The Power of Survival
Menyaksikan sebuah film Life of Pi garapan Ang Lee, yang mendapatkan 4 penghargaan bergengsi yang sekaligus menempatkan dirinya sebagai sutradara terbaik pada ajang Grammy Awards 2013 kali ini, memang sudah di perkirakan. Bagaimana tidak, film yang menggambarkan petualangan seorang bocah India yang hidup selama 8 bulan di lautan luas bersama seekor Harimau Benggala bernama Richard Parker, memberikan pelajaran yang penuh arti. Pelajaran tentang sebuah cinta, sebuah persahabatan, keberanian, dan perjuangan untuk terus bertahan hidup. Yah, bagaimana bisa survive dalam kondisi yang terburuk sekalipun. Sebuah film yang bukan saja menyuguhkan keindahan audio visual, alur cerita-nya pun sarat dengan makna yang teramat dalam. Sesungguhnya, bukan hanya Life of Pi satu-satunya film tentang ‘Survival’, sebut saja film 127 Hours, yang menceritakan seorang pemanjat tebing bernama Aron Ralston. Ia jatuh dan terjebak di lembah Blue Jhon Canyon, dan tangannya tergantung pada sebuah batu yang menghimpitnya. Selama 5 hari ia tak berdaya untuk makan dan minum, hingga akhirnya untuk terus berjalan hidup, ia harus memutuskan tulang lengannya sendiri yang terjepit batu. Itupun ia lakukan dengan susah payah, karena tidak ada alat yang bisa memudahkan untuk memutusnya.
Masih banyak tentunya, kisah mengenai bagaimana seseorang bisa berjuang untuk terus bertahan hidup ketika kondisi terburuk menimpanya. Namun, rasa-rasanya, –tanpa menyaksikan film-film seperti diatas pun- kekuatan yang ada dalam diri kita akan selalu tampak jika keadaan yang mengancam diri sudah berada pada titik nadzhir. Semisal banyak yang kita dengar bagaimana seorang yang tadinya tidak bisa berlari cepat, ketika di kejar anjing, dengan sangat meyakinkan ia bisa menjadi pelari yang tangguh, bahkan dapat meloncat pagar yang tinggi sekalipun. Seperti umumnya, manusia akan sangat kuat atau sengaja menjadi kuat ketika dihadapkan pada kondisi yang menurutnya akan mengancam keberlangsungan hidup. Ada semacam kekuatan diluar nalar manusia, untuk melawan semuanya. Yah, kekuatan untuk bertahan.
Lalu, bagaimana kita mengolah kondisi survive ditengah kondisi yang berada pada ‘zona aman’. Maksudnya disaat kita berada pada puncak kenikmatan yang –menurut kita- masih jauh dari kondisi buruk yang dihadapi. Padahal sunatu tadawul atau siklus perputaran yang alami adalah kondisinya akan terus berputar, bisa saja saat ini kita berada di puncak, mungkin selanjutnya akan berada pada kerendahan. Hal inilah yang kerap melupakan kita untuk terus melakukan perjuangan hidup dalam kondisi apapun. Bagaimana kekuatan untuk survive itu tidak terus mengendur dikala zona terburuk telah usai terlakoni.
Karenanya, Islam telah dulu mengantisipasi akan hal itu. Rasulullah SAW bersabda mengenai bagaimana kita mempersiapkan mental ‘survive’ sebelum masa terburuk melanda dengan harus berpikir tentang 5 perkara sebelum perkara ‘terburuk’ menimpanya. (HR. Al Hakim)
Pertama, adalah masa muda sebelum datangnya hari tua. Masa muda adalah sebaik-baiknya masa untuk mencapai kebaikan, kesuksesan dan keberhasilan. Karena pada masa itu, kita masih memiliki ambisi yang kuat, keinginan dan cita-cita yang ingin diraih. –tentunya- bukan berarti masa tua akan menghalangi kita untuk tetap berusaha mencapai impian kita, namun tentunya masa tua akan berbeda halnya dengan usaha saat kita masih muda.
Kedua, masa sehat sebelum sakit. Hal ini juga anjuran agar kita senantiasa waspada pada segala kemungkinan yang sifatnya diluar prediksi manusia, seperti halnya sakit. Sakit disini bukan sebatas sakit jasmani, tapi juga sakit rohani.
Ketiga adalah, masa kaya sebelum masa miskin. Tidak terlalu jauh berbeda dari penjelasan di atas, ketika kekayaan ada pada kita, baik itu berupa materi atau lainnya, maka hendaknya kita memanfaatkannya sebaik-baiknya.
Keempat, masa lapang sebelum waktu sibuk. Disini Rasulullah SAW menganjurkan kita untuk menghargai waktu, agar bisa diisi dengan hal-hal yang bermanfaaat baik untuk diri sendiri maupun orang lain.
Terakhir adalah, masa hidup sebelum datangnya saat kematian. Yang terakhir ini merupakan cakupan dari empat hal diatas. Ketika kita diberi kehidupan maka hidup yang diberikan pada kita itu sebenarnya merupakan kesempatan yang tiada duanya. Karena kesempatan hidup tidak akan datang untuk kedua kalinya. Kehidupan harus dijalani sesuai tuntutan kemaslahatannya.
Lima hal tersebut merupakan inti misi dan visi hidup manusia, karena kunci kesuksesan itu terletak pada bagaimana kita “mempergunakan kesempatan dengan sebaik-baiknya”. Anjuran Survive tidak hanya saat kita berada pada kondisi yang terburuk, namun kondisi terbaik pun kita harus terus bisa mengolah konsep survive itu.
Makkah; The Center of The Earth
Neil Amstrong telah membuktikan bahwa kota Mekah adalah pusat dari planet Bumi. Fakta ini telah di diteliti melalui sebuah penelitian Ilmiah. Ketika Neil Amstrong untuk pertama kalinya melakukan perjalanan ke luar angkasa dan mengambil gambar planet Bumi, dia berkata, “Planet Bumi ternyata menggantung di area yang sangat gelap, siapa yang menggantungnya (?)” Para astronot telah menemukan bahwa planet Bumi itu mengeluarkan semacam radiasi, secara resmi mereka mengumumkannya di Internet, namun sayang, 21 hari kemudian website tersebut raib yang sepertinya ada alasan tersembunyi dibalik penghapusan website tersebut. Setelah melakukan penelitian lebih lanjut, ternyata radiasi tersebut berpusat di kota Mekah, tepatnya berasal dari Ka’Bah. Yang mengejutkan adalah radiasi tersebut bersifat infinite (tidak berujung), hal ini terbuktikan ketika mereka mengambil foto planet Mars, radiasi tersebut masih berlanjut terus. Para peneliti Muslim mempercayai bahwa radiasi ini memiliki karakteristik dan menghubungkan antara Ka’Bah di planet Bumi dengan Ka’bah di alam akhirat.
Di tengah-tengah antara kutub utara dan kutub selatan, ada suatu area yang bernama ‘Zero Magnetism Area’, artinya adalah apabila kita mengeluarkan kompas di area tersebut, maka jarum kompas tersebut tidak akan bergerak sama sekali karena daya tarik yang sama besarnya antara kedua kutub. Itulah sebabnya jika seseorang tinggal di Mekah, maka ia akan hidup lebih lama, lebih sehat, dan tidak banyak dipengaruhi oleh banyak kekuatan gravitasi. Karenanya, ketika kita mengelilingi Ka’Bah, maka seakan-akan diri kita di-charged ulang oleh suatu energi misterius dan ini adalah fakta yang telah dibuktikan secara ilmiah.
Penelitian lainnya mengungkapkan bahwa batu Hajar Aswad merupakan batu tertua di dunia dan juga bisa mengambang di air. Di sebuah museum di negara Inggris, ada tiga buah potongan batu tersebut (dari Ka’Bah) dan pihak museum juga mengatakan bahwa bongkahan batu-batu tersebut bukan berasal dari sistem tata surya kita.
Adapun fakta Quraniyyah atau dalil yang menyebutkan tentang bukti bahwa Makkah adalah pusat Bumi. Pertama adalah Al-Qur’an Surat Asy-Syura ayat 7, “Demikianlah Kami wahyukan kepadamu Al Qur’an dalam bahasa Arab supaya kamu memberi peringatan kepada Ummul Qura (penduduk Makkah) dan penduduk (negeri-negeri) sekelilingnya”.
Kata ‘Ummul Qura’ berarti ibu bagi kota-kota lain, dan kota-kota di sekelilingnya menunjukkan Makkah adalah pusat bagi kota-kota lain, dan yang lain hanyalah berada di sekelilingnya. Sebagaimana seorang ibu adalah sumber keturunan, maka Makkah juga merupakan sumber kepada semua negeri lain, sebagaimana dijelaskan diatas.
kedua adalah ayat dan hadis nabawi yang memperkuatkan fakta ini. ALLAH Berfirman “Wahai jin dan manusia, jika kamu sanggup menembusi (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusinya kecuali dengan kekuatan (ilmu pengetahuan). (QS. Ar-Rahman: 33).
Berdasarkan ayat ini dapat difahamkan bahwa diameter lapisan-lapisan langit itu di atas diameter bumi (tujuh lempengan bumi). Jika Makkah berada di tengah-tengah bumi, dengan itu berarti Makkah juga berada di tengah-tengah lapisan langit.
Selain itu ada hadist yang menerangkan bahwa Masjidil Haram di Makkah, tempat Ka’bah berada itu ada di tengah-tengah tujuh lapisan langit dan tujuh lapisan yang membentuk bumi.
Nabi Bersabda: “Wahai orang-orang Makkah, wahai orang-orang Quraisy , sesungguhnya kamu berada di bawah pertengahan langit”.
Dikuatkan oleh Prof. Hussain Kamel yang menemukan suatu fakta mengejutkan bahwa Makkah adalah pusat bumi. Pada mulanya ia meneliti suatu cara untuk menentukan arah kiblat di kota-kota besar di dunia. Untuk tujuan ini, ia menarik garis-garis pada peta, dan sesudah itu dia meneliti posisi 7 benua terhadap Makkah dan jarak masing-masing. Setelah 2 tahun membuat kajian yang rumit itu dengan program-program komputer untuk menentukan jarak yg tepat. Akhirnya dia merasa kagum dengan apa yang ditemukan, bahwa Makkah merupakan pusat bumi.
Dia mengumpamakan seperti 1 lingkaran dan Makkah ialah titik pusatnya, dan garis luar lingkaran itu adalah benua-benuanya. Pada waktu yang sama, ia bergerak bersamaan dengan keliling luar benua-benua tersebut. (Majalah al-Arabiyyah, edisi 237, Ogos 1978).
Secara ilmiah dikuatkan kembali bahwa, telah ada teori ilmiah yang sahih bahwa lempengan-lempengan bumi terbentuk selama usia geologi yang panjang, bergerak secara teratur di sekitar lempengan Arab. Lempengan-lempengan ini terus menerus memusat ke arah itu seolah-olah menunjuk ke arah Makkah.
(Dari Berbagai Sumber)
Akhir Pekan di Kota Lombok
Di setiap akhir pekan, Cordova akan menyuguhkan destinasi-destinasi impian Anda sekeluarga. Bukan hanya di negeri sendiri, kedepannya akan dipersembahkan juga destinasi mancanegara yang kami rekomendasikan untuk dikunjungi. Sehingga menjadi pertimbangan disetiap akan merencanakan liburan bersama Cordova. Rekomendasi kami tidak terlepas dari kualitas yang selama ini kami terapkan dalam pelayanan eksklusif dengan akomodasi yang membuat liburan Anda benar-benar berkualitas, nyaman dan menyimpan sejuta kenangan manis.
Paradise in the Earth
The Chapter inside Raudhah
Pagi itu di kota Nabi, udaranya segar dan lumayan dingin, temperaturnya sekitar 19-21 Celcius, hampir sama dengan suhu pagi di kota Bandung. Saat sholat Subuh, perjalanan spritualku kembali terlangkah di pelataran SuciNya. Memulai perjalanan yang kuharapkan menjadi tambal dari kegelisahan hidup. Perjalanan jiwa berbalut rasa, dan perjalanan yang teramat penting dari nilai langkahku. Journey of my life, sarat dengan dinamika. Laksana waktu yang berpacu, semuanya tak pernah henti, begitu pun dengan langkah ini kuharapkan ada cerita cinta yang tak kan pernah padam pada perjalanan ini.
Entah siapa yang memulai –dalam waktu sekejap- terbentuk kerumunan. Jemaah sholat merangsek maju menuju Raudhah, satu sisi terdepan di Masjid Nabawi. Di Masjid Rasul ini, beragam wajah berbeda bangsa, termasuk kami berharap sempat untuk merasakan nikmatnya ibadah di Raudhah, satu dari Taman-Taman Surga yang dikatakan Rasulullah SAW. “Antara rumahku (Makam Nabi) dan mimbarku terdapat taman dari taman-taman surga”.
Raudhah menyimpan rapi kenangan perjuangan Nabi-Nya. Mengejarnya, seperti napak tilas perjuangan Baginda Rasul. Di tempat barokah itu, barisan sahabat Nabi di tempa. Hamparan ketakwaan senantiasa menghiasi Raudhah, dari hari ke hari, dari waktu ke waktu. Dada terasa sesak. Airmata tumpah di Surga-Nya, tak mampu menyimpan kenangan dan keindahan sejarah tanah ini.
Bagi jemaah pria, bisa lebih merasakan bagaimana getaran nafasnya berdetak, ketika menyentuh tirai makam manusia agung berada. Rasulullah bersama dua sahabatnya, Abu Bakar dan Umar bin Khattab. Desahan dan gejolak rasanya sangat terasa meski terhalang tembok berukiran indah.
Keindahan yang di rasakan pagi itu benar-benar menyeruak dalam jiwa. Di luar kesadaran, tangisan tersedu sembari berdoa kepada Pencipta Alam dengan keberkahan makhluk termulia Rasulullah SAW, agar suatu saat kami dan keluarga diperkenankan kembali dan kembali merasakan deraian cinta yang penuh berkah di tempat ini.
Masjid ini benar-benar masjid cinta. Tak ada lagi sesuatu yang indah, selain keindahan yang dirasakan saat Allah mencintai hamba-Nya. Masjid yang menyatukan gairah cinta, kepada-Nya, kepada kekasih-Nya dan letupan cinta kepada manusia yang menemani langkah hidup kami.
Yaa Rasulullah…
Engkaulah yang menjadi permata hati kami
Engkaulah yang menjadi mutiara akal ini
Engkaulah yang menerangi kegelapan jiwa ini
Engkaulah yang menunjuki jalan keselamatan
Yaa Nabiyallah…Yaa Rasulallah…Yaa Habiballah
Sholawat dan salam untukmu
Semoga kami dapat bertemu denganmu
Nanti di Yaumil akhir
See u… Cikgu!
Pertemuan singkat terkadang membuat ending yang berasa, terlebih pertemuan itu telah menyatukan rasa. Bak seorang soulmate yang ditinggal kekasih, rasa yang berkecamuk menyentuh jiwa. Begitulah perasaan Mai Pedro, Cordova team yang mendapat tugas mengguide para Encik Guru (Cikgu) asal Brunai Darussalam, dalam perjalanan smartTRIP di Jakarta, Bogor dan Bandung selama 5 hari. “Begitu menyesakkan”, gumam Pedro, usai mengantar kepulangan Cikgu di Bandara Soekarno Hatta beberapa hari lalu. Yah, ia merasa kehilangan dengan 20 peserta smartTRIP, betapa tidak, selama perjalanan totalitas rasa telah diberikan oleh Pedro. Kemana dan kapan pun ia layani dengan suka rela tak kenal lelah. “Mereka sudah seperti keluarga saya”, tambahnya dengan sedikit berkaca. Tema ‘Selayang Pandang’ pada smartTRIP ini benar-benar menjadi sekilas pandang indahnya suatu ikatan emosional. Ketika nilai layanan itu terlahir dari jiwa, maka semuanya kan berasa pula oleh jiwa yang terlayani.
See u… Cikgu!
Pertemuan singkat terkadang membuat ending yang berasa, terlebih pertemuan itu telah menyatukan rasa. Bak seorang soulmate yang ditinggal kekasih, rasa yang berkecamuk menyentuh jiwa. Begitulah perasaan Mai Pedro, Cordova team yang mendapat tugas mengguide para Encik Guru (Cikgu) asal Brunai Darussalam, dalam perjalanan smartTRIP di Jakarta, Bogor dan Bandung selama 5 hari. “Begitu menyesakkan”, gumam Pedro, usai mengantar kepulangan Cikgu di Bandara Soekarno Hatta beberapa hari lalu. Yah, ia merasa kehilangan dengan 20 peserta smartTRIP, betapa tidak, selama perjalanan totalitas rasa telah diberikan oleh Pedro. Kemana dan kapan pun ia layani dengan suka rela tak kenal lelah. “Mereka sudah seperti keluarga saya”, tambahnya dengan sedikit berkaca. Tema ‘Selayang Pandang’ pada smartTRIP ini benar-benar menjadi sekilas pandang indahnya suatu ikatan emosional. Ketika nilai layanan itu terlahir dari jiwa, maka semuanya kan berasa pula oleh jiwa yang terlayani.
Begitulah Pedro, pemuda berdarah Aceh dengan senyum khasnya ini, menarik rasa semua peserta smartTRIP. Bukan hanya karena handsome (seperti yang diungkapkan beberapa Cikgu kepadanya), ia juga pandai dan gesit dalam memberikan pelayanan. Tak pernah mengeluh, ia selalu tersenyum dan membantu setiap diminta pertolongan. Wal hasil, banyak para Cikgu yang simpati kepada ayah beranak dua ini. Bahkan tak segan-segan, mereka minta untuk kembali di handle oleh Mai Pedro, jika suatu saat nanti kembali ke Indonesia. Tidak sedikit pula yang minta photo bareng dengannya.
“Subhanallah, Ane terkesan banget kang”, tuturnya lagi. “Para Cikgu dari Brunei itu orangnya asyik-asyik, mereka baik dan sangat antusias datang ke Indonesia, terlebih saat menyaksikan seni angklung Mang Udjo saat ke Bandung, wah seru banget deh”, timpahnya dengan semangat 45.
Para Cikgu perwakilan dari perhimpunan kepala sekolah Brunei Darussalam ini, bukan hanya melakukan studi banding tentang kurikulum dan proses kegiatan belajar mengajar (KBM) anak-anak sekolah dasar, mereka juga sekaligus menikmati dan mempelajari setiap budaya yang mereka saksikan baik di Jakarta, maupun Bogor dan Bandung.
Ada kesamaan dan perbedaan antara budaya serta adat Brunei Darussalam dan Indonesia, tetapi rumpun kita sama, sama-sama melayu yang menjungjung tinggi rasa sopan dan santun.
Kalau ada sumur di ladang, boleh kita numpang mandi, kalau ada umur panjang, boleh kita berjumpa lagi
See u… Cikgu!
The History of ‘Our Symbol’
Simbol ‘bulan bintang’ yang kerap terdapat pada menara masjid, selalu menjadi pertanyaan di antara kita. Bagaimana asal-muasalnya dan apakah itu sebagai simbol yang sudah ada sejak zaman Rasulullah SAW. Sehingga menjadi sebuah kelajiman di setiap menara-menara masjid atau simbol-simbol keislaman. Baiklah, kita runut bagaimana simbol ‘Bulan Bintang’ itu menjadi syiar Islam hingga kini dan seterusnya. Seperti halnya Kristen memiliki simbol salib, Yahudi mempunyai bintang Daud, dan Islam identik dengan bulan sabit dan bintang berdimensi lima. Rasanya tidak afdhol jika di puncak kubah atau menara masjid tidak ada bulan bintang. Tidak akan ada yang membantah bahwa keduanya diasosiasikan sebagai simbol Islam. Penggunaan simbol bulan bintang berhubungan dengan kekaisaran Ottoman di Turki, atau lebih dikenal dengan Turki Usmani. Dinasti Usman menjadi penguasa Islam dalam 36 generasi, lebih dari enam abad (1299-1922). Usman atau dikenal sebagai Usman I tak ada hubungannya dengan Khalifah Usman bin Affan RA. Usman adalah pendiri kekaisaran ini. Ayahnya, Urtugul, seorang kepala suku dan penguasa lokal, semacam demang di jawa. Sebagai suku yang berkelanan dari Asia Tengah selama berabad-abad, oleh kesultanan Saljuk di Anatolia ia diberi wilayah di perbatasan dengan Byzantium. Seiring melemahnya kesultanan Saljuk, Usman menyatakan kemerdekaan wilayahnya pada 1299.
Penggunanaan simbol bulan bintang terjadi setelah Sultan Mehmet (Muhammad) II, sultan ke-7, menaklukkan konstatinopel pada 1453, ibukota Romawi Timur atau lebih dikenal dengan kekaisaran Bizantium. Negara super power saat itu yang menetapkan Kristen sebagai agama resmi Negara. Lambang kota itu adalah bulan dan bintang. Mehmet II mengadopsi simbol Konstatinopel menjadi bendera Ottoman. Nama Konstatinopel pun diganti dengan Istanbul.
Sebelumnya bendera Ottoman hanya segitiga sama kaki yang rebah, yang garis sisi kedua kakinya melengkung. Benderanya berwarna merah. Setelah penaklukan konstatinopel, di tengah bendera itu ditambahi bulan dan bintang berwarna putih. Pada 1844. bentuk bendera Ottoman berubah segiempat. Bendera ini mengalami modifikasi lagi pada 1922, yang kemudian ditetapkan dalam konstitusi pada 1936, setelah Ottoman jatuh, menjadi bendera seperti sekarang ini yang dipakai oleh turki modern. Bintang dan bulan sabitnya menjadi lebih langsing. Sebelumnya tampak lebih gemuk namun warna dasarnya tetap merah, serta gambar bulan bintangnya tetap putih.
Catatan lain menyebutkan bahwa kedua simbol itu telah dipakai bangsa Turki Kuno. Hal ini dibuktikan oleh penemuan artefak yang menggambarkan bulan bintang. Bahkan disebutkan bahwa simbol itu juga digunakan di Sumeria. Simbol itu kemudia diserap bangsa Turki ketika mereka melewati lembah itu dalam perjalanannya dari Asia Tengah – wilayah yang diduga sebagai asal-usul bangsa Turki – menuju Anatolia.
Lalu, apakah simbol Islam yang asli (?) Rasulullah Muhammad SAW maupun Khulafaur Rasyidin (632-661) tak pernah membuat ketetapan soal itu. Al-Qur’an pun tak pernah membicarakan soal tersebut. Bukti-bukti sejarah menunjukkan bahwa di zaman Rasulullah hanya ada bendera panji-panji perang yang sangat sederhana dengan satu warna: hitam, putih, atau hijau. Di ‘Negara Madinah’ di zaman para Khalifah memiliki simbol berupa bendera persegi empat berwara hitam.
Bendera segi empat warna hitam juga digunakan Dinasti Umayah di Damaskus (660-750) dan di Kordoba (929-1010), dan Dinasti Abbasiyah di Baghdad (750-1258) maupun di Kairo (1261-1517). Hanya Dinasti Fatimiyah di Kairo (909-1171) yang menggunakan bendera warna hijau.
Lalu, timbulah pertanyaan, apakah penggunaan simbol itu harus dihentikan karena bukan lahir dari tradisi Islam (?) Ternyata, hasil polling sebuah situs Islam terkenal menyatakan , bahwa 39% tetap ingin menggunakan simbol tersebut. Jauh meninggalkan urutan kedua dan ketiganya: kaligrafi (18%), dan Ka’bah (15%).
Selain itu, seperti kata cendikiawan muslim Prof. Dr. Azyumardi Azra, dalam tradisi Islam simbol simbol bulan bintang memang sangat dominan begitu pula di bidang astronomi Islam. Dalam kalender Hijriyah bulan dijadikan dasar perhitungan astronomis. Sehingga bulan sebagai simbol, bukan matahari. Hal-hal yang bersifat ibadah seperti shalat, penentuan awal puasa, maupun lebaran juga menggunakan bulan sebagai patokannya. Karena itu tahun Islam sebagai tahun Qomariyah, yang artinya bulan. Bukan Syamsiyah (matahari).
Sedangkan teori yang menyebutkan bahwa simbol bulan bintang lahir dari Yunani dan Romawi hanya spekulasi saja. Berbeda dengan tradisi Islam yang sangat kuat dengan bulan. Apalagi simbol bulan bintang sudah diterima secara universal.
(Dari Berbagai Sumber)
smartTRIP Brunei Delegation 2013 Jakarta – Bandung
Brunei Delegation.
Selayang Pandang.
10 – 15 Maret 2013.
Jakarta – Bandung.
no images were found
It’s Brunei Days
The Power of smartTRIP
Ada yang berbeda pada hari Ahad, (10/03) kemarin. Tidak seperti biasanya, Cordova selalu melayani jemaah smartUMRAH, smartHAJJ dan smartJOURNEY, dimana kita selalu melayani mereka untuk berangkat menuju Baitullah, dan journey ke destinasi belahan Bumi lainnya. Namun, kali ini melalui product barunya, Cordova melebarkan sayap pada dunia traveling, smartTRIP. Kali ini, Cordova melayani 20 warga negara asing (WNA) yang berkunjung ke Indonesia. Mereka adalah perhimpunan Kepala Sekolah dari negeri tetangga, Brunei Darussalam. Selain untuk studi banding mengenai kurikulum dan proses Belajar mengajar di beberapa sekolah di Jakarta dan Bandung, mereka juga ingin mengenal lebih jauh tentang budaya Indonesia, budaya yang memiliki kesamaan rumpun serta menikmati kuliner Indonesia yang beraneka ragam. Sesuai dengan standar Cordova, mereka pun merasakan bagaimana Cordova melayani para tamunya. Dengan taste yang penuh value, Cordova mencoba untuk memberikan rasa yang berbeda kepada mereka, yang –mungkin- telah beberapa kali mengunjungi Indonesia.
Misi menyiarkan Islam yang indah dan elegant, coba ditampilkan Cordova dalam smartTRIP ini. Memberikan pelayanan total, untuk mengesankan hangatnya masyarakat Indonesia kepada setiap tamunya yang datang dan singgah di negeri ini. Menjadi ‘duta’ pariwisata Indonesia yang mengenalkan setiap destinasi yang akan mereka singgahi. Selain itu, mengenalkan juga bagaimana Indonesia menjadi surga bagi mereka yang ‘gila’ belanja dan berburu kuliner. Aneka ragam rasa dengan rempah yang meruah.
Cordova mencoba membangun sebuah layanan inbound yang berkualitas dari semua aspek. Bukan hanya dalam melayani –yang sejatinya- adalah pekerjaan inti dari sebuah perusahaan jasa, namun jauh lebih dari itu. Cordova juga mencoba menjembatani bagaimana kultur peserta inbound dengan budaya yang akan mereka singgahi selama di Indonesia. Selain itu, bentukan content wisata dan pernik yang mereka dapatkan adalah hal yang sangat bernilai. Bernilai bukan hanya dari segi manfaatnya, tetapi dari keindahan artistik maupun kenyamanannya.
smartTRIP menjadi sebuah product yang diluncurkan untuk menjembatani Warga Negara Asing mengenal Indonesia dengan sentuhan yang berbeda. Memberikan kesan yang penuh dengan rasa.
Selamat datang di Indonesia Cikgu!
It’s Brunei Day
Ada yang berbeda pada hari Ahad, (10/03) kemarin. Tidak seperti biasanya, Cordova selalu melayani jemaah smartUMRAH, smartHAJJ dan smartJOURNEY, dimana kita selalu melayani mereka untuk berangkat menuju Baitullah, dan journey ke destinasi belahan Bumi lainnya. Namun, kali ini melalui product barunya, Cordova melebarkan sayap pada dunia traveling, smartTRIP. Kali ini, Cordova melayani 20 warga negara asing (WNA) yang berkunjung ke Indonesia. Mereka adalah perhimpunan Kepala Sekolah dari negeri tetangga, Brunei Darussalam. Selain untuk studi banding mengenai kurikulum dan proses Belajar mengajar di beberapa sekolah di Jakarta dan Bandung, mereka juga ingin mengenal lebih jauh tentang budaya Indonesia, budaya yang memiliki kesamaan rumpun serta menikmati kuliner Indonesia yang beraneka ragam. Sesuai dengan standar Cordova, mereka pun merasakan bagaimana Cordova melayani para tamunya. Dengan taste yang penuh value, Cordova mencoba untuk memberikan rasa yang berbeda kepada mereka, yang –mungkin- telah beberapa kali mengunjungi Indonesia.