Perjalanan pemerintahan Andalusia selama 7 abad diwarnai konflik dengan kerajaan-kerajaan Kristen Eropa, perang saudara, dan masalah politik, Meskipun demikian, umat Islam tetap berhasil mengukir tinta emas di berbagai bidang kehidupan. Kala itu pendidikan tidak mengenal pemisahan antara ilmu agama dengan ilmu lainnya sehingga melahirkan ilmuwan multidisiplin ilmu. Terdapat Abu Bakr ibn Thufail, dari Wadi Asy, banyak menulis bidang kedokteran, astronomi dan filsafat. Lalu Ibn Rusyd, filsuf ternama yang juga ahli Fiqih.
Dari bidang Sains terdapat Abbas Ibn Famas, sang penemu pembuatan kaca dari batu. Beliau seorang ahli kimia dan astronomi. Kemudian Ibrahim ibn Yahya Al-Naqqash pembuat teropong modern yang dapat menentukan jarak antara tata surya dan bintang-bintang. Tak hanya didominasi laki-laki, terdapat Umm al Hasan bint Abi Ja’far dan saudara perempuan Al Hafidz, kedua wanita yang ahli di bidang kedokteran. Belum lagi pakar-pakar di bidang Geografi, fiqh, music dan seni, serta sastra.
Salah satu bukti kegemilangan peradaban kala itu terlihat dari bangunan-bangunannya, seperti kota, istana, masjid, sistem irigasi, dan taman. Terdapat 600 masjid, 900 pemandian, 50 rumah sakit di Cordova, Istana Alhamra dan benteng di Granada, Masjid Al-Damagin, dan Masjid Del Cristo de Lalus di Toledo, serta masjid Agung Seville dan Istana Alcazar di Seville.
Dalam masa penuh gemerlap dunia, justru timbul perpecahan dan perseteruan. Kekuasaan menjadi rebutan. Andalusia mulai terpecah menjadi kerajaan-kerajaan kecil. Padahal, bahaya kian mendekat sejak mulai solidnya kerajaan-kerajaan Kristen di sekeliling Andalusia.
Maka akhirnya satu-persatu kerajaan kecil ini jatuh ke Tangan kerajaan Kristen. Hingga satu saja yang tersisa, Granada.