Dendam Kesumat Wanita “Terhormat” (Bag: 2)

Meneropong, Merapat dan Menggasak

“Dan janganlah engkau patuhi setiap orang yang suka bersumpah dan suka menghina, yang banyak mencela, yang kian ke mari menghambur fitnah, (QS. Al-Qolam: 10-11)

“Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim. (Al-Baqarah : 193)

Dalam sejarah Islam, betapa fitnah akan membawa bencana dan malapetaka di kehidupan masyarakat. Fitnah itulah yang membawa bencana terbunuhnya Sayyidina Usman Ra. Yang dituduh menjalankan nepotisme dalam kebijakannya. Fitnah itu juga yang menyebabkan nestapa sepanjang masa, pertempuran dan perselisihan diantara sahabat besar seperti Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah bin Abi Sufyan. Fitnah jugalah yang pernah membuat Rasulullah marah dan membiarkan (tidak menyapa) istrinya Aisyah sekian lama, karena tertinggal dari rombongan. Masih banyak lagi kisah dan cerita tentang bahaya laten fitnah.

Artikel ini adalah trilogi tentang kisah manusia yang haus akan sebuah eksistensi cinta, namun sebelum melangkah untuk melanjutkan artikel ini, sebaiknya Anda membaca juga artikel bagian pertamanya, sehingga pemahaman dalam tema diatas akan lebih mudah tercerna. Baiklah sebelumnya, mari kita simak apa yang dikatakan Ali bin Abi Thalib, bahwa kejahatan yang terorganisir akan mudah mengalahkan kebenaran yang tercerai berai. Dalam konteks apapun suatu pergerakan baik positif maupun negatif jika dilakukan secara sistematis dan kontinyuitas maka hasilnya akan sesuai dengan apa yang diharap. Pun demikian dengan kejahatan, perancangan iblis akan menusuk pada rongga-rongga sistem yang tercerai berai. Serangan fitnah (yang nota bene jelas-jelas hal negatif) akan mudah berhasil dan mendapatkan kemenangan secara massif jika tidak ditanggulangi dengan sebuah perlawanan yang berarti. Lihat saja bagaimana Yahudi dengan gerakan Israel Raya-nya, mereka yang mendzolimi, namun mereka juga lah yang berteriak-teriak mengumbar fitnah, bahwa Hammas lah yang melakukan kekerasan dengan terorisnya. Wal hasil mereka sukses, yah sukses untuk meyakinkan bahwa muslim Palestina berhak untuk dibinasakan, di isolasi dan dimusnahkan di tanah jajahannya sendiri. Bukankah itu buah dari keganasan fitnah (?) Bukankah itu kejahatan yang terorganisir (?)

Kita lupakan sejenak Israel, kembali pada konteks trilogi yang kini menjadi bahasan kita. Jika fitnah itu sangat mudah menyelinap pada pola pikir kita, maka bagaimana jadinya jika si pelaku fitnah itu adalah sosok seorang wanita (?) Bahkan mungkin kini menjadi ‘segerombolan’ wanita-wanita yang haus akan cinta. Dahaga akan kasih sayang orang yang dicinta, dan lapar akan kehangatan cinta. Mereka hanya merasakan sentuhan mentari disebagian tubuhnya, sebagian lagi mereka harus rela pontang-panting mengejar dan mendekapnya.

Kita semua tahu, bahwa kelembutan wanita kadang mudah memperdaya manusia, bahkan bualan pun menjadi sangat nyata. Wanita adalah makhluk yang teramat indah, maka waspadalah jika keindahannya itu dipergunakan hal-hal jahat semacam fitnah, hasud dan dengki. Kemuliaan yang menjadi kudrat wanita di muka Bumi, akan mudah hanyut jika mereka ‘bersengkokol’ membangun bangunan dengki. Ber-strategi menggalang kekuatan dan menyerang setiap individu yang mereka nilai mudah terprovokasi. Bak pergerakan zionis, mereka yang membuat perkara, mereka yang berteriak terdzolimi.

Fitnah adalah muara dari kejahatan laten, bukan hanya lebih jahat dari pembunuhan namun juga lebih dahsyat dari musuh yang nyata-nyata memerangi kita. Tak ayal, Rasulullah SAW senantiasa mengajarkan kita di setiap akhir dari sholat lima waktu, agar kita berlindung dari godaan fitnah-nya Dajjal. Karena dengan fitnah, manusia sulit membuka tabir antara yang benar dan salah. Ini menunjukkan bahwa fenomena fitnah Dajjal memiliki kekuatan yang sangat luar biasa. Mereka meneropong, menelaah, merapatkan dan lalu menggasak.

Melawan semua itu hanya dengan merapatkan barisan dan menyatukan hati. Mengunci mulut untuk tidak terlena melakukan ghibah. Jika kejahatan mereka organisir dengan solid, maka kita sudah bergerak untuk membungkam itu, tentunya dengan strategi yang smart.

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *