“Sesungguhnya agama itu mudah, tidak ada seseorang yang berlebih-lebihan dalam agama kecuali akan terkalahkan.” (HR. Bukhari)

Nafsu adalah jiwa manusia dalam kehidupan di dunia. Ketika ia masih berada dalam janin pada rahim ibunya, “Nafsu” disebut sebagai ruh. Begitu lahir barulah ia dikatakan sebagai nafsu. Dalam bahasa Arab, “Nafsu” adalah kata benda abstrak yang lebih sukar dipahami. Adapun rasa dapat diekspresikan dengan gerakan fisik tubuh, sehingga mudah diaplikasikan. Oleh sebab itu, penggunaan kata-kata yang merujuk pada aktivitas nafsu selalu didahului oleh kata “Rasa”, seperti: rasa malu, rasa birahi, rasa cinta dll. Definisi-definisi di atas sesungguhnya adalah stimulus dalam menjabarkan tema artikel ini. yah, stimulan yang memiliki garis yang sangat halus dalam memandang sebagian orang yang berprilaku lebay dalam segala hal. Karena aktivitas lebay adalah cerminan nafsu negatif yang menjalar untuk eksis dalam panggung kehidupan. Terlebih jika konteks lebay ini dibalut pada kegiatan religius agar menghilangkan citra negatifnya. Berlebih-lebihan atau kerap dikatakan Lebay kadang bermotif pencitraan yang berlebih, atau ingin agar eksistensinya terakui.

Dalam sebuah perjalanan menuju kantor pagi tadi, saya teringat dengan sebuah kata yang sulit dilupakan begitu saja. Kata yang tertulis dalam forum discuss kami itu, jelas menggambarkan bahwa terdapat sebuah kekuatan maha dahsyat dibalik kata itu. Meski –sebenarnya- sudah sering terdengar atau menjadi menu diskusi kita setiap saat, namun terkadang ‘kata’ itu tak ubahnya hanya sebagai pemanis bibir atau pelengkap teks pidato di mimbar-mimbar. Terlebih jika berbentur dengan hasrat manusia yang tak pernah habis. ‘kata’ itu akan menjadi beban untuk diaplikasikan. Yah, ‘kata’ ajaib itu adalah “Syukur”. Banyak sekali puing-puing syukur di sekitar kita, karena mungkin sangat mudah untuk dihafal dan diuraikan dengan contoh-contoh klasik, sehingga terkadang kita lupa untuk menjadi hamba yang penuh dengan rasa syukur. Bersyukur secara sederhana dapat dikatakan sebagai ungkapan terimakasih kepada Tuhan karena telah diberi nikmat oleh-Nya. Dengan syukur itu, kita mengakui ke-Maha Pengasih dan Penyayang sebuah Dzat Maha Agung. Logika sederhananya, dapat dikatakan bahwa kasih sayang dari Allah SWT pastilah berwujud sesuatu yang besar. Maka berangkat dari sini, kita dapat katakan pula bahwa bersyukur kepada-Nya harus diawali dengan pemahaman dan pengakuan bahwa kita telah diberi sesuatu yang sangat besar dan luarbiasa oleh-Nya.

Sastra

Ada masa waktu kan berhenti
Saat kaki tak kunjung tapak di tanah suci
Berlabuh dengan peluh dalam diri
Tak terbayang hasrat tuk berhaji
Terlebih harus mengambil cuti
Hanya untuk mengerjakan haji
Di sini, di Tanah Suci

Ada saat masa kan berjalan pelan
Bahkan teramat pelan
Tuk memberi ruang para jutawan
Tuk berhaji di Rumah Tuhan
Merangkai sejuta keindahan
Di sini, di bangunan Tuhan

“Jangan lupa, kala meniup terompet di malam tahun baru nanti, berdoalah semoga Israfil tetap tak tergoda untuk turut meniup terompet sangkakalanya.”

Bilangan tahun sebentar lagi berubah, bagaimana seharusnya kita memaknainya (?) Apakah memang ada hal baru setiap masuk pada bilangan tahun yang baru (?) Rasa-rasanya, debar-debar dan gegap-gempita itu hanya akan kita rasakan ketika menjelang malam awal tahun. Langit di sekeliling kita tiba-tiba seperti memekik karena begitu banyak yang meniupkan terompet. Dan kembang api terus berdenyar menerangi angkasa, seolah tak pernah putus hingga ujung malam. Jalanan dibanjiri kendaraan, seakan malam itu semua orang mesti turun ke jalan agar tidak kehilangan momentum awal tahun. Macet lagi, sudah pasti. Klakson pun mulai dipencet, mendengking saling bersahutan. Lalu semuanya riuh dalam tawa kegembiraan, meski juga tak tahu apa maknanya. Barangkali karena telah berhasil melewati tahun, dalam artian tidak tamat riwayatnya alias wafat, dan akan bertemu tahun bilangan baru. Atau, itu hanyalah bentuk kompensasi dari kebingungan manusia memaknai awal tahun, selain hanya bisa hura-hura dengan meniupkan terompet, menerangi langit dengan kembang api, dan mejeng-mejeng di pinggir jalan hingga menjelang subuh.

Awal Perjalanan Menuju The City of Three Faiths

Amman, 27 Desember tepat pada jam 09.50 pagi, pesawat Emirates EK 901 landing di Bandara Queen Alia International. Jemaah “Family Journey” Jordan, Al-Aqsa, Dubai dan Abu Dhabi ini mengawali langkahnya pada sebuah perjalanan yang sarat dengan makna. Jejak para Nabi dari tapak bangunan-bangunan tua akan menjelaskan secara detail tentang kebenaran kisah-kisah yang termaktub dalam Al-Qur’an. Matahari pagi itu cukup terik, namun udaranya sangat dingin, suhu yang mencapai 6 derajat celcius ini, cukup membuat badan menggigil meski berjaket dan bersinar mentari. Namun demikian, Semangat Kebersamaan keluarga Besar Rumah Sakit Sari Asih ini mampu menghangatkan kondisi dalam segala hal apapun, termasuk dalam dinginnya udara Jordan pagi itu.

Perwakilan Cordova Jordan sudah menanti tepat di depan pintu imigrasi Bandara. Menyiapkan segala sesuatunya, makanan, minuman, dan beragam snack untuk mengganjal perut saat perjalanan darat menuju Perbatasan Jordan-Israel. Setelah semua siap, rombongan menuju perbatasan yang selama perjalanan disuguhkan pemandangan alam yang membuat hati dan pikiran tertunduk pada kekuasaan-Nya. Bernostalgia dengan semangat keislaman, berlaju dengan tapak-tapak Salafu Sholeh yang berjuang menegakkan kalimat Tauhid. Sesampainya di perbatasan, pemeriksaan dilakukan tentara Israel dengan sangat ketat. Khususnya di perbatasan Allenby Bridge dan Jembatan King Husein. Dari sana, rombongan harus kembali masuk check point, dan penjagaannya tidak kalah ketat. Semua orang diperiksa dengan alat sensor yang sangat sensitif (x-ray).

Di sini, tidak jarang beberapa passport ditahan tanpa alasan jelas, tidak jarang pula tentara Israel mengajukan pertanyaan secara sangat detail kepada kepala rombongan yang akan melintas. Setelah itu, pemeriksaan dilanjutkan di ruang check passport. Di sini biasanya dilakukan verifikasi umur. Orang-orang yang umurnya lebih dari 50 tahun, dibolehkan masuk dengan syarat difoto terlebih dahulu. Bagi yang berusia di bawah 50 tahun, pemeriksaan dilanjutkan dengan mengisi formulir seputar tujuan pergi dan tempat menginap.

Map of Family Journey

Sebagai gambaran, Palestina itu dibagi 3 wilayah; A, B, dan C. Wilayah A merupakan daerah khusus warga Palestina. Wilayah ini meliputi Tepi Barat yang terdiri dari kota Jericho, Betlehem (tempat kelahiran Nabi Isa), Hebron (di sana ada masjid Nabi Ibrahim), Ramallah, serta Gaza. Wilayah B merupakan wilayah bersama sehingga memungkiankan orang Palestina dan orang Israel masuk ke wilayah ini. Salah satu kota di wilayah ini adalah Yerusalem. Sementara itu, wilayah C merupakan wilayah otoritas Israel, seperti Tel Aviv dan Haifa.

Meski peraturan menyatakan bahwa wilayah B adalah wilayah bersama, tapi pada kenyataannya, orang-orang dari wilayah A yang notabene adalah Bangsa Palestina tidak boleh masuk ke wilayah tersebut. Untuk memasuki wilayah B ini, warga Palestina biasanya harus mengganti kewarganegaraan demi mendapatkan pekerjaan di wilayah ini. Jadi, di wilayah B akan banyak kita temui orang muslim yang kewarganegaraan Israel. Yang memisahkan ketiga wilayah A, B, dan C adalah tembok setinggi 8 meter dan panjang 703 km yang disebut Palestine-Israel Barrier. Inilah yang membuat susah orang-orang Ramallah, Betlehem, atau Hebron untuk masuk ke Yerusalem.

Saat artikel ini naik, rombongan Cordova Family Journey sedang melakukan perjalanan ke bukit Zaitun, di sana ada check-point lagi. Namun demikian, pemeriksaan tidak dilakukan secara perorangan. Tentara Israel-lah yang masuk ke dalam bis untuk melakukan pengecekan. Di bukit Zaitun terdapat lahan pekuburan orang-orang Yahudi. Orang Yahudi memiliki kepercayaan bahwa barang siapa dikubur di tempat itu, mereka orang pertama yang masuk surga. Boleh dibilang, pekuburan di bukit Zaitun adalah kuburan VIP dengan harga 80 ribu dollar saja. Mereka berpikir bahwa Tuhan pertama kali datang di sana.

Ada satu hal yang menarik dari kota Yerusalem, adalah keberadaaan satu kompleks yang bernama Old City atau kota lama yang dibatasi oleh dinding tinggi. Ada 4 wilayah, yaitu Islam, Kristen, Yahudi, serta Armenia, yang kesemuanya memiliki pusat peribadatan di sini. Bagi orang Kristen, di sini ada gereja tempat kebangkitan Yesus. Di sini juga ada Mesjid Al-Aqsa, tempat yang sangat suci untuk umat Islam. Di kota ini juga ada tempat suci orang Yahudi yang bernama Tembok Ratapan. Dan terakhir, di Yerusalem juga terdapat wilayah untuk orang Armenia. Mereka sebenarnya adalah orang Kristen tapi memisahkan diri karena beranggapan sebagai orang yang pertama kali menduduki wilayah itu selama berabad-abad. Sehingga kota ini terkenal sebagai the city of three faith.

Dalam suatu perusahaan, setiap produk, tentunya akan selalu mencapai titik jenuh. Sehingga hal ini mengharuskan setiap perusahaan melakukan inovasi atas produknya. Paling tidak hanya merubah bentuk, walaupun komposisi dan kontennya tetap. Bisa juga hanya dengan menggalakkan lagi promosi, memperbagus seni pengemasan, bahkan sampai melakukan merger atau joint venture dengan perusahaan lain hanya demi melakukan sebuah inovasi sebuah produk baru. Hal itu tentu saja bertujuan untuk menjaga keberlangsungan ‘hidup’ perusahaan ditengah persaingan yang menggila. Titik jenuh, itulah sebuah awal mula yang terkadang begitu mengerikan. Bisa saja seseorang jenuh, sehingga dengan kejenuhannya dia malah tidak berproduksi sama sekali. Jika tubuh diibaratkan sebagai sebuah perusahaan, dimana dia memproses input atau bahan baku menjadi output yang siap pakai. Maka kelangsungan dari tubuh ini haruslah dipertahankan. Sama seperti contoh perusahaan diatas. Manusia itu sendiri adalah makluk yang paling cepat bosan. Sehingga selalu mencari sensasi. Mulai dari hiburan yang rileks sampai hiburan yang begitu extreme.

Sebuah Perenungan

Biasanya, bagi seorang anak perempuan yang sudah dewasa, yang sedang bekerja diperantauan, yang ikut suaminya merantau di luar kota atau luar negeri, yang sedang bersekolah atau kuliah jauh dari kedua orang tuanya…..
Akan sering merasa kangen sekali dengan Ibunya.

Lalu bagaimana dengan Ayah?
Mungkin karena Ibu lebih sering menelepon untuk menanyakan keadaanmu setiap hari.
Tapi tahukah kamu, jika ternyata Ayah-lah yang mengingatkan Ibu untuk menelponmu?

Mungkin dulu sewaktu kamu kecil, Ibu-lah yang lebih sering mengajakmu bercerita atau berdongeng.
Tapi tahukah kamu, bahwa sepulang Ayah bekerja dan dengan wajah lelah Ayah selalu menanyakan pada Ibu tentang kabarmu dan apa yang kau lakukan seharian?

Pada saat dirimu masih seorang anak perempuan kecil……
Ayah biasanya mengajari putri kecilnya naik sepeda. Dan setelah Ayah mengganggapmu bisa, Ayah akan melepaskan roda bantu di sepedamu…
Kemudian Ibu bilang : “Jangan dulu Ayah, jangan dilepas dulu roda bantunya” ,
Ibu takut putri manisnya terjatuh lalu terluka….
Tapi sadarkah kamu?
Bahwa Ayah dengan yakin akan membiarkanmu, menatapmu, dan menjagamu mengayuh sepeda dengan seksama karena dia tahu putri kecilnya PASTI BISA.

Rautmu begitu tenang ketika berada di atas pembaringan
Meski ku tahu dahsyatnya sakit yang kau rasa
Tatapan syahdu menyelinap pada setiap yang mencumbumu dalam bisik
Berharap doa menguatkan jasad yang terluka
Nyanyian cinta dan dekapan rasa tak kan pernah hilang ditelan senja
Karena ku tahu kau lah penyebab rasa kian berjiwa
Meski sakitmu mengundang sejuta gundah, namun tiada keluh yang mendesah
Meski lukamu terlihat parah namun semangat jiwamu tak pernah kalah

Sebelum membahas kenapa tahun baru Islam, atau bulan Muharam identik dengan lebarannya anak yatim, kita telusuri terlebih dulu tentang Tahun Baru Islam ini. Penggunaan sistem perhitungan Islam ini –sesungguhnya- belum dilakukan di masa Rasulullah SAW masih hidup. Juga tidak dilakukan di masa khalifah pertama, Abu Bakar Ash-Shiddiq ra. Secara singkat sejarah digunakannya sistem perhitungan tahun Islam bermula sejak kejadian di masa Umar bin Al-Khattab ra. Salah satu riwayat menyebutkan yaitu ketika khalifah mendapat surat balasan yang mengkritik bahwa suratnya terdahulu dikirim tanpa angka tahun. Beliau lalu bermusyawarah dengan para shahabat dan singkat kata, mereka pun berijma’ (bersepakat) untuk menjadikan momentum tahun di mana terjadi peristiwa hijrah nabi sebagai awal mula perhitungan tahun dalam Islam. Sedangkan sistem kalender Qamariyah berdasarkan peredaran bulan konon sudah dikenal oleh bangsa Arab sejak lama. Demikian juga nama-nama bulannya serta jumlahnya yang 12 bulan dalam setahun. Bahkan mereka sudah menggunakan bulan Muharram sebagai bulan pertama dan Dzulhijjah sebagai bulan ke-12 sebelum masa kenabian.

Mengawali langkah baru di awal tahun baru Islam bukanlah hal yang terlalu menarik untuk didiskusikan. Mengapa (?) Karena hampir disetiap peralihan tahun baru, baik Masehi maupun Hijriyah, setiap kita selalu memiliki harapan lebih baik dalam melangkah. Beralih dari hal tidak baik menuju yang lebih baik, dari kondisi menjenuhkan pada situasi yang penuh dengan inspiratif. Dan dari hal-hal yang berbau usang menuju kondisi serba anyar pula. Pola kerja, sistem kerja, dan hal-hal “kata kerja” inilah yang terlampau usang untuk dibicarakan. Tetapi yang patut dijadikan inspirasi dalam mengawali tahun baru justru berada pada kata sifat “Semangat.” Yah, bagaimana konteks semangat itu dapat menguasai setiap jejak yang akan terpijaki. Bukan hanya diawal tahun baru tentunya semangat itu harus tetap terjaga. Tetapi menjadikan tahun baru sebagai momentum Re-Charge Semangat Baru adalah sesuatu yang sejatinya berkobar di setiap mengawali tahun baru. Jika semangat telah terpatri, maka apapun yang dikerjakan akan sangat mudah dan penuh dedikasi. Itulah kenapa Umar bin Khattab mencetuskan ide pembuatan kalender Hijriyah, sepenuhnya karena dilandasi semangat keislaman yang sangat kuat.