Aqsha is Alone Now

Membela Al-Aqsha selalu menjadi isu bersama umat Islam, meski aliran dan madzhab berbeda. Semuanya merapatkan jari dan menyatukan hati. Menekan Aqsha berarti menekan syaraf paling sensitif di tubuh umat yang bisa menyulut emosi dan harga diri. Bukan hanya sebagai kiblat pertama umat Islam, Masjidil Aqsha juga adalah sebuah identitas kemusliman yang sempurna. Situs islam yang kental dengan sejarah perlawanan ini berada disetiap jiwa manusia muslim. Mengawal dan mempertahankan dari ancaman yahudi yang kerap bercita meratakannya guna mencari kuil Solomon. Karenanya, konspirasi kerap dilakukan oleh mereka untuk membiaskan muslim dunia mengenai keberadaan komplek masjid Aqsha. Menyebarkan dua gambar masjid berkubah kuning (Dome of the rock / Masjid Umar), dan masjid berkubah hijau. Tujuannya satu, agar umat Islam di dunia senantiasa beranggap bahwa masjid Aqsha adalah salahsatu diantaranya. Padahal sesungguhnya, letak Aqsha adalah satu komplek yang meliputi dua masjid itu, tak terpisahkan!.

Setelah tujuannya tercapai, atau mereka berhasil menggiring opini publik bahwa masjid Aqsha adalah salahsatu masjid diantara dua kubah itu, maka mereka dengan leluasa mudah untuk menghancurkan (meratakan) bangunan masjid disebelahnya, yang dianggap umat Islam bukan masjid Aqsha. Konspirasi yang sangat halus guna meluaskan pencarian kuil solomon di area suci Aqsha.

Pasca revolusi Al-Barraq, perwakilan kaum muslimin dari 22 negara berkumpul di konferensi umum Islam di Al-Quds tahun 1931 untuk membahas cara menjaga dan mempertahankan Al-Aqsha dan Palestina. Mereka bertukar pikir bagaimana Al-Aqsha ini senantiasa menjadi masjid ke-3 yang aman untuk dikunjungi umat Islam di dunia, laiknya Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Demikian pula setelah pembakaran masjid Al-Aqsha pada tahun-tahun berikutnya, mengundang perwakilan negara-negara Islam berkumpul dan membentuk OKI yang hingga kini kurang lebih telah beranggotakan 56 negara.

Ketika Sharon menggelar kunjungan pelecehan ke Masjid Al-Aqsha 28 September 2000, lalu meletusnya api Intifada Al-Aqsha yang berlangsung selama sekitar 5 tahun dan diikuti oleh dukungan dunia Islam serta Arab secara menggemparkan. Semua bersama membela Aqsha tercinta.

Namun kini, konferensi umum Islam meredup dan Organisasi Konferensi Islam berubah hanya menjadi perayaan seremonial yang hanya mengeluarkan sikap kecaman dan pernyataan semata. Intifada pun terhenti. Arab seolah tuli dan tak bernyali. Sikapnya cenderung basi. Di lain pihak, penjajah Israel tetap bercokol. Aksi yahudisasi, ekspansi pemukiman, dan aksi perampasan wilayah Palestina terus berlanjut. Warga Al-Quds sendirian memegang bara api. Teriakan-teriakan Al-Quds dan rintihan Al-Aqsha pun semakin mendidih. Namun teriakan dan rintihan itu menjadi tertahan yang tidak didengar oleh siapa pun. Seakan orang terbiasa dengan rintihan dan tidak menjadi berita penting, penyulut emosi, atau pendorong.

Mungkin setelah lebih dari 63 tahun penjajahan Al-Quds dan 44 tahun penjajahan Al-Quds timur, bangsa Arab dan umat Islam tertimpa pesimistis. Banyak orang mungkin terbiasa dengan berita-berita yang sama yang mengenaskan tentang Al-Quds untuk jangka panjang.

Barangkali -juga- sebagian kita lainnya disibukkan oleh masalah-masalah lokal dan regional. Mungkin sebagian lagi mengecam perpecahan di Palestina. Atau sebagian besar orang kini disibukkan dengan revolusi Arab dan segala implikasinya.

Barangkali faktor ini atau sebagiannya yang menjadikan jeritan Al-Quds tertahan. Namun yang terpenting bahwa semua pihak harus menyadari bahwa proyek zionis untuk yahudisasi Al-Quds terus berjalan dengan sangat intens dan terorganisir. Mereka akan menciptakan status quostatus quo baru di lapangan dan berusaha membuat gambaran manipulatif baru terhadap Al-Quds yang bertentangan dengan identitas Al-Quds sebagai milik Arab dan Islam. Jeritan Al-Quds sesunguhnya sangat keras namun telinga umat Islam tertutup oleh tanah lumpur dan adonan.

“Ahh, untuk apa mengurusi politik negeri orang, yang jelas-jelas akan terus terjadi hingga akhir zaman” Begitu pesimistis orang memandang permasalahan bangsa Palestina dan Al-Aqsha, yang jelas-jelas sebagai urat nadi perjuangan Islam sesungguhnya. So’ jika berkenan, -paling tidak- mari bersama untuk tidak melupakan sisipan doa untuk perjuangan mereka. Sehingga mereka tidak merasa sendiri.

Related Post

Bulan Terbelah

Dalam kitab Bukhari dan Muslim juga dalam kitab-kitab hadits yang terkenal lainnya, diriwayatkan bahwa sebelum…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *