Serba-Serbi Ramadhan
Berkirim parsel kepada saudara, kerabat, dan kolega di hari raya Idul Fitri seakan sudah menjadi semacam tradisi. Parsel atau bingkisan aneka makanan dan produk lain yang dikemas secara menarik sangat ramai dijual di pasaran menjelang lebaran. Selama tak bertujuan untuk menyuap atau mempengaruhi seseorang karena jabatannya, berkirim parsel tak jadi masalah. Untuk menghindari terjadinya penyalahgunaan jabatan dan wewenang, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan pemerintah telah melarang para pejabat untuk menerima parsel yang terkait jabatannya. Sejatinya, saling berkirim parsel kepada saudara, kerabat, atau kolega berfungsi untuk mempererat ikatan silaturahim antara pengirim dan penerima. Di balik kemasannya yang menarik, para konsumen Muslim sebaiknya berhati-hati dengan aneka produk yang dikemas dalam parsel, terutama pada makanan dan minuman.
Sebab di balik kemasan menarik parsel yang penuh dengan pernak pernik itu boleh jadi tersimpan produk-produk yang masih diragukan kehalalannya. Direktur Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM MUI), Lukmanul Hakim, mengatakan, di dalam parsel masih banyak produk-produk yang mengandung titik kritis keharaman. Titik kritis keharaman itu bisa ditemukan pada cokelat. Menurut dia, dalam parsel kadang terdapat coklat buatan luar negeri yang mengandung wine yang haram hukumnya menurut Islam. Selain itu, permukaan cokelat terkadang warnanya mengkilap. Warna mengkilap pada cokelat itu juga perlu diwaspadai sebab pengkilap itu bisa berasal dari lilin, namun bisa juga berasal dari asam lemak babi.
”Oleh karena itu konsumen harus waspada dan teliti. Dalam parsel terkadang juga terdapat minuman yang kehalalannya belum jelas,” ungkap Lukmanul. Ia mengaku pernah mendengar seseorang mendapat parsel yang di dalamnya terdapat minuman yang mengandung alkohol. Sehingga, tutur dia, masyarakat harus berhati-hati ketika meminum minuman dari parsel. Menurut Lukmanul, konsumen Muslim harus diteliti dan membaca terlebih dahulu kandungan dalam minuman atau makanan tersebut. ”Apakah mengandung alkohol atau tidak?”
Sebab, tutur Lukmanul, terkadang para penjual parsel kurang peduli dengan kehalalan produk-produk yang mereka masukkan dalam parsel. Menurut dia, dalam parsel juga sering terdapat roti yang kadang mengandung titik kritis keharaman yang terletak pada pengembangnya. Pengembang roti itu mengandung sistein yang berasal dari asam amino. Sedangkan asam amino sendiri bisa diambil dari rambut manusia maupun bulu bebek. ”Kalau makanan mengandung unsur manusia, jelas tidak halal,” ungkap Lukmanul menegaskan.
Sedangkan di dalam snack atau makanan ringan yang terdapat dalam parsel, terang Lukmanul, terdapat titik kritis keharaman yang terdapat dalam bumbu penyedap. Sebab, kata dia, bumbu penyedap merupakan produk mikrobial yang medianya bisa saja berasal dari babi. ”Oleh karena itu, masyarakat harus lebih berhati-hati dalam membeli parsel,” ujarnya. Agar terhindar dari parsel yang produknya mengandung titik kritis keharaman, ujar Lukmanul, pembeli harus melihat bahan baku apa saja yang digunakan di dalam produk tersebut.
Selain itu, produk yang dipilih juga harus memiliki logo dan sertifikat halal dari MUI atau dari lembaga lain yang diakui oleh MUI. “Pemesan parsel juga tidak boleh cuek terhadap isi parsel pesanannya. Dia harus memilih produk-produk yang halal dan belum kedaluarsa. Sebab parsel itu merupakan bingkisan istimewa yang akan diberikan kepada kerabatnya, jadi harus yang baik dan halal.”
Lukmanul mengingatkan, kepedulian pemesan parsel terhadap produk-produk parselnya, sangat diperlukan mengingat produsen parsel sering tidak peduli dengan kehalalan produk-produk dalam parselnya. Konsumen, kata dia, juga harus mampu bersikap tegas kepada pedagang parsel jika terdapat produk yang tidak halal.
”Mereka harus meminta kepada produsen parsel untuk menukarnya dengan produk halal dan bersertifikat halal. Sebab mendapatkan produk halal merupakan hak konsumen,” tuturnya. Menurut Lukmanul, hingga saat ini masih banyak parsel-parsel yang produknya kurang memperhatikan kehalalan.
Sehingga, kata dia, sudah menjadi tugas pemerintah untuk lebih memperhatikan hal tersebut serta melakukan pengawasan terhadap beredarnya produk-produk dalam parsel yang dirasa kurang halal. Selama ini, tutur Lukmanul, MUI hanya melakukan pemeriksaan terhadap kehalalan produk serta memberikan sertifikat halal.
Seharusnya MUI dan pemerintah melakukan sinergi di mana MUI memberikan sosialisasi tentang produk-produk halal dan perlunya sertifikat halal, sedangkan pemerintah penting dalam menegakkan law enforcement-nya. Hingga saat ini, lanjut Lukmanul, masih banyak terdapat produk-produk yang mengaku halal, namun setelah diteliti lebih lanjut ternyata produk tersebut belum memiliki sertifikat halal.
Dalam kesempatan tersebut, Lukmanul juga mengimbau kepada seluruh produsen parsel supaya memperhatikan kehalalan produk-produk mereka. Sehingga para konsumen bisa terhindar dari produk haram dan kedaluarsa. “Makanan atau minuman yang kedaluarsa itu membahayakan kesehatan tubuh sehingga hukumnya juga haram.”
(Sumber: Republika online)