Islam Nothing Without Art

Saya sedikit yakin, akan banyak perbincangan berjurus perdebatan mengenai tema diatas. Baik dalam cakrawala pikir, maupun yang bergulir melalui opini setiap individu. Yah, saya menuangkan tema bahwa sejatinya Islam tak kan pernah ada, jika tak dirangkai dengan sesuatu Maha Karya yang indah, atau seni (art, fan). Perlu pembahasan yang dalam mengenai hubungan Islam dan seni. Tetapi saya akan membahas secara garis besar tentang kandungan seni yang sangat berpengaruh dalam perjalanan Islam. Jika ditilik dari sejarah, ketika Musa As diutus sebagai Nabi dan Rasul di Mesir, kondisi masyarakat saat itu begitu dekat dengan dunia mistik. Ilmu-ilmu sihir merebak ditengah masyarakat dan menjadi kebanggaan setiap orang. Hingga puncaknya, saat Nabi Musa As diserang oleh ribuan ular dari tukang sihir Fir’aun, Maka Allah SWT memerintahkan Musa As untuk melemparkan tongkatnya ketengah ribuan ular. Seketika tongkat itu berubah menjadi ular yang sangat besar, dan melahap semua ular-ular dari para penyamun itu. Saat itu, banyak penyihir yang terkejut dan tidak sedikit pula yang takluk serta mengikuti dakwah nabi Musa As. Kekuatan luarbiasa dari mukjizat Nabi Musa –tentunya- untuk mematahkan kekuatan sihir yang dikagumi saat itu.

Berbeda dengan kondisi Nabi Isa As. Saat itu, masyarakat begitu mengagumi ilmu kedokteran. Menjadi tabib yang dapat menyembuhkan beragam penyakit. Kebanggaan yang berubah menjadi suatu kesombongan itu –sekali- lagi dipatahkan dengan kekuatan dahsyat Nabiyullah Isa As dengan menghidupkan kembali orang yang telah mati. Atas izin Allah melalui mukjizat tersebut, kebanggaan masyarakat sekitar pun menjadi luluh. Kondisi lain yang menimpa masyarakat Jazirah Arab adalah ketika Rasulullah hadir ditengah mereka. Saat itu, bangsa Arab sangat antusias dengan karya seni berupa syair. Setiap orang kagum dan mengagungkan syair-syair yang begitu indah. Dinding-dinding ka’bah pun marak oleh syair yang mengagungkan Azza dan patung-patung lainnya. Tak ayal, Allah SWT menurunkan firman-Nya kepada Rasulullah dengan rangkaian kata-kata yang sangat indah. Bukan hanya kandungan yang dahsyat, susunan serta rangkaiannya pun mampu “menyihir” setiap orang yang mendengarnya. Karya seni satra terindah masa itupun tak mampu menyaingi rangkaian kata demi kata dari firman-Nya yang teramat indah.

Dari contoh ketiga diatas, jelas kandungan seni yang teramat dahsyat merupakan perjalanan awal Rasulullah menapaki medan dakwah. Karena hakikatnya setiap manusia memiliki nurani untuk respect pada suatu karya yang indah. Jika dikatakan fitrah, maka dalam setiap hembusan nafas dan aliran darah manusia adalah suatu karya yang sangat Indah dari Sang Maha Indah. Dengan ini maka setiap muslim menyukai keindahan dikarenakan efek dari keindahan Allah SWT. Yang juga menyukai keindahan, karena Al-jamil (Yang Maha Indah) adalah salah-satu dari Asmaul-Husna.

Islam berinteraksi dengan manusia secara total, jiwa dan raganya, akal dan nuraninya. Jika nutrisi menghidupi badan, pengetahuan menghidupi akal, maka seni (al-fann) yang menghidupi nuraninya. Karenanya Islam menyeru umatnya untuk bisa merasakan, menikmati dan mentadaburi keindahan, maka tidak dilarang bagi umatnya untuk mengekspresikan keindahan yang ada dalam benak mereka.

Rasulullah SAW telah menjelaskan kepada beberapa sahabat yang mengira bahwa kecintaan terhadap keindahan bisa menafikan iman, dan menjadikan pelakunya terperosok dalam kesombongan, sebagaimana diceritakan dalam sebuah hadist. Rasulullah bersabda, “Tidak akan masuk surga siapa yang dihatinya ada rasa sombong, walau sebesar biji sawi.” Maka berkatalah seorang laki-laki. “Sesungguhnya ada seorang laki-laki menyukai agar baju dan sandalnya menjadi bagus. Rasul bersabda, “Sesungguhnya Allah Maha Indah dan menyukai keindahan.” (HR. Muslim).

Belum lagi jika kita menyaksikan fenomena Alam, dan ciptaan Allah lainnya. Begitu indah, seimbang dan tak ada sedikitpun yang tercipta dengan sia-sia. Karenanya jika ditelaah secara mendalam dan objektif, saya kira karya seni adalah punggawa Islam yang sangat berpengaruh dalam perjalanan Islam. Tentu dengan batasan-batasan yang tidak melanggar aturan dan estetika ajaran Islam itu sendiri. Karenanya jika seni dibuyarkan dan disamarkan kembali dengan definisi-definisi manusia yang kadang berjurus pada kebebasan berekspresi tanpa batas, seperti mengobral syahwat misalnya. Tentu pengertiannya sudah terlampau jauh dari hakikat dan rule of Islam itu sendiri. Jika sudah demikian, Anda pun bebas mendefinisikan karya seni sesuai arah pikir Anda, seperti saya menafsirkan bahwa Islam tak kan pernah ada tanpa keindahan seni.

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *