Coz, They Are The Same
Sejak Cordova berdiri, saya banyak belajar tentang arti sebuah kebersamaan. Meski terkadang saya sulit menterjemahkan antara ‘kebersamaan’ dan ‘kekeluargaan’. Apakah terdapat benang merah yang mengikat satu rasa antara dua kata itu, atau masing-masing memiliki makna yang berbeda. Boleh jadi kalimat kekeluargaan tidak selamanya menghasilkan suatu kebersamaan, karena banyak kasus yang memperlihatkan sebuah keluarga bisa hancur hanya karena tidak ada nilai kebersamaan diantara anggotanya. Tetapi sebaliknya, dengan sebuah kebersamaan apapun yang tercita akan terwujud. Boleh jadi rasa kekeluargaan yang terjalin di Cordova saat ini, adalah hasil dari moralitas kebersamaan yang dirancang sedari awal. Efek dari satu rasa kebersamaan itu tidak hanya terikat pada satu simpul sebuah team, tetapi dijalarkan juga kepada jemaah dan keluarga besar Cordova. Sehingga spirit dari pelayanan terhadap tamu Allah selalu bernilai kebersamaan. Tidak ada figuritas jemaah yang lebih menonjol atau spesial untuk dilayani secara berlebih diantara jemaah lainnya. Baik itu tokoh masyarakat, tokoh nasional, politikus, artis bahkan seorang pejabat negara sekali pun. Semua mendapatkan porsi sama dalam pelayanan, coz, they are the same disisi Rabbnya.
Sejak saya mengenal dunia travel, terkhusus haji dan umrah, terkadang saya menyaksikan sendiri bahwa ada sesuatu yang –rasanya- harus dibenahi dalam pelayanan para tamu Allah. Bukan kurang atau tidak maksimal dalam melayani, namun ada porsi-porsi yang dipandang sangat tidak sesuai dengan nilai-nilai universal Haji. Masih adanya pengkategorian jemaah ‘borju’, berduit atau berkelas lebih mendapatkan pelayanan yang maksimal dibanding jemaah lainnya, maka tentu pelayanan itu sudah menyalahi nilai luhur ibadah haji. Bukankah Allah Sebagai ‘Tuan Rumah’ para Tamu-Nya saja memberikan karunia dan anugerah pada semua tamu-Nya tanpa pandang bulu, lalu mengapa kita musti sibuk untuk ‘mencari muka’ dihadapan ‘segelintir’ makhluknya.
Disinilah saya banyak belajar tentang bagaimana menjadi salahsatu ‘paku’ pelekat atas nama Cordova dalam melayani tamu-tamu suci dengan penuh rasa tulus. Tidak ada kategori jemaah yang harus menjadi idola hanya karena statusnya. Semuanya sama menjadi tujuan pelayanan yang maksimal. Karena nilai kebersamaan yang dibangun itulah setiap hajjguard Cordova terdidik untuk tidak menjadi pelayan yang silau akan status segelintir orang. Terlebih bangga hanya karena bisa berpose dengan tokoh idola.
Untuk menjadi ‘sesuatu’, harus ada yang memberikan contoh secara langsung. Tentunya contoh harus datang dari yang mempunyai kedudukan lebih baik. Memperlakukan sama tanpa harus kehilangan nilai penghormatan. Figur yang menjadi contoh dalam melakukan apapun, sangatlah berperan dalam sebuah kehidupan. Seandainya saja setiap kita sangat mencintai Rasulullah SAW, tentunya kita tidak akan sulit mendapatkan figur untuk di contoh. Tidak melulu mengangkat orang untuk narsis bergaya di depan kamera, kemudian dijadikan contoh dengan berlebihan.
Bismillah, semua rasa terbangun atas dasar kecintaan yang berlapis tulus. Tiada cita yang terluhur kecuali melayani tamu suci-Nya dengan hati. Karena hatilah yang memiliki rasa. Rasa kebersamaan itulah yang menjadi tujuan awal dalam membangun komunitas Mabrur. Tidak malah ‘Lebih’ mengayomi satu dua orang saja, melainkan semua tetamu suci-Nya, coz they are the same.