Udara sejuk menyelimuti kota Nabi. Semilir angin halus menerpa langkah smartHAJJ menuju Masjid Suci Nabawi. Cuaca yang awalnya terkira ekstrim, ternyata sangat bersahabat. Mungkin saat malam tiba saja dingin terasa menusuk tulung, namun tidak mengganggu prosesi ibadah di Masjid Nabawi. Grup Platinum mengawali langkah di pelataran Suci sejak tiga hari lalu. Tentunya banyak cerita yang dikisahkan di awal perjalanan ini. Terlebih ketika airmata membasahi muka saat menatap Masjid Nabawi dan Raudhah. Kerinduan akan hangatnya cinta Rasul pada umatnya, kian terbakar dan mendesir melalui aliran darah saat berada dihadapan makam Baginda Rasulullah SAW. Shalawat serta Salam terus dipanjatkan seraya berharap syafaatnya, Kepadatan jemaah haji dari pelosok bumi tidak menyoroti langkah untuk terus berada di taman surga itu. Air mata menjadi sebuah saksi rasa dalam jiwa. Ia mengalir diantara hangatnya diri dalam belaian suci Nabawi.

Bagi sebagian orang berpikir sistematis dengan gaya militer, -mungkin- sulit dilakukan, bahkan bisa jadi sudah antipati saat mendengar kata militer. Entahlah, mungkin karena khawatir mencipta arogansi diri, atau memang memiliki sejarah kelam dengan militerisme. Padahal sesungguhnya Rasulullah mengajarkan pada umatnya untuk selalu mempunyai ‘karakter’ militer. Siap, siaga dan penuh kedisiplinan. Bahkan Al-Qur’an mengisahkan dengan sangat jelas tentang kehebatan dan herois-nya pasukan Islam. Sejak awal, Islam memang menaruh perhatian khusus mengenai dunia militer. Lagenda dan kisah tentang ‘heroisme’ kuda-kuda yang berlari kencang dan gagah dalam kecamuk perang pun dikupas apik dalam Al-Qur’an. Islam sesungguhnya tidak bisa lepas dari dunia kemiliteran. Semua yang diajarkan dalam pendidikan militer telah tuntas dibahas oleh Al-Quran dan Hadist dengan sangat detail. Sehingga hemat saya –meski- mungkin akan menimbulkan perdebatan panjang, dikotomi antara masyarakat sipil dan militer adalah bentuk dari penciptaan buih-buih perbedaan.

Five Years Cordova

Lima tahun sudah kami bersama. Mengemban misi kejayaan Islam sebagaimana leluhur kami, muslim Cordova di Spanyol. Sebagaimana dakwah kekasih kami, Muhammad SAW. Sebagaimana perintah Allah kepada kami untuk beribadah kepada-Nya.

Lima tahun sudah kami telah menjelajah dunia. Ke dua Tanah suci, kami antarkan saudara seiman tuk penuhi undangan Penciptanya. Berharap cemas semoga dapatkan haji yang mabrur dan umrah yang makbul.
Penjelajahan berlanjut, berkembang, dan berharap semoga Allah mengasihani kami. Dari bumi Palestina yang tercemari, hingga ujung misi Islam sahabat Rasulullah, Saad bin Waqqash ra. di negeri Cina. Tahun demi tahun, satu persatu belahan dunia di singgahi. Turki. Australia. Mesir. Thailand. Uni Emirat Arab. Singapore. Qatar. Malaysia. Yordania.

“Ketika Bumi diguncang gempa, dan keluarlah beban (energi) dari perut bumi, dan manusia berteriak ‘Ada apa?!” (QS. Al-Zalzalah 1-3).

Kering sudah airmata yang menimpa bangsa ini, alam secara estafet ‘menyapa’ lingkaran hidup kita. Terus dan terus tanpa celah tuk menghindari ‘sapaannya’. Ada yang berpendapat bahwa gempa bumi dan bencana alam lainnya merupakan peristiwa alam yang tiada campur tangan Allah sedikit pun. Keterlibatan Allah, -menurut mereka- telah selesai dengan selesainya penciptaan alam. Ada juga yang memahaminya sebagai kehendak Allah semata, tidak ada keterlibatan siapa pun, seolah tiada sistem yang ditetapkan Allah bagi tata kerja alam ini. Namun ada juga yang memahami setiap bencana alam ini adalah peristiwa alam, namun ada keterlibatan Allah dalam memberi Rahmat dan Pemeliharaan-Nya. Memang, gempa –sesungguhnya- tidak terjadi begitu saja, Allah SWT tidak sewenang-wenang memerintahkan bumi berguncang, laut menerjang sehingga terjadi bencana. Karena sebelumnya ada hukum-hukum yang ditetapkan-Nya menyangkut sistem kerja alam raya. Inilah hukum-hukum alam.

Akhir-akhir ini fenomena keputusasaan sedang marak. Fenomena bunuh diri, kekerasan, perampokan, konflik antar agama, suku dan ras, serta perilaku teror merupakan gambaran dari sikap keputusasaan yang tengah menggejala di tengah masyarakat. Masyarakat seolah-olah tidak menemukan alternatif pilihan untuk menyelesaikan problematika hidup dan terjebak pada solusi pendek dan dangkal (a solution permanent to a temporay problem). Dalam ilmu psikologi fenomena diatas disebut dengan patologi sosial. Patologi sosial terjadi disebabkan karena masyarakat dewasa ini dituntut untuk bertindak cepat, kreatif, dan kompetitif. Persaingan untuk hidup lebih layak secara sosial-ekonomi membuat manusia seperti serigala bagi yang lain, homo homini lupus (Thomas Hobbes). Tindakan apa pun, bahkan kriminal dan melawan norma sosial dan hukum, rentan terjadi ketika rasa humanisme tersingkirkan demi mengikuti kompetisi hidup ini. Dalam masyarakat yang sakit, di mana segala sesuatu bersifat cepat dan menimbulkan keputusasaan bagi mereka yang kalah.

Kabar Haji

Hal yang indah bagi seorang Muslim salah satunya adalah meninggal dunia di tempat yang baik dalam keadaan baik. Itulah yang terjadi pada seorang jamaah calon haji (calhaj) regular asal Batam, Hadi Bin Sidi Sudi. Pria itu wafat saat sedang melaksanakan shalat di Masjid Nabawi. Laporan yang diterima dokter kelompok penerbangan (kloter) 7 Batam, Meri Murniati, saat Shalat Dzuhur berjamaah di Masjid Nabawi tubuh Hadi tidak bergerak lalu tumbang dan dipegangi temannya. ”Padahal pagi hari masih dalam keadaan sehat,” kata Murniati seperti dikutip dari Media Center Haji, Kamis (21/10). Hadi kemudian dibawa ke RS Al Anshor dan dinyatakan sudah meninggal dunia. Menurut dokter Meri, pria berusia 73 tahun itu memang termasuk satu dari 118 pasien risiko tinggi (risti) yang dipantau dokter kloter 7 Batam.

Kabar dari Tanah Suci

Jabal Uhud, termasuk salah satu bukit yang sangat memiliki nilai sejarah penting dalam sejarah Islam. Di bukit ini, terjadi peperangan yang sangat memilukan dalam sejarah Islam. Pasukan kaum Muslimin yang dipimpin langsung Nabi Muhammad SAW, bertempur habis-habisan dengan kaum musyrikin Kota Makkah. Kisah pilu ini, digambarkan oleh Rasul dengan menyebut bukit ini sebagai bukit yang nantinya akan bisa dilihat di Surga. Jadi, umat Islam yang kini akan melaksanakan ibadah haji dan menyempatkan diri untuk berziarah ke Bukit Uhud, insya Allah saat berada di Surga juga akan menyaksikan kembali bukit ini. Kepiluan Nabi Muhammad di Bukit Uhud, tak lepas dari kisah pertempuran yang terjadi di kawasan ini. Dalam pertempuran itu, ratusan sahabat nabi gugur. Termasuk juga paman Rasul, Hamzah bin Abdul Muthalib, gugur dan dimakamkan di bukit ini. Bahkan, Nabi Muhammad SAW mengatakan, kaum Muslimin yang gugur dan dimakamkan di Uhud tak memperoleh tempat lain kecuali ruhnya berada pada burung hijau yang melintasi sungai Surgawi. Burung-burung itu memakan makanan dari buah-buahan yang ada di taman surga, dan tak akan pernah kehabisan makanan.

Berbeda dengan Masjidil Haram, yang tak pernah tertutup setiap saat. Masjid Nabawi, sebagai masjid pusat kegiatan keislaman di Provinsi Madinah, ternyata memiliki waktu ‘istirahat’. Biasanya setiap waktu itu, semua pengunjung dan penziarah makam Rasul diminta secara halus meninggalkan masjid. Kemudian, pintu ditutup rapat oleh pengelola Masjid untuk melakukan kegiatan bersih-bersih. Waktu ‘istirahat’ itu sekitar 3 jam, dari pukul 24.00 – 03.00 waktu setempat. Sehingga, bagi Anda yang berkeinginan untuk menetap dan itikaf dari malam hingga Subuh hari harus berlapang dada untuk meninggalkan Masjid, jika pengelola meminta untuk keluar. Namun, jika Anda tetap ingin berada (itikaf) di masjid Rasul, atau ingin masuk masjid ketika tengah malam, maka Anda harus cermat. Sebenarnya ada dua pintu yang masih selalu terbuka, yakni Bab Salam (Pintu Salam), dan Bab Jibril (Pintu Jibril).

“Yadullahi ma’al jamaah”, Tangan atau kekuasaan Allah, berada dalam jamaah (kebersamaan). Begitu sabda Rasul dalam sebuah hadits. Dalil ini menunjukan betapa kuatnya rasa kebersamaan yang dibangun masyarakat Madani oleh Rasulullah. Dalam konteks kebersamaan itulah, Islam mengajarkan hidup yang sesungguhnya. Hidup yang tidak sekedar memenuhi kebutuhan dan mempertahankan eksistensi diri. Tapi lebih dari itu, Islam mengajarkan kita meraih kehidupan yang bermakna dengan kekuatan berjemaah. Esensi kebersamaan dalam hidup adalah adanya tolong menolong dalam perbuatan kebajikan dan takwa (QS. 5:2), saling menasehati dalam kebenaran, kesabaran dan kasih sayang (QS. 90:17). Sadar betapa pentingnya makna kebersamaan, saya bersama team Cordova lainnya mencoba menyusun dan mengevaluasi bagaimana jalinan yang meliputi kebersamaan rasa yang penuh keberkahan. Beberapa hari lalu, ba’da Maghrib di mushola kantor, kami mengayunkan rasa untuk kembali meneropong sejauh mana langkah kebersamaan yang terjalin. Cerita dan kisah digambarkan oleh pimpinan kami, betapa keberkahan dalam sebuah komunitas tercipta hanya dengan kebersamaan rasa, kepemilikan peka dan penuh oleh rasa peduli diantara kita.

Kereta metro yang menghubungkan beberapa tempat suci di sekitar wilayah Makkah mulai diuji coba sebelum digunakan untuk mengangkut jamaah haji. Kereta yang kerap disebut Mashair Railway ini akan menghubungkan Mina, Arafah, Muzdalifah, dan Makkah. Menteri Dalam Negeri Arab Saudi, Pangeran Mansour bin Miteb, akan memeriksa kesiapan fasilitas kereta api itu pada Selasa (5/10). Kereta ini diharapkan dapat membawa perubahan drastis dalam transportasi haji di antara tempat-tempat suci di sana. Uji coba akan dilakukan selama 30 hari. Dibangun dengan biaya 6,5 miliar riyal, kereta itu akan memiliki kapasitas angkut 72 ribu jamaah setiap jam. Sembilan stasiun telah dibangun di Arafah, Mina, dan Muzdalifah. Tiap tempat itu dibangun tiga stasiun. Kereta api itu merupakan proyek terbesar kedua yang berhasil dikerjakan Departemen Dalam Negeri setempat setelah pembangunan jembatan jumrah yang sarat teknologi tinggi di Mina dengan biaya 4,5 miliar riyal.