Satu diantara bagian yang membuat kita nyaman dalam suatu perjalanan adalah pelayanan yang istimewa. Menyatu, berbaur dan tak segan menceritakan seputar yang terjadi di sebuah destinasi yang belum kita tahu secara detail. Pelayan yang sigap dan cerdas akan sangat memperhatikan situasi dan kondisi agar perjalanan kita benar-benar terasa menyenangkan. Tidak hanya dalam kondisi stabil, saat perjalanan terancam pahit pun, ia kan utarakan dengan proporsional tanpa rasa panik. Terlebih jika perjalanan itu menuju Tanah Suci, tentunya para pelayan menjadi sangat dominan untuk membimbing dan mengarahkan jemaah agar tujuan sucinya tergapai dengan sempurna. Karenanya, kerjasama antara pelayan dan jemaah guna mencapai tujuan mulia itu menjadi hal yang sangat urgent. Mindset bahwa sebagai tamu adalah raja dalam mendapatkan pelayanan sempurna adalah benar, tetapi proses mendapatkan pangkat tersebut di tanah suci harus melalui tahapan “Kesucian hatiâ€. Artinya, sejak awal menuju titik suci Baitullah, kita merancang hati agar menjadikan pelayan (muthawif) sebagai partner menggapai kemabruran. Menaklukan sisi keegoisan diri, menjawab jujur “Who I am†dihadapan Rabbi, dan menanggalkan segala pernik jabatan duniawi. Sehingga proses menuju kemabruran akan lebih mudah tergapai. Tak aneh jika seorang raja Arab menyatakan dirinya sebagai pelayan dua kota suci, ini menandakan bahwa melayani tamu agung adalah sebuah tugas mulia.
Jika dianalogikan secara sederhana, travel haji, muthawif, dan bahkan kerajaan Arab Saudi adalah sebagai protokoler perjalanan kita di tanah suci. Laiknya saat hendak menuju istana dan berjumpa dengan presiden, protokoler menjadi pelayan yang sangat getol menyampaikan “aturan main†saat berada di istana. Semua kalangan dari lapisan masyarakat maupun pejabat menurut dan mengikuti arahan dari protokoler. Tentunya, semua yang dilakukan itu (oleh protokoler) bukan untuk menghambat dan membatasi segala gerak dan langkah. Tetapi untuk meraih sebuah kondisi yang kondusif dan nyaman saat berjumpa dengan presiden di istananya.
Bisa saja secara manusiawi, birokrasi dari protokoler itu sangat mengganggu keharmonisan antara kita dengan Pemimpin Negara, namun jika sepenuhnya hati dipercayakan pada mereka, maka semuanya akan berjalan lancar dan kondusif. Pun demikian dengan para pelayan kita di Tanah Suci, adalah potret bagaimana Islam mengajarkan kerapihan yang tersistem. Keindahan yang terbalut dengan keharmonisan ukhuwah, semua kan terasa lebih nyaman dan khusyuk saat tautan hati menjalar menuju cita-cita ibadah kita.
Karenanya, bagi Cordova, kebersamaan hati antara jemaah dengan HajjGuard maupun UmrahGuard menjadi suatu trend positif yang terus digalakkan menuju kesempurnaan ibadah. Tanpa pautan hati, semua kan terasa hambar, segala pransangka kan terus disusupi oleh iblis –yang memang- tak kan pernah meridhoi kita menggapai predikat