Cinta ‘Berkarat’ Antara Egypt & Indonesia
Awalnya, sangat berat menanggapi airmata yang tercurah di ‘Negeri Seribu Menara’ ini melalui tulisan. Karena memang sulit untuk dibayangkan dalam satu paragraf halaman sekalipun, bagaimana keindahan, ke ramah-tamahan, toleransi, kehangatan dan keharmonisan masyarakatnya, kini menjadi airmata dan darah yang hampir terpercik di seantero negeri. Kairo, Alexandria, Zaqozik, Mansourah, Matruh, Fayoum dan kota-kota lainnya menjadi sangat mencekam. Juga, akhir-akhir ini sudah banyak pembahasan di jagad maya tentang kondisi yang terjadi di Egypt. Pendzoliman Junta Militer terhadap Presiden Mursi, telah sangat jelas menggambarkan arogansi militer yang inkonstitusional. Kita hanya ingin memberikan stimulus pada Bangsa Indonesia, terutama Presiden SBY untuk melihat sejarah berdirinya negeri ini, melihat dan membaca dengan hati. Sehingga, ia mampu tuk memberikan pernyataan resmi tentang peristiwa yang terjadi di Mesir dengan penuh simpati. Bukan malah hanya berkomentar di Twitter.
Akar sejarah Indonesia dengan Mesir sangat kuat. Pengakuan Dunia Internasional terhadap merdekanya negeri ini, diawali oleh Mesir. Sehingga diikuti oleh bangsa lainnya untuk melegitimasi Indonesia sebagai bangsa yang merdeka. Teringat sebuah kisah utusan dari Indonesia (sebuah tempat yang pada saat itu, belum dikenal dan belum diakui internasional). Utusan yang baru tiba di Mesir pada tahun 1947, hanya ditanya “Are You Moslem?”. Dengan serempak mereka menjawab “Yes”.
Lalu petugas imigrasi bandara itu, hanya bilang “Well, then Ahlan wa Sahlan, Welcome!”. Dan H. Agus Salim, AR Baswedan, Mr. Nazir & Prof Rasjidi hanya lewat begitu saja tanpa diperiksa petugas. Setelah itu, mereka bersiap menghadap Perdana Mentri Mesir dan Raja Farouq dengan pakaian sederhana. Setelah 3 bulan lamanya mereka bernegosiasi, menjelaskan tentang Indonesia ke wartawan-wartawan, mencari dukungan dll, namun baru kali ini, mereka di terima langsung oleh Perdana Menteri Mesir.
Nama Indonesia sayup-sayup muncul menghiasi media di Mesir. Hingga pada suatu malam mereka bertemu Raja Farouq dan raja berkata “Karena persaudaraan Islam lah, terutama, kami membantu dan mendorong Liga Arab untuk mengakui kedaulatan Bangsa Indonesia.”
Di lain hari, pada tanggal 10 Juni 1947, pada pukul 9 pagi para delegasi RI tiba di ruang Kemenlu Mesir, sekaligus PM Mesir Nokrashi Pasha. Namun mereka menunggu sekitar setengah jam, dan tiba – tiba keluar seorang -duta Besar Belanda- dari ruang PM Mesir. Belanda memprotes Mesir karena akan mendukung Indonesia.
Dengan tegas, PM Mesir bilang “Menyesal sekali kami menolak Tuan, sebab Mesir selaku negara berdaulat, dan sebagai negara yang berdasarkan Islam, mendukung perjuangan rakyat Indonesia untuk berdaulat, terlebih mereka rakyat Indonesia beragama Islam.”
Detik-detik itu digambarkan oleh AR Baswedan sangat mengharukan, detik yang teramat haru bagi pejuang Indonesia. Mengharap pengakuan kedaulatan dari negara-negara, tentunya bukan pekerjaan yang sangat mudah. Namun “Lega dan syukur kepada Allah, karena Republik Indonesia pada akhirnya mendapat pengakuan De Jure dalam dunia Internasional, Mesir yang pertama mengakui kita,” kata AR. Baswedan.
Bulir- bulir bening membasahi pipi para delegasi. Bergetar tangan H.Agus Salim menandatangani perjanjian persahabatan antara RI dan Mesir 10 Juni itu. Kairo menjadi saksi, bahwa disanalah, tonggak RI dikenal, bahkan suaranya mulai didengar. Pada 29 Juni Libanon mulai mengakui kedaulatan RI, satu per satu pengakuan berdatangan. Pupus harapan Belanda yang menandatangani perjanjian Linggarjati maret 47, bahwa nanti akan membentuk Indonesia Serikat, akan dikuasai Belanda. Pengakuan Mesir telah menghancurkan harapan tersebut. Tak lama, Juli 47 Belanda melancarkan Agresi pertama. Dengan dukungan Internasional, RI saat itu bisa bersuara di PBB, hingga di inisiasi perundingan Renvile – oleh PBB- yang akhirnya dilanggar Belanda sendiri pada Agresi Militer Belanda II.
Kini, Mesir kembali bergejolak. Ikatan batin itu mungkin terasa samar-samar. Pengakuan dari setiap negara yang mendukungnya sangat dinanti. Minimal menyuarakan bahwa perlakuan kudeta militer terhadap Presiden terpilih itu adalah sebuah pelanggaran yang jahat. Kini, mampukah Presiden RI, yang dulu pernah memohon-mohon diakui legitimasinya sebagai negara berdaulat, dan dengan sangat berpengaruh Mesir memberikan legitimasi itu dengan sangat mudah. Sekaligus sikap pimpinan Bangsa RI ini akan mencerminkan karakter bangsa, apakah bangsa yang santun, atau bangsa yang tidak tahu berterima kasih.