Jika saja sore itu tidak masuk kerja, maka kami akan kehilangan ‘jabaran’ penting tentang konsep Amar Ma’ruf, Nahi Munkar (Memerintahkan yang ma’ruf dan mencegah yang munkar) dari tokoh ‘central’ dan ‘otak’-nya Cordova. Unik dan asyik –tentunya- bekerja sambil belajar, ilmu yang ditelurkannya selalu menciptakan rasa tuk selalu berkembang dan berpikir. Yah, karena hidup tidak hanya tuk bekerja, namun lebih dari itu, hidup untuk berkarya. Apa yang diutarakannya tentang penghancuran secara sistemik, kami pahami dengan penghancuran konsep Nahi Munkar (Mencegah yang munkar) secara sistemik. Jika secara global, systemic damage ini kerap dilakukan oleh komunitas ‘pintar’ tuk menghancurkan sebuah gerakan, moralitas, bahkan tauhid sekalipun. Namun tidak salah jika dipahami tentang penghancuran secara sistematis di sebuah komunitas, company, tempat usaha kita bekerja misalnya.

Timbul lah sebuah pertanyaan, adakah seorang yang ‘hidup’ dan bekerja dalam perusahaan itu menghancurkannya (?) Melenyapkan sebuah tempat mengais rezekinya sendiri (?) Jawabannya Ada!, dan sangat mudah tanpa harus terpikir serta mengeluarkan energi banyak. Semua yang ada pada komunitas itu berpotensi melakukan penghancuran-nya secara sistemik tanpa terkecuali. Berbahayanya lagi penghancuran itu menjalar dengan cepat dan tak berasa, yah tak terasa seperti menghancurkan sebuah bangunan yang telah terbangun kokoh. Systemic Damage itu adalah Melakukan Pembiaran. Yah membiarkan suatu hal negatif yang dilakoni rekan satu tim-nya. Cuex dengan segala kesalahan yang tampak depan mata, -bisa jadi- hati memang berontak, namun tak tersalur melalui tindakan dan pelarangan (nahi munkar).

Boleh jadi, maraknya rasa cuex masyarakat kita dewasa ini karena sedang atau telah berada di sebuah tempat nyaman, atau yang sering disebut zona aman. Sehingga terlahir sebuah sikap individualistik akut, jika dalam kondisi sulit –rasanya- kepekaan hati akan sangat tergugah manakala melihat sesuatu yang salah dihadapan kita. Saya, Anda dan juga kita berpotensi untuk menghancurkan segala impian yang terbangun oleh kita sendiri, karena sikap pembiaran itu. Yah, membiarkan virus terus menjalar pada sendi-sendi kehidupan. Sikap dan mentalitas pembiaran pada hal yang salah adalah cerminan dari suatu kaum apatis, kaum yang kerap memusuhi sebuah perubahan akan kedinamisan hidup.

Dalam Islam, konsep Nahi Munkar (Melarang kemungkaran / membiarkan kesalahan) memiliki peran yang teramat besar dalam perkembangan Islam. Pun dalam dunia dakwah, karena memerintah lebih mudah dari melarang. Membiarkan sebuah kesalahan terjadi adalah bentuk pekerjaan yang abstrak, sehingga kehancuran tatanan bangunan-nya pun dengan sangat mudah ter-luluh-lantakkan. Karena hancurnya pun tak kan pernah terasakan. Secara tiba-tiba tatanan itu hancur, karena virusnya telah menjadi sebuah sikap dan mentalitas yang kebal dan meramu pada otak-otak yang apatis.

Sore itu, kita menerima sebuah ‘injection’ penawar tuk melawan sikap apatis kami terhadap apa yang terjadi. Mencoba untuk selalu peka pada hal sedetail mungkin bagi kejayaan Islam secara global.

Kali ke-5 perjalanan suci ini kan bergerak. Menuju kesamaan cita, dan mendulang kebersihan jiwa. Meraih sebuah perjalanan berkualitas untuk tetap survive dalam merangkai tapak surga menuju Baitullah. Keberkahan yang terus hinggap pada perusahaan K-Link, tidak hanya terlihat dari megahnya gedung K-Link Tower yang menjulang tinggi di pusat kota, juga tidak hanya terlihat dari ratusan product kesehatan yang tersebar di seantero negeri, namun juga tampak pada ratusan karyawannya yang konsisten dalam mengimbangi bisnis dunia dan akhirat. Yakni meluasnya keberkahan dengan perjalan mereka ke tanah suci. Ratusan langkah manusia suci pilihan Robbi itu, secara tidak langsung adalah perekat perkembangan K-Link yang teramat dahsyat. Perjalanan yang tiada akhir (menuju kesucian Tanah haram) adalah konsekwensi syukur tiada akhir yang mereka tanamkan dalam setiap raihan point untuk meniatkan diri menuju Tanah Suci.

Ini adalah tahun kelima Cordova bersama K-Link merangkai ‘Perjalanan tiada akhir’, waktu yang cukup untuk saling mengenal apa dan bagaimana perjalanan ini terkonsep. Menyusun dan merangkai jalan yang telah terlalui tentunya lebih terasa nikmat dari saat pertama jumpa. Berbeda jika memiliki seorang kekasih baru, maka untuk mengenalnya harus lebih dalam memahami jiwanya, beradaptasi kembali, dan membutuhkan waktu untuk mengikat sebuah tali duriat (hubungan batin). Namun Alhamdulillah, Cordova dengan K-Link sudah seperti kekasih lama yang saling memahami dan menghargai ikatan rasa. Simbiosis mutualisme lebih terasa dengan melangkah dan berjalan bersama, baik dalam ikatan bisnis maupun rasa hangat kekeluargaan. Tidak mudah –memang- untuk bertemu seorang kawan perjalanan yang paham betul dengan sifat dan watak. Perjalanan edisi ke-5 inilah sebagai momentum raihan perjalanan yang lebih berkualitas. Merekat dengan langkah kebersamaan.

Terimakasih telah kembali memilih Cordova sebagai pelayan tamu-tamu pilihan ALLAH SWT. Semoga kami bisa menjawab amanah ini dengan penuh rasa, penuh tanggungjawab dan penuh dengan rasa cinta. Karena tiada yang paling indah dalam sebuah perjalanan selain merangkai tangan dengan penuh kebersamaan.

Semoga kebersamaan ini tiada akhir seperti perjalanan yang tiada akhir…

Sesuatu yang luarbiasa -tentunya- selalu didapatkan oleh orang luarbiasa pula. Laiknya Sang Maha Kuasa memberikan pilihan khusus pada tamu pilihan-Nya, menuju kebahagian hakiki di ranah yang paling suci. Dengan komitmen kuat yang terlahir dari rasa tulus dan cinta Cordova, exclusive gift akan ditujukan pada alumni-nya pada pertengahn bulan Mei besok. Amazing Mei 2013, InterCont to InterCont (i to i) adalah program yang dicanangkan khusus para alumni Cordova. Dengan Best Price mereka akan mendapatkan sesuatu yang luarbiasa. Intercont to Intercont menjadi akomodasi yang paling tepat tuk menggapai kekhusyuan ibadah.

Diharapkan fasilitas mewah dengan racikan exclusivitas, menjadikan para ALLAH Guest selalu bersyukur akan sebuah kenikmatan ibadah. Perjalanan menuju satu destinasi ke destinasi lainnya begitu apik terancang dengan transportasi yang sangat exclusive. Bayangkan saja, bagaimana saat Anda mendapat undangan khusus dengan jamuan yang super lux, tentunya jiwa maupun raga akan sangat patuh dan taat pada rule dari sang empu hajat.

 

intercont-makkah

 

Transportasi menggunakan Bus eksklusif ditemani para muthawif handal, akan menghantarkan Anda menembus jejak para pendahulu. Menelusuri segala fenomena yang terjadi di Makkah dan Madinah, serta membawa angan kita pada setiap pojok negeri ‘abadi’ yang tak kan pernah surut oleh keramaian manusia.

Kesempatan tak pernah kembali. Ia akan berlalu tanpa meninggalkan pesan tuk sekedar menunggu. So, untuk para alumni smartHAJJ maupun smartUMRAH Cordova yang ingin mendapatkan peluang langka ini, hubungi team kami untuk mendapatkan ‘seat’ penghapus dosa dengan menggapai panggilan-NYA. Lingkari dan tetapkan agenda bulan Mei ini untuk bersama membangun rasa cinta di tanah yang penuh dengan kehangatan cinta Azza Wa Jalla.

Saat ini adalah masa-masa yang menjadi kecemasan bagi sebagian orangtua yang anaknya akan menghadapi Ujian Nasional (UN). Sebuah ‘ujian pembuktian’ bagi anak didik selama masa belajarnya. Tidak berlebih, -terkadang- banyak diantara orang tua kelewat cemas dengan ‘memperketat’ setiap gerak anaknya. Padahal sesungguhnya, masa ini adalah waktu dimana mereka (anak didik) untuk rileks dan menenangkan pikir, kalaupun belajar -itu sebatas- mengulang tanpa menguras keras energy. Masa belajar telah terlewati, saatnya memasuki ‘Medan Juang’ adalah pembenahan mental. Mental menghadapi sebuah evaluasi pembelajaran. Yah, jika pada artikel “Let’s Jump Over The UN” lebih menggaris bawahi tentang proses belajar tidak ditentukan oleh UN, sehingga kesuksesan bukan semata karena telah menyelesaikan UN dengan baik. Namun idealisme itu kita simpan terlebih dulu, karena realita yang dihadapi saat ini adalah menghadapi UN, kesuksesan besar selalu bermula dari langkah awal, maka fokus kita untuk mereka yang mengikuti ujian adalah memberikan support bagaimana menghadapi UN dengan penuh tanggungjawab. Tidak panik, rileks, fokus dan jujur.

Setelah ikhtiar tergapai, maka kekuatan doa adalah penopang sejati dalam menyeimbangkan bangunan sukses. Karenanya, dalam memberikan support dan care bagi mereka yang akan melaksanakan UN, Cordova dengan tulus dan ikhlas, mencoba ambil salahsatu peran guna menyeimbangkan diantara ikhtiar mereka. Doa adalah senjata kami untuk mensupport mereka. Malam ini (9/04) Cordova mengundang para anak yatim dan keluarga Besar Cordova untuk melakukan pengajian Al-Quran dan doa bersama bagi mereka yang akan menghadapi UN.

Dengan untaian dan doa para Aytam (anak-anak Yatim) yang teramat ‘ajaib’ alias mustajab, diharapkan mampu memberikan kemudahan, kelancaran dan kesuksesan bagi mereka yang akan berjuang di ‘medan juang’. Diikuti dengan ‘wasilah’ air Zam-zam yang juga diberikan doa untuk kemudahan langkah mereka.

Value suci yang berputar di setiap pojok tempat kita mengaji menambah ‘keajaiban’ air Zam-zam semakin mengkristal tuk memberikan kekuatan pada setiap sel yang dilampauinya. Sebagaimana sabda Rasul, bahwa air Zam-zam akan mengikuti apa yang kita niatkan. Seperti halnya air putih biasa pun ketika kita berbaik sangka -dengan niatan yang baik- diawali rangkaian doa’ maka molekul-molekul yang terdapat dalam air itu akan menjadi untaian kristal yang teramat indah. Untaian yang akan memberikan energi positif bagi yang meminumnya. Terlebih dengan air Zam-zam, ia akan sangat menjadi penopang setiap awal kesuksesan, termasuk dalam menghadapi Ujian Nasional, pekan depan. So’ Mari kita rangkai langkah hidup ini melalui UN dengan penuh bahagia! With Love From Cordova

Tidak lebih dari sepuluh hari lagi, bagi orang tua yang memiliki anak SMA kelas akhir, akan menghadapi ujian Nasional. Bagitu pun bagi siswa SMP dan SD, tidak lebih dari sebulan akan menghadapi semacam ujian ‘penentuan’. Yah, sebuah exam yang konon menjadi semacam pengujian kualitas selama mereka belajar di sekolah tersebut. Di kalangan masyarakat, UN (Ujian Nasional) seolah menjadi ‘momok’ yang menyeramkan. Bila gagal UN, maka ia akan sangat terpukul, dan ‘terhakimi’ oleh pandangan sosial ditempat mereka berada. Ditambah lagi kepanikan orangtua yang anaknya akan melakukan UN, sebagian dari mereka cenderung khawatir dan terkesan panik akut bagaimana menghadapi hari-hari itu. Dogma negatif bagi peserta UN yang gagal kerap menghantui mereka, padahal ‘pertarungan’ masih belum dihadapannya. Padahal –sesungguhnya- UN hanyalah sebuah sistem evaluasi belajar yang samasaja dengan exam-exam lainnya. Bedanya, UN berada di akhir ajaran sebelum mereka naik ke proses pendidikan lainnya.

Menyoroti banyaknya anak didik yang mengalami stres, depresi hingga berujung kematiaan dengan membunuh diri akibat tidak lulus Ujian Negeri (UN), membuat semua pihak khawatir, terlebih para orangtua yang masih memiliki anak sekolahan. Sebuah fakta yang teramat miris dan menyayat hati. Sering ditemukan kasus anak didik menebas segala cita dan harapannya dengan mengakhiri hidup hanya karena tak lulus ujian nasional. Alasannya –tentu- beragam, bisa karena malu oleh teman sekitar, takut dimarahi orang tua, hingga masalah ekonomis yang sulit tuk di tepis. Siapa yang salah (?) Pembuat kebijakankah, orang tua siswa, para pengajar, siswa sendiri, lingkungan sosial, ekonomi (?) Tentu semua pihak enggan tuk dipersalahkan, terlebih menjadi kambing hitam dalam kasus ini. Tetapi –sejatinya- ada beberapa faktor yang saling berkaitan untuk mencegah kondisi seperti ini. Diantaranya, sikap dan dorongan mental dari lingkungan sekitar anak didik dalam menghadapi UN. Baik keluarga, lingkungan sekolah maupun lingkungan dimana siswa itu berada.

Pandangan bahwa lulus UN adalah akhir dari episode sebuah proses pendidikan adalah Salah Besar. Dokrin-dokrin seperti itu hanyalah akan memperburuk mental siswa jika kelak tidak meraih kelulusan dalam menghadapi ujian nasional. Sikap orangtua, guru dan teman sekitar pun menjadi tameng segitiga dalam menjaga mental anak didik agar tidak drop menerima hasil apapun paska UN. Kelas hanyalah satu ruang kecil dalam membentuk karakter dan proses transfer ilmu dari guru pada anak didik. Sebaliknya diluar sana terbentang kelas-kelas besar tuk meraih segala cita dan tujuan hidup. Pendidikan formal dari satu tahap menuju tahapan lain adalah proses dari sebuah kesuksesan.

Contoh kecil, tidak selamanya orang yang lulus UN atau seorang sarjana sekalipun dapat dikatakan sukses. Karena kesusksesan terjadi ketika seseorang mampu merealisasikan ilmu yang didapat pada realita hidup sesungguhnya, bukan –hanya- tertuang dalam lembaran UN. Karena banyak ditemukan lulusan sebuah sekolah atau sarjana suatu universitas, tak berdaya melawan arus keras kehidupan nyata. Namun demikian, tidak lantas dijadikan alasan untuk tidak bersungguh-sungguh menghadapi ujian tersebut. Intinya bagaimana kita menyikapi UN itu sebagai salahsatu pintu menuju kesuksesan.

Jika Anda atau teman-teman membuka jendela dunia, maka banyak ditemukan tokoh-tokoh sukses top dunia, yang pernah mengalami kegagalan disekolahnya. Baik tidak lulus dalam ujian maupun drop-out dari sekolahnya. Diantaranya, Thomas Alfa Edison. Seorang ilmuwan dan penemu sepanjang masa. Bola lampu listrik, film kamera dll. ia temukan justru diluar bangku sekolah. Bill Gates, salah seorang yang menempati rangking terkaya di dunia, ia salahsatu pendiri raksasa perangkat lunak Microsoft, dan ia menemukannya setelah di drop-out dari kampusnya. Albert Einstein, ilmuwan yang terkenal dengan teori relativitas dan kontribusi kepada teori kuantum serta mekanika statistik justru harus putus sekolah saat masih usia 15 tahun.

Belum lagi dengan kisah perjalanan “Si Anak Batu”, atau Ibnu Hajar As-Qolani. Seorang ulama besar yang karyanya memperkaya khazanah ilmu dibelahan dunia. Saat sekolah ia tak lulus ujian, dan akhirnya harus putus sekolah. Namun dalam perjalanan pulang, ia istirahat disebuah hutan. Tak sengaja matanya melihat air yang menetes pada batu alam yang keras. Ia tertarik menyaksikan fenomena itu, hingga terus dipelajari begitu lama. Sampai akhirnya batu-batu yang tertetesi air itu sedikit demi sedikit berlubang hanya oleh setitik air yang terus menerus. Dari sana ia mendapatkan pelajaran hidup bahwa dengan keuletan dan sungguh-sungguh ia akan mampu mendapatkan kesuksesan, laiknya setetes air yang melubangi batu keras. Ia mulai belajar kembali dengan otodidak dan penuh keseriusan, hingga ilmunya terkenal sangat luas, dan para gurunya dulu berbalik menimba ilmu pada “Si anak batu itu”.

Well, kisah-kisah diatas adalah suatu perumpamaan untuk selalu berpikir positif pada setiap langkah terpijak, sesungguhnya tidak lulus UN bukanlah akhir dari segalanya. Kiamat sama sekali tidak ditentukan oleh Ujian Nasional. Pantang mati sebelum ajal, akhiri kisah tragis dengan senyum manis. Karena memang obat selalu pahit, namun sebagai manusia kita selalu memerlukannya. Tetap semangat, jangan pernah kalah oleh paradigma-paradigma semu!

So’ Let’s Jump Over The ‘UN’

Sebuah perjalanan tentunya memiliki satu tujuan. Hidup adalah suatu perjalanan yang tak dipungkiri memiliki tujuan akhir jua. Begitu juga dengan kegiatan guna mengisi kehidupan pasti memiliki beberapa etape destinasi. Pekerja bangunan memiliki tujuan membangun suatu bangunan. Penjual tujuannya agar barang yang dijajakannya lekas terjual. Seorang guru ingin agar anak didiknya mengerti dan memahami ilmu yang diajarkannya. Begitu seterusnya setiap orang bekerja, salahsatu tujuannya adalah meng ‘Hidupi’ kehidupan. Begitu pula dengan Cordova, travel haji yang memiliki tujuan khusus bagi jemaahnya, bukan hanya menjadi jembatan para tamu ALLAH menuju destinasinya, namun ada sebuah tujuan yang lebih mendasar dari ruh dan semangat team Cordova dalam menghantarkan jemaah menuju satu titik suci, Baitullah, semua itu tiada lain adalah menciptakan setiap iklim perjalanan suci jemaah menjadi khusyuk dan menyenangkan kala berada dihadapan Rabb-nya.

Kenikmatan yang tiada tara saat bermunajat ditanah Arafah, saat bergumul diantara lautan manusia sembari mentadaburi tujuh putaran thawaf, bermandi kasih bersama jutaan manusia di Bumi Mina dan ziarah-ziarah Nubuwah di dua kota suci. Cordova team bukan hanya siap memberikan pelayanan spesial untuk Anda, namun lebih dari itu, setiap team dibekali rasa cinta dalam pelayanannya. Karena satu yang terpatri dalam jiwa mereka, Anda adalah tamu agung yang dimulyakan oleh ALLAH SWT., dasar itulah yang mampu menjadikan perjalanan suci Anda sarat dengan hal yang menyenangkan. ALLAH saja memberikan keistimewaan bagi tamunya, bagaimana dengan kami, karenanya, kami terus mencoba untuk dapat memberikan yang istimewa pula, try to be perfect.

Tujuan suci ini dilandasi oleh semangat juang team Cordova guna menggapai ridha dan maghfirah Azza wa Jalla, tanpa semua itu bisa saja kami tak pernah ada. Menjadi bagian dari penyambung manusia menuju Rabb-nya adalah sesuatu yang sangat penting dalam hidup dan tujuan Cordova. Karenanya, sekali lagi kami mencoba untuk lebih berarti melayani Anda.
Tak akan pernah terasa pelayanan kami jika Anda belum mencoba. Merasakan bagaimana getaran jiwa para muthawif saat bersama Anda di tanah suci. Merasakan bagaimana fasilitas yang kami persembahkan. Merasakan bagaimana tujuan Anda di tanah suci akan terkabulkan, insya ALLAH semua itu didasari oleh kekuatan cinta Cordova terhadap para tamu –Nya.

So, selagi masih terbentang kesempatan luas, nikmatilah perjalanan suci Anda bersama Cordova menggapai satu destinasi, yakni surga dan keabadian didalamnya. Insya Allah Yaa Rabb.

Menyaksikan sebuah film Life of Pi garapan Ang Lee, yang mendapatkan 4 penghargaan bergengsi yang sekaligus menempatkan dirinya sebagai sutradara terbaik pada ajang Grammy Awards 2013 kali ini, memang sudah di perkirakan. Bagaimana tidak, film yang menggambarkan petualangan seorang bocah India yang hidup selama 8 bulan di lautan luas bersama seekor Harimau Benggala bernama Richard Parker, memberikan pelajaran yang penuh arti. Pelajaran tentang sebuah cinta, sebuah persahabatan, keberanian, dan perjuangan untuk terus bertahan hidup. Yah, bagaimana bisa survive dalam kondisi yang terburuk sekalipun. Sebuah film yang bukan saja menyuguhkan keindahan audio visual, alur cerita-nya pun sarat dengan makna yang teramat dalam. Sesungguhnya, bukan hanya Life of Pi satu-satunya film tentang ‘Survival’, sebut saja film 127 Hours, yang menceritakan seorang pemanjat tebing bernama Aron Ralston. Ia jatuh dan terjebak di lembah Blue Jhon Canyon, dan tangannya tergantung pada sebuah batu yang menghimpitnya. Selama 5 hari ia tak berdaya untuk makan dan minum, hingga akhirnya untuk terus berjalan hidup, ia harus memutuskan tulang lengannya sendiri yang terjepit batu. Itupun ia lakukan dengan susah payah, karena tidak ada alat yang bisa memudahkan untuk memutusnya.

Masih banyak tentunya, kisah mengenai bagaimana seseorang bisa berjuang untuk terus bertahan hidup ketika kondisi terburuk menimpanya. Namun, rasa-rasanya, –tanpa menyaksikan film-film seperti diatas pun- kekuatan yang ada dalam diri kita akan selalu tampak jika keadaan yang mengancam diri sudah berada pada titik nadzhir. Semisal banyak yang kita dengar bagaimana seorang yang tadinya tidak bisa berlari cepat, ketika di kejar anjing, dengan sangat meyakinkan ia bisa menjadi pelari yang tangguh, bahkan dapat meloncat pagar yang tinggi sekalipun. Seperti umumnya, manusia akan sangat kuat atau sengaja menjadi kuat ketika dihadapkan pada kondisi yang menurutnya akan mengancam keberlangsungan hidup. Ada semacam kekuatan diluar nalar manusia, untuk melawan semuanya. Yah, kekuatan untuk bertahan.

Lalu, bagaimana kita mengolah kondisi survive ditengah kondisi yang berada pada ‘zona aman’. Maksudnya disaat kita berada pada puncak kenikmatan yang –menurut kita- masih jauh dari kondisi buruk yang dihadapi. Padahal sunatu tadawul atau siklus perputaran yang alami adalah kondisinya akan terus berputar, bisa saja saat ini kita berada di puncak, mungkin selanjutnya akan berada pada kerendahan. Hal inilah yang kerap melupakan kita untuk terus melakukan perjuangan hidup dalam kondisi apapun. Bagaimana kekuatan untuk survive itu tidak terus mengendur dikala zona terburuk telah usai terlakoni.

Karenanya, Islam telah dulu mengantisipasi akan hal itu. Rasulullah SAW bersabda mengenai bagaimana kita mempersiapkan mental ‘survive’ sebelum masa terburuk melanda dengan harus berpikir tentang 5 perkara sebelum perkara ‘terburuk’ menimpanya. (HR. Al Hakim)

Pertama, adalah masa muda sebelum datangnya hari tua. Masa muda adalah sebaik-baiknya masa untuk mencapai kebaikan, kesuksesan dan keberhasilan. Karena pada masa itu, kita masih memiliki ambisi yang kuat, keinginan dan cita-cita yang ingin diraih. –tentunya- bukan berarti masa tua akan menghalangi kita untuk tetap berusaha mencapai impian kita, namun tentunya masa tua akan berbeda halnya dengan usaha saat kita masih muda.

Kedua, masa sehat sebelum sakit. Hal ini juga anjuran agar kita senantiasa waspada pada segala kemungkinan yang sifatnya diluar prediksi manusia, seperti halnya sakit. Sakit disini bukan sebatas sakit jasmani, tapi juga sakit rohani.

Ketiga adalah, masa kaya sebelum masa miskin. Tidak terlalu jauh berbeda dari penjelasan di atas, ketika kekayaan ada pada kita, baik itu berupa materi atau lainnya, maka hendaknya kita memanfaatkannya sebaik-baiknya.

Keempat, masa lapang sebelum waktu sibuk. Disini Rasulullah SAW menganjurkan kita untuk menghargai waktu, agar bisa diisi dengan hal-hal yang bermanfaaat baik untuk diri sendiri maupun orang lain.

Terakhir adalah, masa hidup sebelum datangnya saat kematian. Yang terakhir ini merupakan cakupan dari empat hal diatas. Ketika kita diberi kehidupan maka hidup yang diberikan pada kita itu sebenarnya merupakan kesempatan yang tiada duanya. Karena kesempatan hidup tidak akan datang untuk kedua kalinya. Kehidupan harus dijalani sesuai tuntutan kemaslahatannya.

Lima hal tersebut merupakan inti misi dan visi hidup manusia, karena kunci kesuksesan itu terletak pada bagaimana kita “mempergunakan kesempatan dengan sebaik-baiknya”. Anjuran Survive tidak hanya saat kita berada pada kondisi yang terburuk, namun kondisi terbaik pun kita harus terus bisa mengolah konsep survive itu.