Mengenal Lebih dekat Masjid Tionghoa

Lokasinya yang berada di kawasan pecinan membuat masjid ini begitu strategis untuk warga etnis tionghoa yang ingin tahu lebih dalam tentang Islam. Tidak heran, masjid ini menjadi wadah masuk Islamnya warga etnis cina di Jakarta. Namanya masjid Lautze. Nama itu mengikuti tempat lokasi masjid yang terletak di jalan Lautze nomor 87 sampai dengan 89, belakang gedung Pasar Baru Jakarta Pusat. Letaknya di antara ruko yang berjejer di jalan itu. Kalau dilihat dari luar, Masjid Lautze nyaris tidak seperti masjid umumnya. Tanpa kubah, tanpa kaligrafi, dan bangunannya berbentuk ruko yang lebih mirip toko atau kantor bisnis lainnya. Warna pintu pun merah solid yang hampir tidak satu masjid pun memilih warna itu untuk ornamen bangunannya. Hanya bentuk pintunya saja yang menyerupai masjid umumnya: berbentuk elips di bagian atas. Begitu pun ketika memasuki masjid. Warna merah dan kuning keemasan bertaburan di mana-mana, layaknya kelenteng. Bahkan di dekat mimbar, terdapat tulisan kaligrafi ayat-ayat Alquran dari bahan kertas yang dibuat dengan teknik kaligrafi Tionghoa klasik. Hal ini –tentunya- dimaksudkan agar jamaah masjid yang sebagian besar mualaf tionghoa tidak merasa asing dengan suasana masjid.

Konon masjid ini awalnya hanya sebagai pusat informasi keislaman. Baru pada tahun 1998 masjid yang di bawah pengurusan Yayasan Haji Karim Oey ini bersedia menerima pengislaman. Sembilan puluh lima persen yang masuk Islam melalui masjid ini adalah warga etnis Tionghoa. Masjid ini cukup aktif. Selain selalu ramai pada shalat Jumat, tiap hari Ahad ada pengajian rutin. Dari jam sepuluh pagi sampai zuhur, diselenggarakan pengajian untuk umum. Dan setelah zuhur, ada pengajian khusus mualaf.
Sayangnya, tidak semua waktu shalat ramai dikunjungi jamaah. Karena berlokasi di kawasan yang jauh dari permukiman, masjid ini biasanya ramai pada saat shalat zuhur dan ashar saja.

Menurut Pak Awi, seorang mualaf yang juga bertugas mengurus masjid ini, jamaah shalat Masjid Lautze hanya di waktu Zuhur dan Ashar. “Karena lingkungannya yang perkantoran, hanya Zuhur dan Ashar saja masjid ini dipakai. Kecuali shalat Jumat yang ramai!” ujar pengurus yang juga berdagang mie ayam halal di depan masjid ini.

Setelah menikmati mie ayam, dan mengobrol ngalor-ngidul dengan Pak Awi, saya dan staf Cordova yang kebetulan tahu seputar jalanan ibukota, kembali mencari masjid-masjid yang menarik untuk ditelusuri. Ohya, saat ini, Masjid Lautze punya tiga cabang. Ada di Tangerang, Bandung, dan Cirebon.

Related Post

Cinta Sederhana

“Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *