ISLAM, Kebanyakan Aturan ?

ISLAM, Kebanyakan Aturan ?

“ Islam terlalu banyak aturan, saya khawatir tidak dapat menjalankannya bila saya masuk Islam,” Ujar seorang Ekspat yang tinggal di Thailand. Sepertinya benar apa yang dikatakannya. Terlalu banyak aturan membuat kita tidak bebas. Sedangkan manusia ingin hidup bebas. Hanya saja, kebebasan manusia bila tidak diberi aturan maka membahayakan manusia itu sendiri. Sebagaimana kita lihat kerusakan masyarakat masa kini. Padahal di negara yang paling bebas sekalipun tetap saja ada aturan.

Terlebih manusia memiliki kemampuan berfikir terbatas yang takkan melebihi kemampuan penciptanya, Allah SWT. Sehingga larangan dan perintah Allah SWT tak selalu harus bisa dibenarkan atau dijelaskan oleh akal karena kemampuan akal manusia yang terbatas. Saat membeli kendaraan atau alat elektronik, bukankah lebih baik jika kita memiliki buku petunjuk yang lengkap. Atau betapa menjengkelkannya, bila kita membeli barang rakitan tanpa ada petunjuk cara merakitnya.

Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan agama ini begitu lengkap, mulai dari cara tidur, menggosok gigi, berpakaian, bersin, cara menguap, memakai alas kaki, berkendaraan, berkumpul, bersalaman, hingga bagaimana bila mengalami mimpi buruk. Jadi banyaknya aturan bukan menjadi merepotkan, justru lengkapnya aturan akan lebih memudahkan manusia yang dasarnya serba tidak tahu mana yang baik dan buruk baginya karena keterbatasan akal kita.

Demikian pula contohnya untuk perkara yang baik-baik, dimana kita hendaknya mendahulukan yang kanan. Berbeda ketika melepas sesuatu atau memulai sesuatu yang jelek, maka hendaknya dimulai dari yang kiri. Sebagaimana adab yang diajarkan Rasulullah SAW.

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat menyukai mendahulukan yang kanan ketika memakai sendal, ketika menyisir rambut dan ketika bersuci, juga dalam setiap perkara (yang baik-baik).” (HR. Bukhari dan Muslim).

Imam Nawawi mengatakan, “Mendahulukan yang kanan adalah ketika melakukan sesuatu yang mulia (pekerjaan yang baik), yaitu saat menggunakan pakaian, celana, sepatu, masuk masjid, bersiwak, bercelak, memotong kuku, memendekkan kumis, menyisir rambut, mencabut bulu ketiak, mencukur rambut, memberi salam dalam shalat, mencuci anggota wudhu, keluar kamar mandi, makan, minum, bersalaman, mengusap hajar Aswad, atau perkara baik semisal itu, maka disunnahkan mendahulukan yang kanan.

Sedangkan kebalikan dari hal tadi seperti masuk kamar mandi, keluar dari masjid, membuang ingus, istinja, melepas baju, celana dan sepatu, dan semisal itu disunnahkan mendahulukan yang kiri.

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *