Jika Anda berkesempatan menjelajah negeri-negeri impian, dan menyaksikan bagaimana bangunan-bangunan indah menjulang tinggi, maka rasa takjub tiada tara menghampiri pandangan Anda tuk mengaguminya. Lihatlah bagaimana Pyramida dan Sphink berdiri kokoh, bagaimana pula tembok raksasa membentang sekian mil negeri China. Keindahan arsitektur Taj Mahal pun mampu menyihir batasan pandang manusia. Belum lagi dengan Borobudur yang nyaris tiada cacat, seolah goresan bangunan-bangunan itu mewakili nafas kuno yang masih bertengger diantara bangunan-bangunan modern masa kini. Masih banyak bangunan-bangunan indah yang menakjubkan hasil karya manusia dibelahan bumi lainnya. Tentu selain memiliki tujuan, pembangunan itu selalu diwarnai rasa kelam oleh masyarakat sekitar dalam proses pembangunannya. Saya teringat dengan tulisan seorang penulis wanita Mesir yang terkenal, Nawal Saadawi. Ia menuturkan, jika Anda hendak menuju sebuah bangunan yang menjadi simbol peradaban –seperti halnya Pyramida, tembok raksasa dll- maka pastikan sebelumnya Anda berputar mengelilingi terlebih dulu ke perkampungan masyarakat di sekitarnya.
Dalam artikel lain dan manuskrip tentang sejarah pembangunan sebuah simbol-simbol peradaban lainnya, saya baru bisa menjawab teka-teki yang disodorkan Nawal mengenai misteri dibalik pembangunan Pyramida. Bagaimana tidak, bangunan terbesar di dunia karya manusia itu terdiri dari 2,5 juta buah blok batu yang masing-masing beratnya sekitar 2,5 ton. Sebuah batu didorong dan diangkat oleh sekitar 25-30 orang. Adapun masa pembangunannya memakan waktu 30-40 tahun dengan pekerja sebanyak 30.000 setiap periodenya.
Tujuannya satu, mematuhi perintah dan keinginan sang raja untuk menjadikan Pyramida sebagai simbol kejayaan dan tempat semayam akhir hidupnya. Pun demikian yang terjadi di China dan India, pembangunan Tembok Raksasa dan Taj Mahal selalu diawali dengan proses kelam masyarakat yang terlibat dalam pembangunannya. Buah dari masa feodalisme memang selalu tragis tuk menutupi kemegahan simbol yang mereka dirikan.
Karenanya ketika Anda berkesempatan melihat dan menyaksikan bangunan-bangunan peradaban itu, selipkan dalam jiwa bahwa diantara kemegahan dan keindahan didepan mata. Banyak peristiwa tragis yang memakan ribuan bahkan jutaan manusia dibalik proses pembangunannya. Ongkos sosial yang terlalu mahal untuk sebuah penciptaan simbol dari karya manusia.
Lalu bagaimana dengan bangunan Ka’bah di kota suci Makkah Al-Mukarramah. Sebuah bangunan yang bukan hanya menakjubkan manusia di muka bumi, tetapi proses pembangunannya yang tidak mengeluarkan penderitaan manusia. Malah justru menjadi kemuliaan bagi setiap pihak yang membangun, memelihara dan yang mengunjunginya. Subhanallah, bangunan tua di muka bumi itu, tidak hanya menjadi inspirasi setiap jiwa yang menyaksikannya secara langsung, tetapi menjadi pusat rotasi manusia dalam ritual ibadahnya yang terus berputar mengelilinginya.
Ongkos mahal sebuah peradaban hanya terlihat dari sudut bangunan non-material yang tersembunyi diantara kemegahan simbol peradaban. Tetapi Ka’bah, menjadi satu-satunya bangunan di muka bumi, yang takkan pernah ditinggalkan manusia sampai kapan pun.