Istilah “Galau” dewasa ini sering muncul di kalangan anak muda, bukan hanya anak ‘gaul’ tetapi semua kalangan muda dimanapun pasti telah dan sering menggunakan istilah galau. Baik di pinggiran kota, maupun di pelosok desa, kerap mengungkapkan istilah galau. Namun perasaan galau sesungguhnya tidak hanya menyerang anak muda, melainkan hampir semua usia bisa merasakannya. Dari yang putus cinta, cemburu buta, ke-‘gap’ narkotika, hingga terdakwa korupsi, anak sulit makan nasi, serta ketahuan selingkuh sama istri. Dalam kondisi seperti itu, kata ‘galau’ adalah primadona untuk mengungkapkan rasa, baik secara verbal maupun tulisan dalam status-status jejaring sosial. “I am Galau”, “Sorry sob, gw gak bisa ikut, lagi galau neh”, “pliss deh, gitu aja galau, gak asyik ah!”. Masih banyak tentunya kalimat-kalimat ekspresi yang menggunakan kata galau. Sedangkan kata galau itu sendiri memiliki banyak versi dan pengertian yang berbeda-beda. Namun intinya, kalimat galau yang sering disebut itu adalah sebuah perasaan tidak enak yang ada pada pikiran hingga bingung dan membuat emosi menjadi labil.

Jika demikian, lalu bagaimana dengan tema diatas “Ramadhan GALAU”, bukankah ‘Galau’ selalu identik dengan kalimat negatif (?) Apakah hal demikian menjadi kemulian Ramadhan terkotori dengan kata GALAU tersebut (?) Atau dengan makna lain, apakah saat Ramadhan tiba, akan banyak menimbulkan orang-orang yang semakin galau (?) Tentu jawabannya tidak, karena makna Ramadhan GALAU diatas berbeda dengan apa yang kini menjadi ‘primadona’. GALAU ini pun sama menyentuh semua lapisan orang kota maupun desa. Bahkan semua orang tidak luput dari GALAU yang dimaksud. Terlebih saat Ramadhan, rasanya keyakinan akan GALAU menjadi pengukuh ibadah shaum. Karena GALAU yang dimaksud adalah “God Always Looking At U”.

ALLAH selalu melihat mu kapan dan dimanapun. Ramadhan memberikan edukasi kejujuran manusia muslim dalam menjalankan ibadah shaum. Sejatinya keyakinan GALAU itu tidak harus selalu dirasakan saat ramadhan tiba. Namun demi sebuah pembelajaran, momentum ramadhan sangat tepat untuk mengusung GALAU menjadi keyakinan setiap langkah yang terpijak.

Meyakini ALLAH sedang melihat kita, disebut juga dengan kesadaran Muraqabah, pengertian muraqabah adalah menerapkan kesadaran bahwa ALLAH selalu melihat dan mengawasi kita dalam segala keadaan. Bahwa ALLAH selalu mengetahui apa yang kita rasakan, ucapan dan perbuatan.

So’ Ramadhan GALAU should be Cool then 4L41’s

Dalam meng-analisa peristiwa-peristiwa yang dikisahkan di dalam Al Qur’an, terkadang kita dipengaruhi oleh dinamika perkembangan teknologi. Analisis dari seorang executive muda –misalnya-, yang memahami teknologi 3G, mungkin akan sangat berbeda dengan analisa eyang-nya, yang hanya mengerti kentongan, sebagai alat komunikasi.
Hal tersebut, dapat dilihat ketika kita meng-analisa, peristiwa yang diceritakan di dalam QS. Al A’raaf (7) ayat 44 :

“Dan para penghuni surga menyeru penghuni-penghuni neraka, ‘Sungguh, kami telah memperoleh apa yang dijanjikan Tuhan kepada kami itu benar. Apakah kamu telah memperoleh apa yang dijanjikan Tuhan kepadamu itu benar?’ Mereka menjawab, ‘Benar.’ Kemudian penyeru (malaikat) mengumumkan di antara mereka, ‘Laknat Allah bagi orang-orang yang dzalim.’.”

Dalam ayat tersebut dikisahkan adanya percakapan antara penduduk surga dan neraka dengan diawasi malaikat.

Dahulu, para muffasir (penafsir Al Qur’an) menafsirkan penduduk surga datang ke tepi neraka dan saling sahut-sahutan berbicara dengan penghuni neraka. Memang pada masa itu, begitulah cara berkomunikasi. Kita mesti datang langsung menemui yang bersangkutan.

Namun, seiring dengan berkembangnya teknologi, untuk berkomunikasi, seseorang tidak harus bertemu muka dengan lawan bicaranya. Dengan bantuan telephone, seseorang yang berada di OSLO, bisa dengan mudah berbicara dengan temannya, yang ada di SOLO. Bahkan biarpun berjarak mencapai ribuan kilometer, dengan bantuan teknologi 3G, raut muka teman kita, bisa terlihat dengan jelas.

Bagaimana kita membayangkan, peristiwa percakapan penduduk surga dan neraka (?) Jika teknologi komunikasi buatan manusia saja, sudah sedemikian canggihnya, apalagi kalau yang kita membayangkan teknologi surga, tentu kecanggihan-nya jauh di atasnya.

Boleh jadi percakapan yang terjadi antara penduduk surga dan neraka itu, merupakan suatu tele-conference dengan menggunakan teknologi hologram, yang super canggih. Penduduk surga tetap berada di surga, begitu juga dengan penduduk neraka, mereka tetap di neraka.

Mereka berbicara, seolah-olah seperti saling berhadap-hadapan dan tanpa dibatasi layar kaca, dimana penduduk surga, tiada merasakan kepanasan, sebagaimana yang dirasakan penduduk neraka. Mereka bisa saling menyapa dari dua dimensi ruang yang berbeda.

Dari kisah percakapan ini, telah memberikan informasi kepada kita, bahwa kelak di hari akhir, manusia akan berkomunikasi dalam satu bahasa, dan tentunya berbeda dengan di dunia, yang terdapat ribuan bahasa, dalam berkomunikasi.

Dan jika kita pikir, teknologi komunikasi sekarang yang begitu canggihnya, ternyata dalam Al Qur’an sudah dipaparkan sejak ribuan tahun lampau. Mungkin saja nantinya kemajuan teknologi komunikasi akan menemukan hal-hal baru lagi yang dikembangkan dari inspirasi Al Qur’an.

Seorang Dokter Bedah Berasal dari Prancis menyatakan dirinya masuk Islam, disebabkan oleh Mumi Fir’aun. Professor Maurice Bucaille adalah seorang dokter ahli bedah terkemuka di dunia yang berasal dari Prancis. Ia mempunyai cerita yang sangat menakjubkan. Ia menjelaskan sebab musabab dirinya meninggalkan agama Katolik yang telah di anutnya bertahun-tahun, kemudian menyatakan dirinya memeluk agama Islam.

Setelah menyelesaikan study setingkat SMA-nya, ia menetepkan untuk mengambil jurusan kedokteran pada sebuah universitas di Prancis. Ia termasuk salah satu dari mahasiswa yang berprestasi hingga akhir tahun, karena kecerdasan dan keahlian yang dimilikinya, dia kemudian menjadi seorang dokter terkemuka di Prancis. Prancis adalah negara yang terkenal sangat menjaga dan mementingkan barang-barang peninggalan kuno dibandingkan dengan negara yang lainnya, terutama pada masa kepemimpinan Fransu Metron tahun 1981. Pada tahun itu, Prancis meminta ijin kepada Mesir agar mereka diberikan kesempatan untuk memeriksa dan meneliti mumi Fir’aun-nya yang terkenal. Sebuah mumi yang tak asing dikalangan orang-orang Islam. Fir’aun ini adalah orang yang ditenggelamkan ALLAH dilaut merah, tatkala melakukan pengejaran terhadap nabi Musa AS.

Permintaan Prancis ditanggapi oleh Mesir dengan mengizinkan Prancis untuk mengadakan penelitian. Mumi Fir’aun dipindahkan dengan menggunakan pesawat terbang. Setibanya di Prancis, kedatangan mumi tersebut disambut oleh Persiden Franso Metron beserta para menterinya seolah-olah dia masih hidup. Mumi tersebut kemudian dipindahkan ke pusat barang-barang kuno milik Prancis untuk diserahkan kepada para ilmuwan dan dokter bedah, supaya mereka dapat mempelajari rahasia yang terkandung dari mumi tersebut, dan Profesor Maurice Bucaille bertindak sebagai ketua tim penelitian.

Semua tim peneliti bertugas untuk meneliti, memperbaiki tulang-tulang yang sudah rusak dan anggota tubuh yang lainnya. Berbeda dengan apa yang dilakukan oleh Professor Maurice Bucaille, ia justru menyelidiki tentang rahasia kematian Fir’aun. Pada suatu malam, ia memperoleh hasil penelitiannya; bahwa terdapat bekas garam yang menempel pada mayat mumi, sehingga dapat ia jadikan sebuah bukti yang nyata bahwa Fir’aun mati karena tenggelam dan mayatnya dapat di selamatkan, kemudian diawetkan pada saat kejadian. Dari hasil penelitiannya, timbul beberapa pertanyaan yang susah untuk ia dapatkan jawabannya yaitu bagaimana mayat Fir’aun dapat diselamatkan, dan anggota tubuhnya masih tetap utuh, sedangkan kondisi mayat-mayat yang lainnya setelah diawetkan tidak seperti dirinya (?)

Namun sebelum ia selesai membuat kesimpulan, salah seorang temannya berbisik kepadanya dengan berkata: “Jangan terburu-buru seperti itu, karena orang-orang Islam telah mengetahui tentang hal ini.” Mendengar pernyataan dari temannya itu, ia menolak keras atas pernyataan tersebut. Ia berkata: “Penemuan seperti ini tidak mungkin dilakukan kecuali ada dukungan sains dan teknologi canggih”. Salah seorang temannya yang lain menanggapinya seraya berkata: “Al-Quran merekalah yang telah menceritakan kematiannya dan bagaimana jasadnya di selamatkan dari tenggelam.” Mendengar penjelasan temannya itu, Bakay kebingungan dan bertanya-tanya bagaimana hal ini bisa terjadi (?) Sedangkan mumi ini sendiri baru ditemukan pada tahun 1898 atau kurang lebih baru dua ratus tahun yang lalu, sedangkan Al-Quran mereka sudah ada semenjak lebih dari seribu empat ratus tahun….!!!

Bagaimana akal manusia dapat mengetahuinya, padahal semua manusia -bukan hannya orang-orang Arab- belum ada yang mampu mengetahui bagaimana peradaban orang-orang Mesir di masa lampau dan bagaimana caranya mereka mengawetkan mayat, kecuali pada masa sepuluh tahun yang lalu (?). Maurice duduk termenung di dekat mumi Fir’aun tersebut sambil memikirkan tentang bisikan yang telah ia dengar dari temannya; bahwasanya Al-Quran telah menceritakan kejadian itu, padahal kitab sucinya hanya menceritakan tentang tenggelamnya Fir’aun akan tetapi di dalamnya tidak di jelaskan tentang keadaannya sesudah tenggelam. Ia pun bergumam dalam kesendiriannya: “Masuk akalkah bahwa jasad yang ada di depanku ini adalah Fir’aun Mesir yang telah mengusir Nabi Musa (?) Benarkah kalau Nabinya orang muslim yang bernama Muhammad itu sudah mengetahui tentang hal ini sejak 1400 tahun yang silam (?)

Berbagai pertanyaan yang belum sempat terjawab, membuat Professor Maurice tidak dapat tidur disetiap malam. Ia kemudian mengambil Kitab Taurat dan membacanya, sampai pada sebuah kalimat yang mengatakan: “Kemudian air itupun kembali pada keadaan sedia kala, kemudian air laut itupun menenggelamkan perahu-perahu beserta Fir’aun dan bala tentaranya, hingga tidak tersisa satupun diantara mereka.”

Setelah menyelesaikan penelitian dan perbaikan, maka mumi tersebut kemudian di kembalikan ke Mesir dengan menggunakan peti yang terbuat dari kaca nan elok, karena menurutnya itu lebih pantas untuk orang yang berkedudukan seperti Fir’aun. Akan tetapi Bakay masih dalam kondisi belum puas dengan berita yang di dengarnya, bahwa orang-orang Islam telah mengetahui keselamatan mumi ini. Ia pun lalu berkemas untuk berkunjung ke Saudi Arabia guna menghadiri seminar kedokteran yang akan dihadiri para pakar bedah muslim.

Dalam pidatonya, Professor Maurice memulai pembicaraan tentang hasil penyelidikannya bahwa jasad Fir’aun dapat diselamatkan setelah tenggelam, kemudian salah seorang diantara pakar muslim berdiri dan membuka serta membacakan Al-Qur’an pada Surat Yunus Ayat 92 yang artinya: “Pada hari ini kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat dijadikan pelajaran bagi orang-orang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan kami.”

Professor Maurice Bucaille terheran-heran dengan penjelasan yang baru saja ia dengar, ia lalu beranjak dari tempat duduknya dan dengan suara lantang ia berkata: “Pada hari ini; aku menyatakan diri untuk memeluk agama Islam dan aku mengimani Al-Quran ini”.

Setelah selesai seminar Professor Maurice Bucaille lalu kembali ke Prancis dengan wajah yang berbeda dari wajah sebelum ia datang menghadiri seminar. Selama sepuluh tahun ia tidak mempunyai pekerjaan yang lain, selaian mempelajari tentang sejauh mana keserasian dan kesinambungan Al-Quran dengan sains, serta perbedaan yang bertolak belakang dengannya. Namun apa yang ia dapati selalu berakhir sebagaimana Firman Allah SWT: ”Yang tidak datang kepada Al-Quran kebatilan baik dari belakang maupun dari depannya, yang diturunkan dari Tuhan yang Maha Bijaksana lagi terpuji” (Q.S: Fush Shilat-43).

Dari hasil penyelidikan yang bertahun-tahun, ia kemudian menulis sebuah buku tentang kesinambungan Al-Quran dengan sains yang mampu mengguncangkan Eropa. Sehingga ketika para pakar-pakar dan para ilmuwan barat berusaha untuk mendebatnya, mereka tidak kuasa.

Bucaille dalam bukunya menulis bahwa dalam Al Qur’an terdapat banyak kecocokan dengan fakta sains. Di antara tulisannya ialah: “Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal ia berjalan sebagai jalannya awan.” (QS 27:88)

Bucaille menjelaskan bahwa ternyata gunung-gunung bersama dengan lempeng bumi bergerak. Jadi ayat Al Qur’an di atas sesuai dengan ilmu pengetahuan. Bucaille juga menjelaskan bahwa ayat Al Qur’an di bawah yang menyatakan bahwa Allah menyelamatkan badan Fir’an hingga bisa dilihat manusia saat ini sesuai dengan kenyataan:
“Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu” (QS 10:92)

Ternyata para ahli menemukan garam di dalam badan Fir’aun yang menunjukkan bahwa Fir’aun memang pernah tenggelam. Jenazah Fir’aun/Mumi bisa dilihat manusia hingga saat ini di Bumi Seribu Menara, Mesir.

Sumber: ivandrio.wordpress.com

Kamis, 21 Juni 2012 nanti, tepat tanggal 1 Sya’ban 1433 H. Pintu Ka’bah kembali dibuka dan dibersihkan. Seperti biasa, prosesi pembersihan Ka’bah dilakukan dua kali dalam setahun. Rumah Allah, Baitullah ini di bersihkan setiap bulan Muharram dan awal Sya’ban. Seperti biasanya, prosesi pada 1 Sya’ban besok itu bisa dikategorikan sebagai proses preparing hamba Allah menghadapi bulan Suci Ramadhan. Sebuah ritual yang mengisyaratkan betapa proses ‘pembersihan’ menghadapi Ramadhan sangat penting dilakukan. Nampaknya kita harus sadar bahwa Ka’bah adalah bangunan yang akan dilihat makhluk lainnya. Bangunan paling suci yang menjadi kiblat umat Islam didunia, dalam menghadapi Ramadhan dilakukan pembersihan, lalu bagaimana dengan manusia (?) Tentunya harus lebih membersihkan diri tuk bersiap menghadapi Ramadhan. Pembersihan bagi setiap muslim, tidak hanya secara jasmani, tetapi lebih ditekankan dalam membersihkan hati dan spritual. Filosofi pencucian Ka’bah yang dilakukan sebulan sebelum bulan suci inilah, yang membuat rangka antusiasme menghadapi bulan penuh Rahmat kian terbangun. Merangkai suatu kekuatan yang kokoh guna menghadapi segala rintang di bulan suci.

Kesempatan saat itulah akan dirasakan oleh jemaah smartUMRAH yang akan berangkat tanggal 16 Juni nanti. Mereka akan menyaksikan secara langsung bagaimana dahsyatnya pesona Ka’bah ketika pintu ka’bah dibuka dan dibersihkan. Seperti yang terjadi pada tahun lalu, moment spesial itu sangat disyukuri oleh segenap keluarga besar Cordova. Pasalnya, saat itu, beberapa jemaah Cordova berkesempatan menikmati sholat dan masuk kedalam bangunan Ka’bah. Takjub, tak bisa berkata sepatah pun saat berada dalam bangunan suci, yang selama ini menjadi kiblat umat Islam diseantero bumi. Bapak Syahrul Davi Djalil dan Bapak Sjafrudin Muh. Habib yang merasakan bagaimana dahsyatnya sholat tepat di dalam bangunan pusat bumi. Seperti yang tayangkan radio El-Shinta, dalam tele conference saat masuk dan sholat di dalam Ka’bah, Pak Davi tak bisa berkata-kata, airmatanya mengalir deras. Sujud tersimbah dalam dekap hangatnya bangunan Ka’bah. Ia hanya bisa berulang mengucapkan syukur yang tiada henti. Dalam wawancara itu pula, ia hanya berpesan bahwa jangan pernah merasa rugi melaksanakan haji atau umrah, karena tiada orang yang merugi setelah melaksanakan ibadah suci tersebut.

Beserta raja Arab, ulama-ulama terkemuka, pejabat pemerintah Arab Saudia, tokoh setempat, dan tamu-tamu undangan kerajaan Arab Saudia. Pak Davi menyaksikan bagaimana prosesi pencucian Ka’bah. Bagian dalamnya dipel dengan kain putih yang dibasahi air zam-zam, bercampur dengan minyak gaharu yang bercampur dengan parfum beraroma musk (minyak kelenjar rusa). Sebelum memasuki Ka’bah, raja Arab menerima kunci ka’bah yang diletakkan dalam tas beludru dari para pengawal (Bani Shayba).

Setelah dipel, lantai dan dinding Ka’bah dikeringkan dengan kertas tisu dan kain putih. Kemudian disirami lagi dengan wewangian yang sangat khas. Bangunan sisi bagian timur Ka’bah tingginya 14 meter, lantai bagian dalam dilapisi keramik berwarna, sementara atapnya ditopang tiga pilar kayu. Masing-masing berdiameter 44 cm.

Struktur atap terdiri atas dua lapisan, bagian atas dan bawah, sementara dinding bagian dalam ditutup dengan layar terbuat dari beludru hijau yang diganti setiap tiga tahun sekali. Pada atap bagian teratas, terdapat ventilasi dengan panjang 127 cm dan lebar 104 cm untuk memberikan masuknya cahaya matahari. Ventilasi ditutup dengan kaca penguat yang dibuka saat acara pencucian.

Subhanallah…teriakan takbir menggema selama Ka’bah nan Suci dibersihkan, tidak sedikit para jamaah yang mengeluarkan airmata dengan derasnya. Termasuk smartUMRAH Cordova yang terus menerus menitikkan airmata, selama pintu Ka’bah itu terbuka. Sepertinya hal ini mengingatkan kita pada peristiwa Fath Makkah (pembebasan Makkah), beberapa tahun silam oleh Rasulullah SAW.

Semoga tahun ini, atau keberangkatan smartUMRAH tanggal 16 Juni besok, jemaah Cordova ada pula yang merasakan bagaimana indahnya bangunan ka’bah saat berada di dalamnya. Kalaupun tidak, di saat momentum pencucian ka’bah itu, kita berada dihadapan kemulian bangunan itu. Bukankah keberkahan dan rahmat akan menyelimuti bagi orang yang hanya menikmati pandangan mata ke ka’bah-Nya. SubhanALLAH…

Rasanya sudah sangat lama kami ‘meninggalkan’ pelajaran yang bapak dan guru kami berikan dalam pelajaran hidup. Meski hidup di dunia kerja, namun norma-norma, adab dan masih banyak lagi pelajaran hidup yang justru diberikan kesempatan untuk melakukannya. Yah, mungkin suatu ironi bagi perusahaan profesional lainnya, jika hal-hal semacam itu –pembelajaran hidup- masih diberikan justru ditengah persaingan kerja semakin ketat. Lazimnya sebuah perusahaan, tentu akan melihat bagaimana kinerja staf-nya dalam melakukan tugas. Tidak ada lagi didikan atau pelajaran yang di dapat, kalau pun ada jika melakukan kesalahan yang membuat rugi perusahaan akan diikuti dengan fired atau di non-aktifkan. Karena dunia kerja bukan masanya KBM (kegiatan belajar mengajar), dunia kerja adalah dunia eksekusi dari apa yang diraih dari bangku pendidikan. Namun berbeda dengan kami, kesempatan belajar itu masih sangat terbuka lebar, meski sudah berada di bangku kerja yang notabene mendapat pemasukan atau salary secara tetap.

Dari serakan ilmu yang diajarkan bapak sekaligus guru kami di Cordova itu adalah bagaimana mendengar dengan hati. Hmm… nampaknya simple, namun ketika di bedah, kalimat itu mengandung sejuta makna dengan pengaruh yang luar biasa. Tidak seperti para motivator-motivator hebat dengan –hanya- kepandaian memainkan kata, justru guru kami itu mengajarkan hal-hal simple namun berjuta makna. Yah, salahsatu dari serakan ilmunya, antara lain pelajaran tentang bagaimana caranya mendengar dengan hati.

Menurutnya, mendengarkan merupakan bagian esensi yang menentukan komunikasi efektif. Tanpa kemampuan mendengar yang bagus, biasanya akan muncul banyak masalah. Mendengar tidak selalu dengan tutup mulut, tapi juga melibatkan partisipasi aktif kita. Mendengar yang baik bukan berharap datangnya giliran berbicara. Memahami pembicaraan dan perasaan lawan bicara kita, ini juga sebagai bentuk penghargaan bahwa apa yang orang lain bicarakan adalah bermanfaat untuk kita. Seni mendengar dapat membangun sebuah relationship yang luarbiasa jika kita melakukannya dengan baik. Yah, tentunya mendengar dengan hati. Ia akan tembus menelusuri sel-sel darah kepada siapapun orang yang kita dengar pembicaraannya. Dari hati kena hati, itulah yang dimaksud dengan suatu ketulusan menjadi pendengar sejati.

Guru kami kerap mengajarkan untuk selalu memelihara kontak mata dengan baik. Ini menunjukkan kepada lawan bicara tentang keterbukaan dan kesungguhan kita dalam mendengarnya. Selain itu, mencondongkan tubuh ke depan, atau yang kerap kami dengar ‘Lempar –maaf- bokong kebelakang kursi’ saat kita duduk mendengarkan seseorang berbicara. Ini menunjukkan ketertarikan kita pada topik pembicaraan. Cara ini juga ternyata akan mengingatkan kita untuk memiliki sudut pandang yang lain, yaitu tidak hanya fokus pada diri kita sendiri, tetapi memahami orang yang kita dengarkan pembicaraannya.

Seorang pendengar yang baik sebenarnya hampir sama menariknya dengan pembicara yang baik. Jika kita selalu pada pola yang benar untuk jangka waktu tertentu, maka suatu saat kita akan merasakan. Untuk dapat mendengarkan dengan efektif sangat membutuhkan konsentrasi, pengalaman, pengetahuan dan keterampilan. Dari apa yang kami simpulkan dari didikan beliau adalah prinsip-prinsip untuk mendengar dengan hati, diantaranya; Tidak melakukan aktivitas mendengarkan dan berbicara pada saat yang bersamaan, mencoba memahami pokok pikiran atau ide utama pembicara, hindari gangguan dari lingkungan sekitar, mencoba mengendalikan emosi, dan ketulusan mendengar dari hati.

Jika sudah mengupas pembelajaran darinya, sungguh nikmat mana lagi yang harus kita dustakan untuk selalu bersama dan memiliki sosok sepertinya. Jangankan meninggalkan, ditinggalkan beberapa saat saja akan menjadi suatu yang sangat menyedihkan.

Jika diperhatikan, dewasa ini banyak aktifitas negatif berselimut indah. Racun yang tertutupi madu, maksudnya hal yang sebenarnya buruk namun di modifikasi sedemikian rapih oleh hal yang baik. Diantara sekian aktivitas negatif, sedikit kita ambil contoh bagaimana rasa malas terselimuti oleh ungkapan excuse yang meyakinkan diri bahwa hal itu adalah optimisme akan apa yang terjadi. Orang malas apapun bisa menjadi alasan. Bahkan alasan yang tampak seperti optimisme, padahal hanya sebagai dalih agar dia tidak perlu bertindak. Tentunya hal demikian sangat berbahaya, sebab akan terdengar baik dan benar padahal –sesungguhnya- dapat menghancurkan diri sendiri dan khalayak ramai.

Pernah suatu saat saya menumpang sebuah bus. Sebagai standar keselamatan sebuah bus ac harus menyediakan minimal satu tabung pemadam kebakaran seandainya terjadi apa-apa seperti kebakaran. Mungkin kita pernah mendengar banyak korban akibat terjebak di bus yang terbakar, alasannya beraneka ragam, salahsatunya –bisa jadi- karena tidak ada tabung alat pemadam kebakaran. Dari percikan api menjadi membesar karena sulit untuk dipadamkan. Untuk itu, salahsatu standar keselamatan harus ada tabung pemadam kebakaran agar bisa ter-antisipasi percikan api tersebut.

Saya melihat ke tempat tabung itu, tempat sanggahan dan tulisannya ada, namun tabungnya tidak ada. Salahsatu penumpang bus bertanya kepada kondektur, Pak tabung pemadamnya dimana (?) Dia melihat tempat sanggahan tabung, kemudian menjawab, “Ah…tidak akan terjadi apa-apa Pak” Jawabnya enteng. Seperti sebuah optimisme tidak akan terjadi apa-apa. Adakah yang bisa menjamin (?) Apa yang dia katakan itu baik-baik saja, tetapi itu hanya alasan atas kemalasan dia menyiapkan perlengkapan bus sebelum berangkat. Jika terjadi apa-apa, semisal percikan apa, apakah akan selamat hanya dengan ucapan itu (?).

Benar bahwa semua kita dianjurkan untuk bersikap optimis atas segala hal, namun usaha tetap perlu diperlukan. Optimis yang benar adalah saat kita yakin akan menghasilkan yang baik di saat kita sudah berusaha. Malas memperbaiki diri dengan dalih akan baik-baik saja. Ungkapan kondektur itu adalah salahsatu dari ribuan alasan untuk tidak menuntut diri agar berusaha mengadakan tabung pemadam tersebut. Sedangkan berusaha adalah musuh terbesar bagi orang yang malas.

Berkaitan dengan alasan-alasan ‘pemalas’ yang bisa berselimut dari kalimat ‘suci’ lainnya adalah syukur. Hal ini juga seperti kata-kata bijak, padahal hanya untuk menutupi kemalasannya meraih pencapaian yang lebih tinggi. Misalnya dengan mengatakan mensyukuri yang ada saja tanpa harus meraih yang lebih besar lagi. Padahal –sesungguhnya- kita bisa tetap bersyukur sambil tetap berusaha meraih yang lebih baik. Wong usaha kita tuk mencapai yang lebih baik tidak akan merusak syukur kita.

Ah saya mah, syukuri apa yang ada saja”, adalah –bisa jadi- ungkapan rasa malas untuk meraih kembali apa yang belum dapat diraih dengan bekerja keras. Syukur adalah urusan hati, sementara usaha adalah urusan fisik. Karenanya, syukur dan ikhtiar tidak akan saling mengganggu. Artinya, kita bisa menyukuri yang ada sambil tetap berusaha untuk mendapatkan yang lebih baik.

Bisnis Umrah MLM

Sepintas, boleh jadi tema diatas mengandung unsur provokatif dalam memahami ibadah umrah. Namun –sesungguhnya- bukan kesakralan pelaksanaan umrahnya yang hilang, tetapi bagaimana proses menuju kesucian umrahnya yang kini banyak mengalami kemerosotan sakral. Semua umat Islam telah memahami, bahwa ibadah umrah dan haji hanyalah bagi orang yang mampu (isthito’ah), baik segi finansial, maupun kesehatan jiwa dan raga. Tentunya, Islam tidak lantas menghukumi bahwa yang tidak mampu, atau orang miskin dilarang umrah dan haji. Namun pahala bagi mereka (orang yang kurang mampu) bisa sama, bahkan melebihi orang yang mampu melakukan perjalanan ke Tanah suci, jika dengan ikhlas mensyukuri dan menjalani kekurangan hidupnya dengan penuh ridha. Bahkan Rasulullah SAW bersama orang miskin yang sholeh di surga kelak.

Kembali ke pembahasan awal, mengenai hilangnya kesakralan umrah. Hal ini terjadi ketika niatan ibadah sudah masuk dan terjaring pada kategori bisnis ‘piramida’. Bak membeli kacang goreng, seorang yang ingin berangkat umrah (yang nota bene membutuhkan dana belasan hingga puluhan juta) hanya membayar sebesar 2,5 atau 3,5 juta saja misalnya. Ia bisa berangkat, namun dengan harus menjaring beberapa orang dengan membayar seperti apa yang dibayarkannya, begitu seterusnya.

Yah, itulah bisnis umrah Multi Level Marketing (MLM) yang dewasa ini sudah sangat menjalar bahkan pada ranah suci sekalipun semisal ibadah haji dan umrah. Entah apakah sebagai improvisasi bisnis atau apa, yang jelas jika ditelusuri –menurut saya- ada semacam pengkerdilan makna ‘isthito’ah’ (mampu) dalam syarat melaksanakan ibadah umrah maupun haji. Belum lagi jika kita bedah bagaimana proses bisnis seperti ini dalam ruang suci. Benar bahwa bisnis ini termasuk pada ranah Muamalat, yang secara definisi usul Fikihnya dibolehkan. “Al-Aslu fil mu’amalah al-ibahah, illa maa dalla dalillu ‘ala tahrimihi” (pada dasarnya hukum muamalah itu di perbolehkan, terkecuali ada hal yang menunjukan atas pelarangannya). Mari kita simak adakah hal yang membuat bisnis umrah MLM ini terjerumus pada hal yang diharamkan (?)

Secara global sistem bisnis MLM dilakukan dengan cara menjaring calon nasabah yang sekaligus berfungsi sebagai konsumen dan member (anggota) dari perusahaan yang melakukan praktek MLM.

Lebih fokusnya untuk mengetahui bagaimana bisnis umrah MLM ini sesuai syariah atau tidak, sebaiknya kita ketahui standar Moral dalam berbisnis.

  1. Tauhid,
  2. Kebebasan,
  3. Keadilan,
  4. Tanggung jawab.

Dan standar Operasional dalam berbisnis:

  1. Menghindari segala praktik riba.
  2. Menghindari Gharar (ketidakjelasan kontrak/barang).
  3. Menghindari Tadlis (penipuan).
  4. Menghindari perjudian (spekulasi/masyir).
  5. Menghindari kedzoliman dan eksploitatif.

Lalu jika fakta dengan begitu jelas membuktikan bahwa yang diuntungkan dengan sistem MLM ini adalah Upline (level atas), sedangkan Downline (level bawah) akan selalu dirugikan adalah bahwa bentuk piramida ini akan berhenti pada level tertentu yang mana mereka tidak mungkin bisa mencari anggota baru, atau orang baru yang akan umrah lagi, yang dengannya semua harapan untuk melaksanakan umrah yang dijanjikan adalah impian belaka. Maka jalan keduanya, ia harus bersusah payah menyicil kekurangan biaya perjalanan umrah yang baru disetorkan sebesar 2,5 atau 3,5 juta.

Dan perlu dicermati bahwa dimanapun Downline akan selalu lebih banyak daripada Upline. Dan akhirnya penderitaan (gagal berangkat ke Tanah Suci) hanya dialami oleh para downline yang sulit mendapatkan member baru.

Dalam suatu kesempatan, Direktur Pembinaan Haji Kementerian Agama, Ahmad Kartono mengingatkan masyarakat agar tidak terpikat oleh penyelenggara ibadah haji atau umrah dengan sistem multi level marketing (MLM) atau sistem berantai. Karena sistem yang banyak berkembang belakangan ini memiliki potensi penipuan yang sering dimanfaatkan oknum yang tidak bertanggung jawab.

Lebih khawatir lagi, jika proses bisnis umrah MLM ini menjadi semacam Bom waktu gagal massal berangkat ke Tanah suci, sebagaimana sub thema acara seminar HIMPUH beberapa waktu lalu.

Jika demikian, kita bisa memahami bagaimana bisnis MLM ini menurut pandangan syar’i atau, katakan ke nurani kita masing-masing. Apakah bisnis umrah MLM ini dibiarkan begitu saja (?) Jika ya, maka fatwa Haram MUI Aceh mengenai bisnis umrah MLM ini hanya digratiskan. Kita tunggu bagaimana komentar dan fatwa MUI pusat mengenai masalah ini. Semoga kesakralan ibadah haji dan umrah masih tetap terpatri disetiap sanubari muslim dimana pun berada.

Sebenarnya kandungan artikel ini ada korelasi dengan artikel beberapa waktu lalu (The Power of Optimism). Namun tidak salah jika kita sedikit mengulas bagaimana kekuatan harap itu bisa membuat peristiwa yang sulit menjadi sangat mudah dilakoni. Nabi Nuh belum tahu banjir akan datang ketika ia membuat kapal dan ditertawai kaumnya. Nabi Ibrahim belum tahu akan tersedia Domba ketika pisau nyaris memenggal buah hatinya. Nabi Musa belum tahu laut akan terbelah saat dia diperintah memukulkan tongkatnya ke air laut. Nabi Muhammad SAW pun belum tahu jika Madinah adalah kota tersebarnya ajaran yang dibawanya saat beliau diperintahkan berhijrah. Yang mereka tahu adalah bahwa mereka harus patuh pada perintah Allah SWT dan tanpa berhenti berharap yang terbaik. Setiap kita –tentunya- memiliki harapan dari setiap apa yang kita jalani. Harapan (ar-rajaa) tidak boleh sirna selama manusia masih menjalani hidup. Ia harus tetap tumbuh seiring dengan rasa optimis dalam menghadapi kehidupan. Harapan adalah oksigen bagi jiwa yang masih menjalani kehidupan. Tanpa adanya kekuatan harap, derasnya gelombang kehidupan akan menghanyutkan manusia dalam keputus-asaan. Dengan sebuah harapanlah manusia akan berani menjalani hidup, karena harapanlah seorang ibu menyusui anaknya, karena harapanlah kita menanam pohon meski kita tahu, kita tidak akan sempat memetik buahnya yang ranum bertahun-tahun. Sekali kita kehilangan harapan, maka kita akan kehilangan seluruh kekuatan untuk menghadapi dunia, begitu pelajaran yang sering saya dengar dari sosok guru sekaligus Bapak di Cordova.

Harapan bisa membuat warna, membuat apa yang ada di dunia ini menjadi dinamis, dan harapan telah membuat perkembangan peradaban manusia sampai pada titik yang kita rasakan saat ini. harapan telah membuat yang mustahil menjadi mungkin. Adanya harapan untuk mempermudah manusia bepergian telah memunculkan berbagai alat transportasi yang semakin canggih dan cepat. Adanya harapan untuk mempermudah manusia berinteraksi dan berkomunikasi telah memunculkan alat komunikasi yang beraneka ragam. Berbicara mengenai harapan tentunya akan selalu terkait dengan kekecewaan dan kepuasan. Semuanya itu tergantung pada bagaimana cara manusia memandang atau menyikapinya. Kekecewaan akan didapatkan bilamana manusia telah diperbudak oleh harapan itu sendiri, yaitu ketika manusia memandang bahwa harapan-harapannya harus menjadi kenyataan, inilah salahsatu hal yang bersifat destruktif yang merupakan penyebab kehancuran hidup.

Sedangkan kepuasaan akan didapatkan bila manusia tidak diperbudak oleh harapan-harapan, tetapi manusia itu sendiri yang memegang kendali atas harapan-harapannya. Yang terpenting adalah bagaimana manusia menyikapi dan memandang sebuah harapan. Tidak dipungkiri bahwa harapan sebenarnya adalah sebuah “Energi”. Manusia seharusnya memandang bahwa harapan adalah sumber energi yang dapat memotivasi mereka untuk berbuat lebih dan berbuat yang terbaik tanpa tendensi apapun. Sehingga di kemudian hari akan didapatkan kepuasaan pada diri mereka karena menyadari telah melakukan hal besar yang tentunya memiliki manfaat yang besar bagi orang lain atau kehidupan.

Pun demikian dengan jemaah haji yang memiliki harapan untuk berangkat ke Tanah Suci pada tahun ini, namun terkendala dengan batasan kuota, masih memiliki harapan yang besar untuk tidak putus asa memohon dan berharap dengan segala kebajikan yang diamalkan. Karena itu juga sebagai bentuk pengharapan untuk menggapai sebuah cita-cita mulia.

Setelah harapan itu dikelola sebaik mungkin, maka –biasanya- “tangan-tangan” ALLAH bekerja di detik-detik terakhir usaha hamba-Nya. so’ Never Give up! Tetap Khusnudzon pada-Nya apapun yang terjadi.

Dalam Genggaman

Epilog dari kisah “Trilogi” ini akan sedikit membuka siapa dan bagaimana sepak terjang sosok yang menjadi tokoh antagonis dalam cerita ini. Meski –tentunya- Anda akan masih penasaran siapa yang dimaksud, benarkah atau hanya sebatas fiktif belaka. Kenapa bisa seperti itu, kok bisa, Masya Allah gak nyangka, bejad ya!. Dan ekspresi serta pertanyaan-pertanyaan lainnya akan muncul dalam benak kita. Bahkan –tidak mustahil- pertanyaan, koq artikel semacam ini ada di website ini’ akan juga terlontar di sudut pikir Anda. Namun percayalah kompleksitas kehidupan akan tertampung oleh sebuah jalur yang kan terlangkah. Bak Al-Qur’an suci yang terdapat beragam kisah dan cerita di dalamnya, bukan hanya sebagai pedoman, tetapi juga sebagai pelajaran bagi orang-orang yang berfikir. Pun demikian dengan beragam artikel yang terdapat dalam website ini, warnanya akan dinamis jika artikel didalamnya memuat beragam kisah yang berwarna. Trilogi ini adalah persembahan cinta agar kita tidak terjerumus oleh rayu busuk fitnah seorang yang terbungkus kain kehormatan, namun justru menghancurkan image Islam tuk menjungjung tinggi martabat seorang wanita. Merokok, menghasud, memfitnah, merekayasa, menghancurkan, mengadu-domba, merusak, dan mencinta –merebut- yang jelas-jelas mustahil teraih.

Bak tulisan dan gambar dari papyrus yang terlihat sangat elok dan memiliki nilai jual tinggi, ia pawai dan pialang dalam menghembuskan ucapan sesatnya, tapi tahukah Anda Papyrus adalah jenis tanaman air yang sangat mudah ditemukan di pinggiran sungai Nil, Mesir. Jika tidak dijadikan sebagai alat seni untuk menulis atau melukis gambar-gambar sejarah Mesir kuno atau –bahkan- kaligrafi, maka tumbuhan itu sama saja dengan tumbuhan air lainnya. Tidak ada spesial dari sosok wanita ini, ia hanya pandai meliuk dalam kata tuk pengaruhi banyak orang agar ambisinya tergapai. Terutama dalam melontar fitnah atau pesan-pesan sms kepada setiap orang yang ia nilai bisa menghancurkan hamba yang di fitnahnya.

Setelah sekian lama gagal menghancurkan reputasi seorang yang sangat ia cintainya, maka perlawanan selanjutnya adalah bergabung dengan orang yang memiliki watak dan visi yang sama. Bersatu menyusun strategi tuk melampiaskan hasrat busuknya. Mengadu domba dan mengipas-ngipas orang agar melangkah bersama merobohkan kekuatan hak. Tak peduli dengan busana yang ia pakai, berjubah panjang dan berpenampilan iba (berharap orang mengasihinya) berani berteriak-teriak di keheningan malam dengan meronta-ronta. Sungguh tak peduli apa penilaian orang terhadap kemulian sosok wanita dalam Islam. Bahkan ia akan sangat marah ketika di tegur merokok –karena memang memakai jubah muslimah- yang menghancurkan image jutaan muslimah di muka Bumi, dengan asap mengepul di mulut ‘ular’-nya.

“Terdzolimi” itulah penggalan kalimat yang selalu menjadi andalannya sebagai alasan sikap bar-barnya. Seolah tidak tahu siapa yang mendzolimi dan siapa yang terdzolimi. Ibarat kata maling teriak maling. Hingga mulut berbusa pun orang hanya akan mencibir apa yang ia katakan, terkecuali bagi mereka yang memiliki watak seperti dia. Siapakah gerangan wanita antagonis dalam serial ini (?) Yang jelas –sesuai- bacaan sholat dalam tasyahud akhir, kita harus senantiasa berlindung kepada Allah SWT agar terhindar dari fitnah Dajjal.

Jika serangan dan fitnah itu usai. Maka sebagai muslim kita pun wajib menghentikan kebencian itu, meski jiwa teramat sakit oleh bisa-nya. pertempuran hanya diletuskan dalam arena laga. Jika usai maka usai sudah permasalahan itu, dan tiada kata yang teramat dahsyat selain i’m sorry goodbye.

Could be continue or not!

Meneropong, Merapat dan Menggasak

“Dan janganlah engkau patuhi setiap orang yang suka bersumpah dan suka menghina, yang banyak mencela, yang kian ke mari menghambur fitnah, (QS. Al-Qolam: 10-11)

“Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim. (Al-Baqarah : 193)

Dalam sejarah Islam, betapa fitnah akan membawa bencana dan malapetaka di kehidupan masyarakat. Fitnah itulah yang membawa bencana terbunuhnya Sayyidina Usman Ra. Yang dituduh menjalankan nepotisme dalam kebijakannya. Fitnah itu juga yang menyebabkan nestapa sepanjang masa, pertempuran dan perselisihan diantara sahabat besar seperti Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah bin Abi Sufyan. Fitnah jugalah yang pernah membuat Rasulullah marah dan membiarkan (tidak menyapa) istrinya Aisyah sekian lama, karena tertinggal dari rombongan. Masih banyak lagi kisah dan cerita tentang bahaya laten fitnah.

Artikel ini adalah trilogi tentang kisah manusia yang haus akan sebuah eksistensi cinta, namun sebelum melangkah untuk melanjutkan artikel ini, sebaiknya Anda membaca juga artikel bagian pertamanya, sehingga pemahaman dalam tema diatas akan lebih mudah tercerna. Baiklah sebelumnya, mari kita simak apa yang dikatakan Ali bin Abi Thalib, bahwa kejahatan yang terorganisir akan mudah mengalahkan kebenaran yang tercerai berai. Dalam konteks apapun suatu pergerakan baik positif maupun negatif jika dilakukan secara sistematis dan kontinyuitas maka hasilnya akan sesuai dengan apa yang diharap. Pun demikian dengan kejahatan, perancangan iblis akan menusuk pada rongga-rongga sistem yang tercerai berai. Serangan fitnah (yang nota bene jelas-jelas hal negatif) akan mudah berhasil dan mendapatkan kemenangan secara massif jika tidak ditanggulangi dengan sebuah perlawanan yang berarti. Lihat saja bagaimana Yahudi dengan gerakan Israel Raya-nya, mereka yang mendzolimi, namun mereka juga lah yang berteriak-teriak mengumbar fitnah, bahwa Hammas lah yang melakukan kekerasan dengan terorisnya. Wal hasil mereka sukses, yah sukses untuk meyakinkan bahwa muslim Palestina berhak untuk dibinasakan, di isolasi dan dimusnahkan di tanah jajahannya sendiri. Bukankah itu buah dari keganasan fitnah (?) Bukankah itu kejahatan yang terorganisir (?)

Kita lupakan sejenak Israel, kembali pada konteks trilogi yang kini menjadi bahasan kita. Jika fitnah itu sangat mudah menyelinap pada pola pikir kita, maka bagaimana jadinya jika si pelaku fitnah itu adalah sosok seorang wanita (?) Bahkan mungkin kini menjadi ‘segerombolan’ wanita-wanita yang haus akan cinta. Dahaga akan kasih sayang orang yang dicinta, dan lapar akan kehangatan cinta. Mereka hanya merasakan sentuhan mentari disebagian tubuhnya, sebagian lagi mereka harus rela pontang-panting mengejar dan mendekapnya.

Kita semua tahu, bahwa kelembutan wanita kadang mudah memperdaya manusia, bahkan bualan pun menjadi sangat nyata. Wanita adalah makhluk yang teramat indah, maka waspadalah jika keindahannya itu dipergunakan hal-hal jahat semacam fitnah, hasud dan dengki. Kemuliaan yang menjadi kudrat wanita di muka Bumi, akan mudah hanyut jika mereka ‘bersengkokol’ membangun bangunan dengki. Ber-strategi menggalang kekuatan dan menyerang setiap individu yang mereka nilai mudah terprovokasi. Bak pergerakan zionis, mereka yang membuat perkara, mereka yang berteriak terdzolimi.

Fitnah adalah muara dari kejahatan laten, bukan hanya lebih jahat dari pembunuhan namun juga lebih dahsyat dari musuh yang nyata-nyata memerangi kita. Tak ayal, Rasulullah SAW senantiasa mengajarkan kita di setiap akhir dari sholat lima waktu, agar kita berlindung dari godaan fitnah-nya Dajjal. Karena dengan fitnah, manusia sulit membuka tabir antara yang benar dan salah. Ini menunjukkan bahwa fenomena fitnah Dajjal memiliki kekuatan yang sangat luar biasa. Mereka meneropong, menelaah, merapatkan dan lalu menggasak.

Melawan semua itu hanya dengan merapatkan barisan dan menyatukan hati. Mengunci mulut untuk tidak terlena melakukan ghibah. Jika kejahatan mereka organisir dengan solid, maka kita sudah bergerak untuk membungkam itu, tentunya dengan strategi yang smart.