Haji (Memang) Mahal

Kemungkinan tema diatas akan mengundang pro dan kontra dari setiap orang yang membacanya. Yah, bukan tanpa sengaja hal ini diangkat. Karena memang hal demikian (mengenai bekal haji) telah terlebih dulu diangkat oleh ALLAH dan rasul-Nya. Tidak serta merta bahwa saat melaksanakan haji, hanya cukup dengan modal ikhlas, tawakal dan sabar. Ada komponen yang secara lugas mengiringi perintah dalam pelaksanaan ibadah haji. Oleh karenanya, Haji menjadi rukun terakhir dari tahapan seorang muslim paripurna, sebab dalam haji terdapat cakupan ibadah yang lebih luas dan detail. Perspektif haji mahal, rasanya akan bijak ketika dilihat dari sisi value ibadah haji itu sendiri, -tentunya- tanpa mengatakan ada semacam ketidakseimbangan antara (dana) yang dikeluarkan dengan (thing) yang diberikan.

Baiklah, kerangka awal tulisan ini –sesungguhnya- terdapat dari pemahaman mengenai ibadah mahdoh seorang muslim dalam membangun konstruksi muslim sejati. Diantara 5 rukun Islam, adakah perintah untuk mengeluarkan bekal (materi ataupun imateri) selain ibadah haji (?). Berbeda dengan zakat, yang –sejatinya- memang untuk membersihkan harta dan jumlah (batasan) pengeluarannya sudah ditentukan dengan jelas. Rasanya hanya perjalanan haji yang ALLAH perintahkan untuk memiliki ‘bekal’ dalam mengarunginya. Ditambah dengan keharusan pelaksanaannya cukup hanya bagi mereka yang mampu. Meski ‘mampu’ disini masih umum (bisa mampu secara fisik ataupun harta), tetapi mayoritas penekanan adalah mampu dalam finansial. Sebab dengan bekal finansial, ia telah menginjak 80 persen pada status hukum wajib melaksanakan haji.

Jika saja Haji tidak perlu ada biaya yang dikeluarkan, semacam sahadat, sholat, dan puasa, maka tidak akan ada perintah yang mengarahkan untuk memiliki bekal dalam pelaksanaanya. Meski bekal yang paling baik adalah takwa, namun bangunan takwa itu –tidak dipungkiri- selalu diawali dari perbekalan haji yang (umumnya) harus mengeluarkan materi. Besar dan kecil, mahal dan murah tentang ONH (ongkos naik haji) sesungguhnya adalah relatif. Semuanya kembali pada orang yang telah meraih gelar ‘Mampu’ melaksanakan haji.

Juga tidak lantas mengatakan, agar perjalanan haji itu lebih terasa ‘pengorbanan’nya, maka kelayakan hidup selama di tanah suci, tidak ‘perlu’ terlalu diperhatikan. Yang penting ibadah kepada ALLAH dengan tulus dan ikhlas. Lalu muncul pertanyaan; Lantas mengapa kerap muncul permasalahan melanda para jemaah yang terlantar, kelaparan, penipuan, kekecewaan dan seterusnya, apakah ini bagian dari pengorbanan (?).

Dalam hukum ‘dagang’ sering kita dengar ungkapan pasar, bahwa ‘barang’ dan kualitas tergantung harga. Karena rate sebuah value perbekalan haji, maka wajar jika banyak calon jemaah haji memilih bekal yang lebih mahal. Meski ALLAH meneruskan perintah bekal itu dengan; Sebaik-baiknya bekal adalah takwa. Sebab menuju ketakwaan adalah sesuatu yang teramat ‘Mahal’.

Related Post

Bulan Terbelah

Dalam kitab Bukhari dan Muslim juga dalam kitab-kitab hadits yang terkenal lainnya, diriwayatkan bahwa sebelum…

One Comment

  • Pimpinan Wisata Hati, Ustadz Yusuf Mansur mengungkapkan dalam mempersiapkan diri sebelum kita berangkat menunaikan ibadah haji, kita perlu meluruskan niat, melegalkan harta, melapangkan dada, lincah ibadah, lembut bicara, dan melengkapi ilmu agama yang kita miliki. ”Luruskan niat kita berangkat hanya untuk beribadah karena Allah, memastikan bahwa tidak ada bagian yang haram pada harta yang kita gunakan untuk berangkat, berlatih sabar, pelihara ucapan dan pikiran kita, manfaatkanlah semua waktu yang kita miliki di Tanah Suci hanya untuk beribadah kepada Allah SWT, serta yang terakhir bekalilah diri kita dengan ilmu berhaji sehingga ibadah yang kita lakukan di sana maksimal,” jelasnya.

    Reply

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *