. Diselingi dengan bermain gitar, bernyanyi dan menekuni pekerjaan yang ada, ia juga sering kali mengisi panggung hiburan di beberapa kota. Semangat yang ia alirkan di dalam musik, juga disematkan dalam setiap obligasinya terhadap perusahaan. Ruh aktualitas yang ia pautkan untuk hobinya, juga direalisasikan dalam ibadah bekerja. Tak heran jika ia sering pulang menjelang para mu’adzin subuh berkumandang, bahkan untuk libur lebaran tahun ini, dimana rekannya telah mudik, pria jangkung yang hobi memakan kacang tanah ini, rela menjadi ‘Juru Kunci’ untuk lebih merasakan ‘aura’ Cordova. Tentunya karena ia ingin maju. Kesungguhannya dalam bekerja terlihat dari tubuhnya yang keliatan kurus -sedikit- kering, namun mampu bertahan dalam mengerjakan tugasnya hingga fajar menyingsing. Subhanallah
Perannya memang jarang terlihat. Sebab ia lebih banyak berada di balik komputer. Tapi kegembiraannya, kesedihannya serta kepolosannya terhadap hidup tidak bisa ditutup-tutupi. Terlebih mengenai buku percintaannya, tak pelak sering diledeki oleh teman-teman se-kantor. Geliat cinta yang ia perlihatkan -memang- gaya seusianya, tak perlu di hilangkan terlebih di musnahkan, biarlah ia berkembang secara alami, laiknya bunga mekar tersiram air hujan. Tetapi, karena ia seorang yang cool dan sangat pendiam, menjadikan bunga-nya terlupa untuk disiram. Sehingga sudah berapa kali kuncup bunga tak pernah mekar dalam genggamannya. Hmm… Sabar dan terus lah mencari ‘Nak’. Tetapi, itu semua tidak dijadikannya sebagai beban, -meski- sempat suatu saat ia terpuruk selama berapa pekan, karena ‘bunga’-nya penuh duri dan rawan layu ditengah tanah yang subur.
Ferdi tumbuh menjadi seorang superstar. Superstar untuk dirinya, untuk orang lain, juga untuk headquarter Cordova. Ia bersinar layaknya bintang yang tidak pernah tersentuh dan tak tahu bagaimana bentuknya. Ia juga tunduk tawadhu bagaikan tangan kanan yang tidak pernah memberitahu tangan kiri, bahwa ia selalu memberi. Anda mungkin tidak begitu mengenalnya, tapi mulai saat ini Anda akan mengenalnya. Sebab ia berada di sekeliling Anda, karyanya telah mencipta dimensi ruang yang berbeda, semua orang tidak tahu, bahwa karya itu adalah bagian racikannya.