Syukur tiada henti terus terucap menghantar smartUMRAH perdana di tahun 2013. Hari Rabu 06 Februari ini menjadi momentum awal keberangkatan smartUMRAH Cordova. Masih pada momentum Maulid Nabi, smartUMRAH yang kali ini mayoritas mereka yang terlibat dalam dunia pendidikan, termasuk Prof. Arief Rahman, Pakar pendidikan, yang tampak sangat antusias dalam persiapan keberangkatan ke Tanah Suci. Berkah yang mengiringi smartUMRAH ini adalah dengan turunnya kembali hujan, semoga air hujan yang mengguyur bumi kali ini menjadi keberkahan yang tidak mengakibatkan bencana. Juga sebagai penyubur kegersangan yang melanda sebagian jiwa bangsa tercinta. Semoga juga perjalanan ini memberikan semangat berlapis untuk semua smartUMRAH dalam melaksanakan ibadah umrah. Kembali dengan membawa predikat maqbul, terampuni segala dosa dan terkabul setiap doa yang terpanjat.

Mengawal tema tentang Maulid Nabi tercinta Muhammad SAW, para smartUMRAH yang berkarakter di dunia pendidikan. Baik para pendidik ataupun wali siswa menjadi sangat relevan jika dikaitkan dengan peran Rasul sebagai pendidik dan pengajar. Sebagaimana firman ALLAH (QS: Az-Zumar – 9) “Katakanlah (Muhammad) ‘Apakah sama orang-orang yang tahu (berilmu) dengan orang-orang yang tidak berilmu (?) Sesungguhnya orang-orang berilmu / (berakal) lah yang akan dapat menerima pelajaran”. Oleh karenanya belajar tiada kata akhir. Terbebas dari dimensi waktu dan tempat.

Pendidik atau pengajar sesungguhnya juga saling melakukan simbiosis dengan anak didik untuk selalu belajar. Dunia belajar mengajar itulah yang diwajibkan bagi setiap muslim hingga akhir hayat. Mencontoh bagaimana Rasulullah SAW yang sampai akhir hayatnya adalah pengajar dan pendidik yang sangat baik. “Tuntutlah ilmu sedari kecil hingga akhir hayat” begitu pesan agama yang kerap terdengar oleh kita.

Rasulullah SAW adalah sebaik-baiknya teladan dalam belajar dan mengajar. Beliau belajar kepada Jibril, dan mengajar beragam ilmu kepada para sahabat. Semoga perjalanan suci ini smartUMRAH akan lebih mendapatkan value ibadah bersama Rasul, bukan hanya sebagai pendidik tetapi bagaimana akhlaq nya yang begitu antusias dalam mencari ilmu.

Wal akhir, semoga momentum maulid ini bukan hanya mengingatkan kita pada sejarah kehidupan Rasul saja, tetapi lebih mendalami dan mengaplikasikannya dalam kehidupan nyata kita. Yaa Rabb

Entah sampai kapan nyawa di negeri para Nabi, Palestina itu akan bernilai. Harganya teramat murah dibanding sepasang sepatu para pemuka Arab yang tak terusik dengan gejolak yang terjadi. Tangisan para ibu yang bayinya gugur dihantam roket, hanyalah sebuah drama klasik, -yang menurutnya- akan terus berulang, dan berharap mereka yang gugur masuk ke dalam surga-Nya. Jeritan anak-anak ketika di bom-bardir oleh persenjataan canggih Israel, tak mampu menggerakkan rasa untuk berbuat ditengah kuasa minyak yang berlimpah. Ruang-ruang seminar dunia Arab hanya menjadi ruang diskusi pencitraan dunia internasional, bahwa mereka peduli dengan nasib Palestina. Agar dunia menyaksikan bahwa mereka bersatu untuk mendamaikan konflik panjang Palestina-Israel. Negara tak ber tanah air (Israel) itu sesungguhnya hanya secuil dari negeri Arab yang sangat luas, namun gurita Arab tak mampu melenyapkan Israel dari peta Timur Tengah.

Yah, pastinya kita tidak bisa berharap banyak pada dunia Arab untuk keselamatan Palestina. Seperti hilangnya harap pada Barrack ‘Husen’ Obama, sebagai orang no 1 negara Adidaya. Presiden yang konon dekat dengan dunia Islam itu malah mendukung agresi militer Israel ke Tanah Gaza akhir-akhir ini, dalihnya sebagai bentuk perlawanan pada serangan pejuang Palestina ke Tel Aviv. Sebuah langkah politis yang ‘membeo’ zionis. Tak peduli masyarakat dunia mengecam tindakan brutal Israel, Obama ‘keukeuh’ memeluk erat kekasihnya untuk terus mendukung agresi itu. Entah ada apa dengan dunia Arab yang selalu ‘silent’ dengan peristiwa yang terjadi di Jalur Gaza, mereka hanya cukup dengan mengecam dan mengutuk, bereaksi tanpa aksi. Mungkin karena kepentingan mereka dengan Negeri Paman Sam, membuat langkah strategis politik terhadap Palestina menjadi ‘lembek’.

Rasanya tanpa khilafah Islamiyyah, atau Daulah yang terpusat pada satu pimpinan Islam dunia, sulit untuk menghentikan airmata bangsa Palestina. Teramat rumit untuk mencegah terjadinya perdamaian di Timur Tengah, keruntuhan Turki Utsmani menjadi gerbang musuh Islam untuk menghancurkan dunia Islam. Belum lagi dengan senyum hipokrit para pemimpin Arab yang apriori terhadap mujahidin Islam di belahan Bumi. Mereka akan terus mengencangkan jemari untuk kepentingan politik negerinya sendiri, sembunyi pada zona aman yang terpayungi oleh negeri polisi dunia, AS beserta sekutunya. Entah sampai kapan dunia mengutuk aksi brutal zionis itu, sebuah harapan yang –sejatinya- akan segera melenyapkan bangsa Yahudi dari Bumi ini.

Secara subjektif, –saya- hanya berharap, semoga Bangsa Yahudi segera bersatu dalam satu teritorial. Sehingga –ketika bersatu dalam satu tempat-, mudah untuk menghancurkan bangsa tersombong di muka Bumi ini. Pun demikian dengan catatan sejarah, Islam menjelaskan dengan lugas bahwa suatu saat Bangsa Yahudi akan berkumpul pada satu tempat, maka saat itulah mereka akan dihancurkan dengan sangat tragis. Mereka pun meyakini hal itu, namun ironi-nya mereka malah berbondong membangun ribuan tempat tinggal, untuk menciptakan Negara Israel Raya. Sepertinya mereka mempersiapkan kuburannya sendiri di tanah jajahannya.

Bersabarlah duhai Bangsa Palestina, airmata dan pengorbananmu adalah perjuangan yang termat mulia guna menghancurkan bangsa laknat dari muka Bumi ini. We will not go down!

Kemana kita setelah berhaji (?) Sebagai seorang “Pak Haji” atau orang biasa yang pernah berhaji -bila tak ingin disebut “Pak Haji”-, gerak kita seolah dibatasi oleh tembok-tembok norma. Tidak boleh begini, tidak boleh begitu. Harus bisa ini, harus bisa itu. Citra Pak Haji sebagai “orang suci” masih erat melekat di mata masyarakat. Di pelosok-pelosok daerah, Pak Haji sepertinya kurang pas kalau kemana-mana tidak memakai kopiah dan berdiri di shaf pertama saat shalat berjamaah. Meski tidak sekuat di daerah, di perkotaan citra Pak Haji tetap masih bertahan di benak masyarakat. Namun lebih ke arah substansinya seperti bagaimana akhlak dan ibadah sepulang haji menjadi sorotan. Bila yang melakukan maksiat adalah orang awam, sepertinya masyarakat sudah menganggap biasa. Tapi kalau Pak Haji pelakunya, bakal jadi berita heboh bak kejahatan luar biasa.

Oleh karena itu rasanya kita patut lebih berhati dalam melangkah. Mabrur diraih bukan tanpa perjuangan. Dari pada merasa terkungkung dengan batasan norma lebih baik nikmati saja karena menjaga norma Islam adalah wujud ketaatan kepada sang Khalik. Fokus pada kebebasan berlimpah pasca haji. Kita bebas berperan lebih banyak bagi umat karena takkan khawatir dibilang sok alim seperti kala belum ke tanah suci. Wajar jika ‘bu haji’ melarang karyawannya memakai pakaian ketat padahal dahulu bisa jadi beliau salah satu penggiatnya. Pak haji tidak akan ditertawakan bila menggagas majlis taklim karyawan klub malam, meski sudah tidak lagi clubbing. Atau mungkin menjadi pendiri gerakan wakaf Al Qur’an se Asia Tenggara.

Kemanakah kaki kita melangkah (?) Karena ia akan menjadi saksi di akhirat kelak. Pergi belanja ke Mall menjadi ladang tarbiyah saat si kecil diminta mencari permen berlabel halal. Pergi dinas ke Macau, jadi ladang amal, kala kita malah berhasil membuat direktori restoran halal di Macau.

Tantangan berikutnya adalah bagaimana mempertahankan kemabruran kita. Air mata yang senantiasa deras mengalir saat shalat tahajud di depan Ka’bah, apakah akan tetap mengalir setelah 4 bulan kembali berjibaku dengan padatnya pekerjaan kantor. Ketawadhu’an, keikhlasan, kesabaran, keramahan, dan semangat menebar salam kala berinteraksi dengan jutaan jemaah haji, janganlah sirna ditelan waktu. Bergabung dengan komunitas orang-orang sholeh. Bagi setan, kita laksana banteng yang sendirian padahal singa takkan berani memangsa banteng yang berkerumun. Lagian sederhana saja rumusnya. Bergaul dengan tukang minyak, maka kita akan ikut wangi.

Kemanakah Pak Haji melangkah (?) Mari sesekali kita singgah ke bantaran kali ciliwung, sekedar mengantar sebungkus fried Chicken atau gado-gado untuk sang dhuafa yang menahan lapar. Atau rutin bertamasya ke pusara untuk mengingat maut yang pasti datang meski bekal belumlah cukup. Bisa juga Cicipi mahalnya kesehatan lewat jendela ruang ICCU.

Mari kita simak, kemana kaki kita melangkah (?).

Rasanya tema ini akan sedikit membuat confused saat mengartikannya, yah betapa tidak mayoritas pola pikir kita sudah ter-setting bahwa kesalahan adalah sesuatu yang akan membuat manusia terperosok, dalam ranah duniawi maupun ukhrowi. Bahwa kesalahan merupakan sebuah dosa yang harus ditebus mahal oleh sebuah amalan baik, bagaimana ketika Nabi Adam As. Saat melakukan kesalahan, ia menjadi sosok yang merasa ‘terhina’ ketika melakukannya. Kesalahan juga membuat khalayak orang cenderung pasif tuk melanjutkan langkah. Sebisa mungkin kesalahan-kesalahan harus selalu dihindari guna mencapai jalan terbaik yang di idamkannya. Masih banyak orang yang menganggap bahwa kesalahan demi kesalahan merupakan mimpi buruk yang sewajibnya dihempaskan dalam setiap proyek kehidupan yang dijalani. Banyak yang terpuruk ketika seseorang terlanjur melakukan kesalahan-kesalahan kecil ataupun besar, ia merasa terporosok pada sebuah hole yang teramat dalam dan sulit tuk kembali bangkit dari rasa sesalnya yang mendalam. Karenanya tema di atas semacam suguhan anti-tesis pada artian banyak manusia dewasa ini. Sikap perfeksionis adalah anti-tesis dari penggambaran Power of Mistakes.

Pengertian detail Power of Mistakes adalah sesuatu energi yang akan merubah kehinaan menjadi sebuah kemuliaan yang tiada tara. Bagaimana dengan NabiyuLLAH Musa AS. Atas sikapnya yang sedikit merasa sombong, diberikan pelajaran berharga oleh manusia sholeh Khidzir AS. Bagaimana pula dengan kelemahan NabiyuLLAH Harun AS saat berhadapan dengan Bani Israel, namun akhirnya dengan kesalahan-kesalahan itu, mereka mengubahnya menjadi sebuah kemuliaan yang dirasakan keindahannya bukan hanya di dunia, bahkan akhirat sekali pun.

Power of Mistakes adalah memaafkan diri sendiri atas sesuatu kesalahan yang kita lakukan. Menyadari suatu kesalahan bahkan mengakui sebuah kekalahan adalah awal kemenangan. Jika segala rasa terpuruk itu dinikmati dan disyukuri, itu –tentunya- adalah bagian dari rasa sayang ILAHI kepada kita. Laiknya sakit jasmani, sakit rohani pun adalah belaian kasih sayang-Nya. Terlebih ALLAH sangat memberikan reward kepada hati yang tersungkur namun tetap bersyukur serta tafakur meski itu karena terdzolimi. Akhirnya kesalahan menjadi suatu kekuatan doa yang sangat luarbiasa. Power of Mistakes akan ada, jika ada rasa mengakui, menyesali dan akhirnya mensyukuri segala yang pernah terjadi.

Saat ini jutaan manusia berada di Tanah Suci-Nya, membawa sejuta rasa salah dengan harap menjadikannya kekuatan tuk mengubah kesalahan itu dengan kemuliaan Mabrur. Mengakui dan menyesali kehinaan-nya dihadapan Dzat Maha Mulia, adalah prosesi menuju Power of Mistakes. Karena tanpa pengakuan dosa, se-sholeh apapun ia, di Sisi ALLAH adalah orang yang paling terhina. So, mari kita temukan kekuatan dibalik setiap salah kita.