Menjadi haji mabrur adalah idaman setiap insan yang pergi ke tanah suci. Puluhan hingga ratusan juta rupiah, rela dihabiskan untuk ongkos haji. Berpisah dengan sanak saudara, tak menyurutkan semangat untuk menjadi tamu-Nya. Tak akan ada yang dapat menghentikan langkah calon jemaah haji kecuali atas kehendak Allah SWT. Meski raga rapuh, sakit tak kunjung sembuh, hingga usia yang tak lagi muda, tak kan memadamkan semangat untuk menyempurnakan rukun Islam. Jutaan do’a dan harapan dipanjatkan di tanah suci. Terukir janji untuk menjadi muslim sejati disertai Itikad agar dosa tak terulangi. Kala kaki tersandung, atau badan terjatuh bahkan roboh karena tersenggol orang, hanya istighfar yang terucap dari lisan sang jemaah. Sebuah sikap yang sulit ditemukan di luar tanah Haram.

Sang Direktur yang selama ini dikenal otoriter, Sang majikan yang dahulu dikenal judes, sekejap berubah menjadi sosok penuh senyum, penebar salam kepada siapa saja dan dimana saja. Kiranya sapaan “Assalamualaikum, how are you, brother !” dari seorang berkulit hitam legam yang ramah menjadi sebabnya yang tak terlupakan.

Semua terbawa atmosfer peradaban yang telah dibina Rasulullah SAW sebagaimana sabdanya,

“(Hendaklah) orang yang muda memberi salam kepada yang tua, yang berjalan kepada yang duduk, yang sedikit kepada yang banyak”. (HR. Bukhari)

“(Hendaklah) orang yang naik kendaraan memberi salam kepada orang yang berjalan kaki, (sedangkan) orang yang berjalan kaki memberi salam kepada orang yang duduk, dan kelompok yang sedikit memberi salam kepada yang banyak”. [HR. Bukhari)

Seandainya suasana ini terbawa hingga tanah air. Jemaah haji yang menjadi layaknya cahaya yang menyinari sekitarnya. Di rumah, di masyarakat, dan di kantor. Menyinari masyarakat yang sudah kental dengan anarkisme. Masyarakat yang marak dengan perkelahian antar kampung, antar pelajar, dan antar mahasiswa. Sedemikian parah hingga membunuh manusia bahkan saudaranya sesama muslim. Padahal nyawa manusia terlebih seorang muslim sangatlah dilindungi dalam Islam.

Hancurnya dunia lebih ringan di sisi Allah dibandingkan terbunuhnya seorang muslim (HR. An-Nasa’i)

Jika terjadi saling membunuh antara dua orang muslim maka yang membunuh dan yang terbunuh keduanya masuk neraka. Para sahabat bertanya, “Itu untuk si pembunuh, lalu bagaimana tentang yang terbunuh?” Nabi Saw menjawab, “Yang terbunuh juga berusaha membunuh kawannya.” (HR. Bukhari)

Tanpa bermaksud membuat jemaah haji menjadi sulit tidur karena memikirkan sedemikan berat beban yang dipikul, tapi selayaknya ada aksi yang bisa dilakukan. Memulai dari diri sendiri (ibda binafsika), memulainya sekarang. Serta mendo’akan kedamaian dan kesejahteraan bagi Bangsa Indonesia dalam kekhusyu’an ibadah haji kita.

Selangkah lagi jemaah haji akan menginjakkan kakinya ke Tanah suci. Islam kan kembali melihatkan keindahannya. Bersatu dalam satu ritme di lembah suci. Tiada rafast, fusuk terlebih jidal, bersatu dalam kebersamaan rasa, tunduk pada titah Maha Kuasa. Melangkah bersama menggapai surga, mencipta kemabruran jiwa. Semua manusia muslim –tentunya- mendamba perjalanan itu, karena haji adalah muara peribadatan manusia di muka bumi.

Namun apa daya jika perjalanan haji itu, kini menjadi sangat rumit, kompleks, dan serba tidak pasti untuk berangkat atau tidak, bahkan bagi mereka yang termasuk golongan masyarakat ‘super mampu’ pun harus sama mengantre di nomor waitinglist hingga beberapa tahun kebelakang. Mungkin, hanya sebagian kecil penguasa atau yang ‘dekat’ dengan penguasa, atau yang memiliki akses ke penguasa lah yang mudah untuk merealisasikan niatannya menjadi kenyataan. Malam ini merilis nama Jemaah haji, besoknya sudah mendapat kuota haji tahun ini juga. Ajaib, demikianlah yang terjadi, haji sudah menjadi industri yang sangat menggiurkan, bahkan bisa menjadi alat kepentingan segelintir orang dalam mengokohkan legitimasi sebagai orang ‘penting’ di republik ini.

Dalam industri haji, kawan bisa menjadi lawan. Kamuflase menjadi identitas keseharian yang sulit terprediksi, sekalipun oleh psikolog ternama. Yang ada adalah kepentingan dan kenyamanan parsial, semuanya telah menjadi air yang mengalir, demikianlah permainan ini, “biasalah seperti bukan pemain lama saja kau”, demikian ucap sahabat dengan logat khas daerahnya yang menyinggung tentang ‘kuota jatah’ bagi segelintir orang.

Terlepas dari semua itu, yang jelas kondisi ketidakpastian -jika tidak dikatakan kesemrawutan- bisnis plan haji tahun-tahun selanjutnya akan terus menggurita dan mengguliti industri travel haji. Semuanya akan serba tidak pasti. Karena –memang- ini terjadi bukan hanya di negeri kita. Di semua Negara, kuota dan kepastian berangkat haji menjadi serba tak terprediksi. Terlebih dengan adanya perluasan Masjidil haram yang konon ‘memangkas’ lebih dari 1000 hotel di sekitar area haram menjadi alasan lain tentang keterbatasan akomodasi.

Kreativitas dan inovasi dalam menjaring konsumen haji lah yang –sejatinya- akan membantu mengisi seat program haji setiap tahunnya, karena –memang- sudah dapat terpetakan dari sekarang.

Jika pesan Rasul untuk tidak rafast, fusuq dan Jidal saat berhaji, -tentunya- tidak melegitimasi untuk bisa berbuat semua larangan haji itu saat mengelola calon Jemaah haji. Semua pihak menjadi perekat untuk bersama meraih cita-cita tertinggi dalam pelaksanaan haji. Bukan hanya menciptakan kemabruran pribadi seorang Jemaah, namun lebih luas berharap kemakmuran negeri tercinta dari sekian banyak para hujaj Indonesia.

So’ let’s get Mabrur for Indonesia Makmur!

Cordova Travel Haji Jakarta

Rindu suara adzan

Saat saya menulis artikel tentang Ramadhan di Yunani ini, saya hanya bisa membandingkan saat bulan puasa di Tanah Air. Luarbiasa secara tidak sadar imajinasi saya malah menyeruak terbang ke kampung halaman, alih-alih akan bercerita mengenai fenomena puasa ramadhan di Athena, saya malah tergerus oleh gelayut pikir yang mengawang-ngawang menghantarkan jasad berpuasa di desa yang penuh kedamaian. Bagaimana setiap menjelang adzan Maghrib, semua orang, dari anak-anak, muda-mudi, serta orangtua bersama keluar rumah, menanti beduk maghrib yang dinanti. Bermain sore di halaman, dengan ragam aktivitas yang tak pernah bosan dilakukan oleh anak-anak kampung. Belum lagi menu makanan untuk berbuka yang semuanya membuat puasa semakin bersemangat. Ada kolak, es buah, goreng-gorengan, dan makanan tradisional lainnya. Tapi, gubrak! Kenapa saya malah bercerita ramadhan di Tanah Air, yang tidak perlu diceritakan. Karena setiap kita yakin, bahwa dimanapun kita berada, Tanah Air adalah tempat dibawah kolong langit yang sangat cocok bagi kita dalam melaksanakan puasa ramadhan.

Baiklah, saya akan bercerita bagaimana seorang muslim bisa bertahan dan istiqomah dalam melaksanakan puasa ramadhan di negeri ini. Negeri para dewa, negeri berlambang Acropolis yang dua tahun terakhir ini selalu mendiskriminasi warga muslim. Bahkan seolah mereka enggan mengakui keberadaan muslim di negaranya yang mayoritas agamanya adalah Gereja Ortodoks Timur. Bertahannya seorang muslim untuk terus berpuasa di sini, benar-benar tergantung pada keimanannya. Berpuasa dimana masyarakat sekitar tidak, suhu yang kini pada puncaknya musim panas, bayangkan suhu udara tahun ini mencapai 43-49 derajat celcius, dan puasa berlangsung sampai 16 jam. Subuh pukul 4 pagi, dan adzan Maghrib pukul 21.00 malam. jika harus di deskripsikan secara detail maka kita harus bangun sekitar pukul 3 pagi, untuk masak dan makan sahur. Dan usai sholat terawih bisa sampai pukul 24.00. Istirahat bisa kita gunakan diantara tengah malam sampai jam 3 pagi menjelang sahur. Bagaimana dengan siang hari, jangan harap kita punya dispensasi pekerjaan atau aktivitas lainnya, karena mereka tidak mau tahu, saat itu kita berpuasa atau tidak.

Begitulah, jika kadar iman kita kokoh, dihadapkan dengan kondisi yang menghimpit keleluasaan puasa seperti diatas sekalipun, insya Allah tidak bernilai sedikit pun. Karena itu, selain WNI yang beragama Islam, ada pula komunitas muslim dari Mesir, Arab Saudi, Bangladesh, dan Pakistan yang sama-sama berpuasa di ramadhan ini. Mereka sama-sama lebih menyatukan rasa di bulan ini, terkadang saling mengundang makan untuk berbuka puasa.

Untuk masalah makanan di bulan ramadhan, favorit saya –dan juga mungkin- sebagian orang Indonesia lainnya saat berbuka adalah dengan Bahlava, semacam manisan roti bercampur kacang dan madu khas yunani, kadang sering ditemukan juga di toko makanan Turki atau makanan Arab. Adapun menu makan ‘besar’nya kami selalu memilih Souvlaki, semacam sate khas Greek, dengan tambahan jeruk mipis, bawang dan tomat, jika Souvlaki itu tidak dimakan bersamaan roti atau kentang, kita –orang Indonesia- selalu saja harus dengan nasi.

Di Athena, suasana Ramadhan biasa saja. Tidak ada perbedaan dengan bulan-bulan lainnya. Kalaupun ada, itu tercipta dari inisiatif komunitas muslim di sini. Me’ramadhan’kan situasi dan kondisi yang ada, mereka juga menjadikan basement yang disewa secara ‘urunan’ sebagai tempat sholat tarawih dan homebase kegiatan ramadhan.

Pun demikian dengan KBRI kita di Athena, untuk menyemarakkan Ramadhan dan menjalin silaturahmi dengan warganya, selalu mengadakan buka bersama setiap hari minggu. Di waktu inilah menjadi semacam aji mumpung, menyantap masakan Indonesia yang penuh cita rasa. Dan berkumpul mengobati rasa rindu kebersamaan keluarga di tanah air.


*Anggota MUTIA, Perwakilan Cordova – Yunani

Buka Puasa dengan Pide

Secara umum, Ramadhan di negeri 2 benua ini hampir mirip dengan puasa di Negara-negara Timur Tengah. Namun geliat dan antusias menghadapi ramadhan, tentunya masih kalah di banding Negara Middle East, semacam Mesir, Maroko dan lainnya. Mungkin karena pengaruh budaya Eropa yang sulit di bendung, karena –memang- kita berdiri diantara dua budaya. Namun tetap atmosphere Ramadhan masih kental terasa, meski banyak kalangan muda muslim disini yang berpaham sekuler, tetapi mereka tetap bersama mengagungkan bulan penuh suci diatas aktivitas harinya. Negara yang dikenal sebutan Eurasia (atau Negara yang terletak di dua benua, Eropa dan Asia) ini berpenduduk mayoritas muslim, dari 70 juta jiwa, 98 persennya adalah muslim. Sayangnya, Negara Islam di Turki ini masih berpaham sekuler, sehingga penyambutan kedatangan bulan Ramadhan masih tidak semeriah apa yang terjadi di Tanah Air.

Seperti yang terjadi di Tanah Air, di jalanan –terutama- di kota Istanbul, banyak dijumpai spanduk dan baliho-baliho besar berisikan ucapan selamat berpuasa atau ungkapan marhaban, ahlan wa sahlan dan juga Ramadhan kareem. Begitu juga program acara di televisi, selalu ada program khusus religi menemani santap sahur dan saat berbuka, baik berupa ceramah keagamaan, kisah sejarah rasul, maupun hiburan yang berkaitan dengan puasa.

Di negeri yang mayoritas muslim dan bermazhab Hanafi ini, adzan Shubuh di luar bulan ramadhan sengaja dikumandangkan agak terlambat sekitar empat puluh sampai empat puluh lima menit, namun pada bulan Ramadhan adzan lima waktu dikumandangkan tepat sesuai jadwal.

Setiap ramadhan tiba, -saya dan kebanyakan teman mahasiswa lainnya- hampir dipastikan jarang buka puasa di rumah masing-masing. Karena setiap datang Ramadhan, kebiasan yang telah menjadi adat di turki adalah kebiasaan mengundang buka puasa, baik antar kerabat, teman bahkan sesama warga asing. Tidak sepenuhnya kami menghadiri undangan buka puasa di tempat warga local tentunya, kami juga menyempatkan beberapa kali mengundang mereka makan bersama di rumah mahasiswa. Biasanya mereka sangat senang, dan selalu menanyakan kue Pide, jika kita tidak menyediakan kue Pide, maka mereka sendiri lah yang akan membawanya. Pide adalah roti yang lebar seukuran nampan, namun sedikit lonjong.

Selain kebiasaan mengundang makan berbuka, Pemerintah Kota di Turki juga memiliki program buka puasa yang dikelola oleh pemerintah lokal untuk siapa saja yang ingin berbuka secara gratis. Biasanya selalu disediakan di halaman-halaman masjid, taman atau jalanan yang sering di lalulalang oleh masyarakat. Biasanya program ini keliling dari satu ke tempat lainnya, dengan menu yang super mewah. Ada juga NGO, petugas yang keliling Turki menyediakan makanan buka puasa, dengan fasilitas mobil kontener besar yang di setting menjadi dapur umum, keliling dari satu profinsi ke profinsi lainnya.

Pesona Ramadhan pun semakin hidup ketika jelang sholat tarawih dengan temaram lampu masjid dan taman yang indah. Hal yang sering mengundang decak kagum adalah di beberapa masjid besar, seperti Blue Mosque, Sulaymaniye, dan Masjid Ayyub Al-Anshari. Ribuan jamaah memadati masjid-masjid indah itu. Suara imam yang merdu menambah suasana malam di Turki semakin mempesona.

Ada satu kultur unik lainnya yang membuat saya kaget bercampur senyum, adalah anak-anak kecil di sini bebas memijit bel apartemen siapa saja, sekedar untuk memberikan ucapan selamat lebaran, lalu biasanya yang punya rumah memberikan coklat atau uang. Begitu pun jika ada anak-anak mengucapkan selamat lebaran, maksud lainnya mereka ingin coklat, uang atau hadiah lebaran. Makanya hal ini pernah menjadi becandaan kami para mahasiswa, jika uang dan coklat sudah mulai habis, maka untuk pergi kejalan kami pura-pura menggunakan Walkman, atau menghindar kelompok anak-anak, malu tidak bisa memberikan hadiah bagi mereka.

Baiklah, salam kompak dari Turkey, sampai jumpa di episode Ramadhan lainnya!

*Perwakilan Cordova-Turkey

Ramadhan di negeri orang*

Negeri Seribu Menara, demikian salah-satu julukan tempat saya merantau. Negeri ini tidak terlalu indah jika dipandang siang hari. Gersang, berdebu dan padat oleh gedung berbentuk kardus. Namun, sangat mempesona bila dilihat malam hari. Flamboyan yang memerah, lampu-lampu kota yang gemerlap dan pohon-pohon kurma yang berjajar rapi membatasi taman kota. Suasana malam yang melankolis itu, membuat separuh penduduk Mesir menjadikan kehidupannya pada malam hari. Termasuk di bulan suci Ramadhan, detak nafas kehidupannya bergeliat menjelang Maghrib tiba. Terlebih Ramadhan kali ini jatuh tepat di puncak musim panas, membuat semua roda aktivitas berputar menjelang dan setelah berbuka puasa.

Fenomena yang tidak pernah berubah sejak dulu adalah maraknya lampu-lampu Fanous di semua pelosok negeri. Bukan hanya di Kairo, di pelosok desa pun lampu ini menjadi semakin benderang. Fanous berasal dari kata Yunani, yang bermakna lilin. Saat ini, kata fanous digunakan di dunia Arab yang menunjukkan jenis lentera yang terbuat dari timah dan kaca berwarna-warni, bentuknya ada sedikit kemirip-miripan dengan lampu yang sering muncul di lagenda Arab Aladdin. Sedangkan makna fanous menurut bahasa Arab adalah titik putih pada warna hitam. Nama ini merujuk pada pembawa lampu yang terlihat terang saat berada ditengah-tengah kegelapan. Fanous ini dahulunya pun digunakan sebagai tanda waktu pengingat waktu imsak. Jika cahaya lampu atau lilin di dalam fanous sudah meredup padam, maka itu tanda waktu imsak, segera menghentikan aktifitas makan minum.

Selain fanous, fenomena unik lainnya adalah hidangan ta’jil dan makan gratis di hampir setiap masjid di pelosok negeri. Hidangan yang sering disebut sebagai Maidatur Rahman atau hidangan kasih sayang ini adalah program resmi pemerintah Mesir, dari dulu sampai sekarang masih tersaji dengan aneka ragam menu yang mewah, terlebih di beberapa masjid besar, hidangannya hampir menyerupai restoran berbintang 5. Bagi kami –mahasiswa- tentunya Maidatur Rahman ini menjadi sangat special, selain bisa mengirit pengeluaran bulanan, juga sebagai ‘perbaikan gizi’. Kedermawanan orang Mesir memang sangat tampak sekali setiap Ramadhan tiba, karena selain Maidatur Rahman, di beberapa masjid selalu memberikan semacam ‘Musa’adah’ bantuan keuangan bagi ribuan warga asing yang sedang menuntut ilmu. Meski –sesungguhnya- kehidupan ekonomi masyarakat Mesir terbilang rendah, tetapi setiap Ramadhan mereka berlomba untuk menyisihkan sebagian hartanya hingga menjelang hari raya.

Sebenarnya, dimana pun kita berada, ketika Ramadhan tiba, ada rasa yang hilang dalam melakukan aktifitas ramadhan. Seindahnya ramadhan di negeri orang, tetap bahwa kebersamaan dengan sanak keluarga adalah ganjalan rasa yang sulit di pungkiri. Rasa rindu berkumpul dengan keluarga menyeruak di setiap santap sahur dan terlebih menjelang hari raya. Jika ada ruang waktu atau lorong yang bisa memindahkan jasad –sebentar saja- menuju dekapan sang ibu dan ayah di kampung sana, rasanya ingin melangkah mencium tangan dan keningnya hanya untuk mengatakan “Aku sangat rindu padamu ayah, ibu”.

Wal’ akhir saya ingin bertanya bagaimana Ramadhan di belahan negeri lainnya (?)
Salam kompak selalu!

*Perwakilan Cordova-Kairo

1. Ka’bah mengeluarkan sinar radiasi ?

Planet bumi mengeluarkan semacam radiasi, yang kemudian diketahui sebagai medan magnet. Penemuan ini sempat mengguncang National Aeronautics and Space Administration (NASA), badan antariksa Amerika Serikat, dan temuan ini sempat dipublikasikan melalui internet. Namun entah mengapa, setelah 21 hari tayang, website yang mempublikasikan temuan itu hilang dari dunia maya.??Namun demikian, keberadaan radiasi itu tetap diteliti, dan akhirnya diketahui kalau radiasi tersebut berpusat di kota Makkah, tempat di mana Ka’bah berada. Yang lebih mengejutkan, radiasi tersebut ternyata bersifat infinite (tidak berujung). Hal ini terbuktikan ketika para astronot mengambil foto planet Mars, radiasi tersebut masih tetap terlihat. Para peneliti Muslim mempercayai bahwa radiasi ini memiliki karakteristik dan menghubungkan antara Ka’bah di planet bumi dengan Ka’bah di alam akhirat.

2. Zero Magnetism Area ?

Di tengah-tengah antara kutub utara dan kutub selatan, ada suatu area yang bernama ‘Zero Magnetism Area’, artinya adalah apabila seseorang mengeluarkan kompas di area tersebut, maka jarum kompas tersebut tidak akan bergerak sama sekali karena daya tarik yang sama besarnya antara kedua kutub.??Itulah sebabnya jika seseorang tinggal di Makkah, maka ia akan hidup lebih lama, lebih sehat, dan tidak banyak dipengaruhi oleh banyak kekuatan gravitasi. Oleh sebab itu, ketika mengelilingi Ka’ah, maka seakan-akan fisik para jamaah haji seperti di-charge ulang oleh suatu energi misterius dan ini adalah fakta yang telah dibuktikan secara ilmiah.

3. Tekanan Gravitasi Tinggi?

Ka’bah dan sekitarnya merupakan sebuah area dengan gaya gravitasi yang tinggi. Ini menyebabkan satelit, frekuensi radio ataupun peralatan teknologi lainnya tidak dapat mengetahui isi di dalam Ka’bah. Selain itu, tekanan gravitasi tinggi juga menyebabkan kadar garam dan aliran sungai bawah tanah tinggi. Inilah yang menyebabkan salat di Masjidil Haram tidak akan terasa panas meskipun tanpa atap di atasnya.??Tekanan gravitasi yang tinggi memberikan kesan langsung kepada sistem imun tubuh untuk bertindak sebagai pertahanan dari segala macam penyakit.

4. Tempat ibadah tertua ?

Pembangunan Ka’bah telah dilakukan sejak zaman Nabi Adam AS. Ada pula sumber yang menyebutkan, Ka’bah telah dibangun semenjak 2000 tahun sebelum Nabi Adam diturunkan. Pembangunannya pun memerlukan waktu yang lama karena dilakukan dari masa ke masa. ??Menurut sebagian riwayat, Ka’bah sudah ada sebelum Nabi Adam AS diturunkan ke bumi, karena sudah dipergunakan oleh para malaikat untuk tawwaf dan ibadah. Ketika Adam dan Hawa terusir dari Taman Surga, mereka diturunkan ke muka bumi, diantar oleh malaikat Jibril. Peristiwa ini jatuh pada tanggal 10 Muharam.

5. Ka’bah memancarkan energi positif?

Ka’bah dijadikan sebagai kiblat oleh orang yang salat di seluruh dunia, karena orang salat di seluruh dunia memancarkan energi positif apalagi semua berkiblat kepada Ka’bah. Jadi dapat Anda bayangkan energi positif yang terpusat di Ka’bah, dan juga menjadi pusat gerakan salat sepanjang waktu karena diketahui waktu salat mengikuti pergerakan matahari. Itu artinya, setiap waktu sesuai gerakan matahari selalu ada orang yang sedang salat. Jika sekarang seseorang di sini melakukan salat Dhuhur, demikian pula wilayah yang lebih barat akan memasuki waktu Dhuhur dan seterusnya atau dalam waktu yang bersamaan orang Indonesia salat Dhuhur orang yang lebih timur melakukan salat Ashar demikian seterusnya.??Memandang Ka’bah dengan ikhlas akan mendatangkan ketenangan jiwa. Aturan untuk tidak mengenakan topi atau kepala saat beribadah haji juga memiliki banyak manfaat. Rambut yang ada di tubuh manusia dapat berfungsi sebagai antena untuk menerima energi postif yang dipancarkan Ka’bah.

(Sumber: ramadan.detik.com)

Dalam meng-analisa peristiwa-peristiwa yang dikisahkan di dalam Al Qur’an, terkadang kita dipengaruhi oleh dinamika perkembangan teknologi. Analisis dari seorang executive muda –misalnya-, yang memahami teknologi 3G, mungkin akan sangat berbeda dengan analisa eyang-nya, yang hanya mengerti kentongan, sebagai alat komunikasi.
Hal tersebut, dapat dilihat ketika kita meng-analisa, peristiwa yang diceritakan di dalam QS. Al A’raaf (7) ayat 44 :

“Dan para penghuni surga menyeru penghuni-penghuni neraka, ‘Sungguh, kami telah memperoleh apa yang dijanjikan Tuhan kepada kami itu benar. Apakah kamu telah memperoleh apa yang dijanjikan Tuhan kepadamu itu benar?’ Mereka menjawab, ‘Benar.’ Kemudian penyeru (malaikat) mengumumkan di antara mereka, ‘Laknat Allah bagi orang-orang yang dzalim.’.”

Dalam ayat tersebut dikisahkan adanya percakapan antara penduduk surga dan neraka dengan diawasi malaikat.

Dahulu, para muffasir (penafsir Al Qur’an) menafsirkan penduduk surga datang ke tepi neraka dan saling sahut-sahutan berbicara dengan penghuni neraka. Memang pada masa itu, begitulah cara berkomunikasi. Kita mesti datang langsung menemui yang bersangkutan.

Namun, seiring dengan berkembangnya teknologi, untuk berkomunikasi, seseorang tidak harus bertemu muka dengan lawan bicaranya. Dengan bantuan telephone, seseorang yang berada di OSLO, bisa dengan mudah berbicara dengan temannya, yang ada di SOLO. Bahkan biarpun berjarak mencapai ribuan kilometer, dengan bantuan teknologi 3G, raut muka teman kita, bisa terlihat dengan jelas.

Bagaimana kita membayangkan, peristiwa percakapan penduduk surga dan neraka (?) Jika teknologi komunikasi buatan manusia saja, sudah sedemikian canggihnya, apalagi kalau yang kita membayangkan teknologi surga, tentu kecanggihan-nya jauh di atasnya.

Boleh jadi percakapan yang terjadi antara penduduk surga dan neraka itu, merupakan suatu tele-conference dengan menggunakan teknologi hologram, yang super canggih. Penduduk surga tetap berada di surga, begitu juga dengan penduduk neraka, mereka tetap di neraka.

Mereka berbicara, seolah-olah seperti saling berhadap-hadapan dan tanpa dibatasi layar kaca, dimana penduduk surga, tiada merasakan kepanasan, sebagaimana yang dirasakan penduduk neraka. Mereka bisa saling menyapa dari dua dimensi ruang yang berbeda.

Dari kisah percakapan ini, telah memberikan informasi kepada kita, bahwa kelak di hari akhir, manusia akan berkomunikasi dalam satu bahasa, dan tentunya berbeda dengan di dunia, yang terdapat ribuan bahasa, dalam berkomunikasi.

Dan jika kita pikir, teknologi komunikasi sekarang yang begitu canggihnya, ternyata dalam Al Qur’an sudah dipaparkan sejak ribuan tahun lampau. Mungkin saja nantinya kemajuan teknologi komunikasi akan menemukan hal-hal baru lagi yang dikembangkan dari inspirasi Al Qur’an.

Islam & Science

Prof. Hussain Kamel menemukan suatu fakta mengejutkan bahwa Makkah adalah pusat bumi. Pada mulanya ia meneliti suatu cara untuk menentukan arah kiblat di kota-kota besar di dunia. Untuk tujuan ini, ia menarik garis-garis pada peta, dan sesudah itu ia mengamati dengan seksama posisi ketujuh benua terhadap Makkah dan jarak masing-masing. Ia memulai untuk menggambar garis-garis sejajar hanya untuk memudahkan proyeksi garis bujur dan garis lintang. Setelah dua tahun dari pekerjaan yang sulit dan berat itu, ia terbantu oleh program-program komputer untuk menentukan jarak-jarak yang benar dan variasi-variasi yang berbeda, serta banyak hal lainnya. Ia kagum dengan apa yang ditemukan, bahwa Makkah merupakan pusat bumi.

Ia menyadari kemungkinan menggambar suatu lingkaran dengan Makkah sebagai titik pusatnya, dan garis luar lingkaran itu adalah benua-benuanya. Dan pada waktu yang sama, ia bergerak bersamaan dengan keliling luar benua-benua tersebut. Gambar-gambar Satelit, yang muncul kemudian pada tahun 90-an, menekankan hasil yang sama ketika studi-studi lebih lanjut mengarah kepada topografi lapisan-lapisan bumi dan geografi waktu daratan itu diciptakan. Telah menjadi teori yang mapan secara ilmiah bahwa lempengan-lempengan bumi terbentuk selama usia geologi yang panjang, bergerak secara teratur di sekitar lempengan Arab. Lempengan-lempengan ini terus menerus memusat ke arah itu seolah-olah menunjuk ke Makkah.

Studi ilmiah ini dilaksanakan untuk tujuan yang berbeda, bukan dimaksud untuk membuktikan bahwa Makkah adalah pusat dari bumi. Bagaimanapun, studi ini diterbitkan di dalam banyak majalah sains di Barat. ALLAH berfirman: “Demikianlah Kami wahyukan kepadamu Al Qur’an dalam bahasa Arab supaya kamu memberi peringatan kepada Ummul Qura (penduduk Makkah) dan penduduk (negeri-negeri) sekelilingnya..” (Asy-Syura: 7).
Kata ‘Ummul Qura’ berarti induk bagi kota-kota lain, dan kota-kota di sekelilingnya menunjukkan Makkah adalah pusat bagi kota-kota lain, dan yang lain hanyalah berada di sekelilingnya. Lebih dari itu, kata ummu (ibu) mempunyai arti yang penting di dalam kultur Islam.

Sebagaimana seorang ibu adalah sumber dari keturunan, maka Makkah juga merupakan sumber dari semua negeri lain. Selain itu, kata ‘ibu’ memberi Makkah keunggulan di atas semua kota lain.

Berdasarkan pertimbangan yang seksama bahwa Makkah berada tengah-tengah bumi sebagaimana yang dikuatkan oleh studi-studi dan gambar-gambar geologi yang dihasilkan satelit, maka benar-benar diyakini bahwa Kota Suci Makkah, bukan Greenwich, yang seharusnya dijadikan rujukan waktu dunia. Hal ini akan mengakhiri kontroversi lama yang dimulai empat dekade yang lalu.

Ada banyak argumentasi ilmiah untuk membuktikan bahwa Makkah merupakan wilayah nol bujur sangkar yang melalui kota suci tersebut, dan ia tidak melewati Greenwich di Inggris. GMT dipaksakan pada dunia ketika mayoritas negeri di dunia berada di bawah jajahan Inggris. Jika waktu Makkah yang diterapkan, maka mudah bagi setiap orang untuk mengetahui waktu shalat.

Ada beberapa ayat dan hadits nabawi yang menyiratkan fakta ini. ALLAH berfirman, ‘Hai golongan jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya melainkan dengan kekuatan.’ (Ar-Rahman: 33).

Kata aqthar adalah bentuk jamak dari kata ‘qutr’ yang berarti diameter, dan ia mengacu pada langit dan bumi yang mempunyai banyak diameter. Dari ayat ini dan dari beberapa hadits dapat dipahami bahwa diameter lapisan-lapisan langit itu di atas diameter bumi (tujuh lempengan bumi). Jika Makkah berada di tengah-tengah bumi, maka itu berarti bahwa Makkah juga berada di tengah-tengah lapisan-lapisan langit.

Selain itu ada hadits yang mengatakan bahwa Masjidil Haram di Makkah, tempat Ka‘bah berada itu ada di tengah-tengah tujuh lapisan langit dan tujuh bumi (maksudnya tujuh lapisan pembentuk bumi). Rasulullah Bersabda, ‘Wahai orang-orang Makkah, wahai orang-orang Quraisy, sesungguhnya kalian berada di bawah pertengahan langit.’

Sumber:ivandrio.wordpress.com

Seorang Dokter Bedah Berasal dari Prancis menyatakan dirinya masuk Islam, disebabkan oleh Mumi Fir’aun. Professor Maurice Bucaille adalah seorang dokter ahli bedah terkemuka di dunia yang berasal dari Prancis. Ia mempunyai cerita yang sangat menakjubkan. Ia menjelaskan sebab musabab dirinya meninggalkan agama Katolik yang telah di anutnya bertahun-tahun, kemudian menyatakan dirinya memeluk agama Islam.

Setelah menyelesaikan study setingkat SMA-nya, ia menetepkan untuk mengambil jurusan kedokteran pada sebuah universitas di Prancis. Ia termasuk salah satu dari mahasiswa yang berprestasi hingga akhir tahun, karena kecerdasan dan keahlian yang dimilikinya, dia kemudian menjadi seorang dokter terkemuka di Prancis. Prancis adalah negara yang terkenal sangat menjaga dan mementingkan barang-barang peninggalan kuno dibandingkan dengan negara yang lainnya, terutama pada masa kepemimpinan Fransu Metron tahun 1981. Pada tahun itu, Prancis meminta ijin kepada Mesir agar mereka diberikan kesempatan untuk memeriksa dan meneliti mumi Fir’aun-nya yang terkenal. Sebuah mumi yang tak asing dikalangan orang-orang Islam. Fir’aun ini adalah orang yang ditenggelamkan ALLAH dilaut merah, tatkala melakukan pengejaran terhadap nabi Musa AS.

Permintaan Prancis ditanggapi oleh Mesir dengan mengizinkan Prancis untuk mengadakan penelitian. Mumi Fir’aun dipindahkan dengan menggunakan pesawat terbang. Setibanya di Prancis, kedatangan mumi tersebut disambut oleh Persiden Franso Metron beserta para menterinya seolah-olah dia masih hidup. Mumi tersebut kemudian dipindahkan ke pusat barang-barang kuno milik Prancis untuk diserahkan kepada para ilmuwan dan dokter bedah, supaya mereka dapat mempelajari rahasia yang terkandung dari mumi tersebut, dan Profesor Maurice Bucaille bertindak sebagai ketua tim penelitian.

Semua tim peneliti bertugas untuk meneliti, memperbaiki tulang-tulang yang sudah rusak dan anggota tubuh yang lainnya. Berbeda dengan apa yang dilakukan oleh Professor Maurice Bucaille, ia justru menyelidiki tentang rahasia kematian Fir’aun. Pada suatu malam, ia memperoleh hasil penelitiannya; bahwa terdapat bekas garam yang menempel pada mayat mumi, sehingga dapat ia jadikan sebuah bukti yang nyata bahwa Fir’aun mati karena tenggelam dan mayatnya dapat di selamatkan, kemudian diawetkan pada saat kejadian. Dari hasil penelitiannya, timbul beberapa pertanyaan yang susah untuk ia dapatkan jawabannya yaitu bagaimana mayat Fir’aun dapat diselamatkan, dan anggota tubuhnya masih tetap utuh, sedangkan kondisi mayat-mayat yang lainnya setelah diawetkan tidak seperti dirinya (?)

Namun sebelum ia selesai membuat kesimpulan, salah seorang temannya berbisik kepadanya dengan berkata: “Jangan terburu-buru seperti itu, karena orang-orang Islam telah mengetahui tentang hal ini.” Mendengar pernyataan dari temannya itu, ia menolak keras atas pernyataan tersebut. Ia berkata: “Penemuan seperti ini tidak mungkin dilakukan kecuali ada dukungan sains dan teknologi canggih”. Salah seorang temannya yang lain menanggapinya seraya berkata: “Al-Quran merekalah yang telah menceritakan kematiannya dan bagaimana jasadnya di selamatkan dari tenggelam.” Mendengar penjelasan temannya itu, Bakay kebingungan dan bertanya-tanya bagaimana hal ini bisa terjadi (?) Sedangkan mumi ini sendiri baru ditemukan pada tahun 1898 atau kurang lebih baru dua ratus tahun yang lalu, sedangkan Al-Quran mereka sudah ada semenjak lebih dari seribu empat ratus tahun….!!!

Bagaimana akal manusia dapat mengetahuinya, padahal semua manusia -bukan hannya orang-orang Arab- belum ada yang mampu mengetahui bagaimana peradaban orang-orang Mesir di masa lampau dan bagaimana caranya mereka mengawetkan mayat, kecuali pada masa sepuluh tahun yang lalu (?). Maurice duduk termenung di dekat mumi Fir’aun tersebut sambil memikirkan tentang bisikan yang telah ia dengar dari temannya; bahwasanya Al-Quran telah menceritakan kejadian itu, padahal kitab sucinya hanya menceritakan tentang tenggelamnya Fir’aun akan tetapi di dalamnya tidak di jelaskan tentang keadaannya sesudah tenggelam. Ia pun bergumam dalam kesendiriannya: “Masuk akalkah bahwa jasad yang ada di depanku ini adalah Fir’aun Mesir yang telah mengusir Nabi Musa (?) Benarkah kalau Nabinya orang muslim yang bernama Muhammad itu sudah mengetahui tentang hal ini sejak 1400 tahun yang silam (?)

Berbagai pertanyaan yang belum sempat terjawab, membuat Professor Maurice tidak dapat tidur disetiap malam. Ia kemudian mengambil Kitab Taurat dan membacanya, sampai pada sebuah kalimat yang mengatakan: “Kemudian air itupun kembali pada keadaan sedia kala, kemudian air laut itupun menenggelamkan perahu-perahu beserta Fir’aun dan bala tentaranya, hingga tidak tersisa satupun diantara mereka.”

Setelah menyelesaikan penelitian dan perbaikan, maka mumi tersebut kemudian di kembalikan ke Mesir dengan menggunakan peti yang terbuat dari kaca nan elok, karena menurutnya itu lebih pantas untuk orang yang berkedudukan seperti Fir’aun. Akan tetapi Bakay masih dalam kondisi belum puas dengan berita yang di dengarnya, bahwa orang-orang Islam telah mengetahui keselamatan mumi ini. Ia pun lalu berkemas untuk berkunjung ke Saudi Arabia guna menghadiri seminar kedokteran yang akan dihadiri para pakar bedah muslim.

Dalam pidatonya, Professor Maurice memulai pembicaraan tentang hasil penyelidikannya bahwa jasad Fir’aun dapat diselamatkan setelah tenggelam, kemudian salah seorang diantara pakar muslim berdiri dan membuka serta membacakan Al-Qur’an pada Surat Yunus Ayat 92 yang artinya: “Pada hari ini kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat dijadikan pelajaran bagi orang-orang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan kami.”

Professor Maurice Bucaille terheran-heran dengan penjelasan yang baru saja ia dengar, ia lalu beranjak dari tempat duduknya dan dengan suara lantang ia berkata: “Pada hari ini; aku menyatakan diri untuk memeluk agama Islam dan aku mengimani Al-Quran ini”.

Setelah selesai seminar Professor Maurice Bucaille lalu kembali ke Prancis dengan wajah yang berbeda dari wajah sebelum ia datang menghadiri seminar. Selama sepuluh tahun ia tidak mempunyai pekerjaan yang lain, selaian mempelajari tentang sejauh mana keserasian dan kesinambungan Al-Quran dengan sains, serta perbedaan yang bertolak belakang dengannya. Namun apa yang ia dapati selalu berakhir sebagaimana Firman Allah SWT: ”Yang tidak datang kepada Al-Quran kebatilan baik dari belakang maupun dari depannya, yang diturunkan dari Tuhan yang Maha Bijaksana lagi terpuji” (Q.S: Fush Shilat-43).

Dari hasil penyelidikan yang bertahun-tahun, ia kemudian menulis sebuah buku tentang kesinambungan Al-Quran dengan sains yang mampu mengguncangkan Eropa. Sehingga ketika para pakar-pakar dan para ilmuwan barat berusaha untuk mendebatnya, mereka tidak kuasa.

Bucaille dalam bukunya menulis bahwa dalam Al Qur’an terdapat banyak kecocokan dengan fakta sains. Di antara tulisannya ialah: “Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal ia berjalan sebagai jalannya awan.” (QS 27:88)

Bucaille menjelaskan bahwa ternyata gunung-gunung bersama dengan lempeng bumi bergerak. Jadi ayat Al Qur’an di atas sesuai dengan ilmu pengetahuan. Bucaille juga menjelaskan bahwa ayat Al Qur’an di bawah yang menyatakan bahwa Allah menyelamatkan badan Fir’an hingga bisa dilihat manusia saat ini sesuai dengan kenyataan:
“Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu” (QS 10:92)

Ternyata para ahli menemukan garam di dalam badan Fir’aun yang menunjukkan bahwa Fir’aun memang pernah tenggelam. Jenazah Fir’aun/Mumi bisa dilihat manusia hingga saat ini di Bumi Seribu Menara, Mesir.

Sumber: ivandrio.wordpress.com

Sementara dunia masih terpana dengan pembangunan Burj Khalifa, gedung tertinggi dunia, kini dunia dikejutkan kembali dengan munculnya proposal untuk sebuah bangunan raksasa yang akan dibangun di kota itu tahun 2015. Gedung itu adalah “Dubai City Tower” / “Vertical City”. Dinamakan Vertical City karena ini bukan lagi hanya sekedar gedung pencakar langit, tapi sudah lebih mirip dengan sebuah kota tersendiri, kota vertikal dengan tinggi mencapai 2.4 Kilometer.

Gedung ini begitu tinggi dan besarnya, sehingga diperlukan sebuah kereta api super cepat (Bullet Train) dengan kecepatan 125 mph untuk mengangkut para penghuni dan pengunjungnya. Gedung ini akan memiliki 400 lantai dan dengan ketinggiannya yang mencapai 2.4 KM itu berarti gedung ini mempunyai ketinggian lebih dua kali Burj Khalifa, dan nyaris 8 kali lipat menara Eiffel di Paris!

Dubai mungkin nantinya akan menjadi kota pertama yang mirip seperti kota-kota khayalan dalam film StarWars, dengan gedung-gedungnya yang tinggi menembus awan.

Sejauh ini “Vertical City” masih berupa proposal. Tapi dengan tingkat penjualan gedung-gedung baru di Dubai begitu cepat, serta kota-kota lain yang sekarang juga berlomba meniru Dubai, proyek ini mungkin akan segera terwujud.