Bagi sebagian orang berpikir sistematis dengan gaya militer, -mungkin- sulit dilakukan, bahkan bisa jadi sudah antipati saat mendengar kata militer. Entahlah, mungkin karena khawatir mencipta arogansi diri, atau memang memiliki sejarah kelam dengan militerisme. Padahal sesungguhnya Rasulullah mengajarkan pada umatnya untuk selalu mempunyai ‘karakter’ militer. Siap, siaga dan penuh kedisiplinan. Bahkan Al-Qur’an mengisahkan dengan sangat jelas tentang kehebatan dan herois-nya pasukan Islam. Sejak awal, Islam memang menaruh perhatian khusus mengenai dunia militer. Lagenda dan kisah tentang ‘heroisme’ kuda-kuda yang berlari kencang dan gagah dalam kecamuk perang pun dikupas apik dalam Al-Qur’an. Islam sesungguhnya tidak bisa lepas dari dunia kemiliteran. Semua yang diajarkan dalam pendidikan militer telah tuntas dibahas oleh Al-Quran dan Hadist dengan sangat detail. Sehingga hemat saya –meski- mungkin akan menimbulkan perdebatan panjang, dikotomi antara masyarakat sipil dan militer adalah bentuk dari penciptaan buih-buih perbedaan.
Saya jadi teringat dengan konsep politik Belanda yang membedakan Islam santri dengan abangan, kaum adat dengan kaum padri dalam menjajah Indonesia, dan mungkin juga perbedaan militer dan sipil semakin keras dihembuskan mereka untuk mempertahankan jajahannya. Namun, pada saat terjadi perang, semua warga negara wajib ikut membela negara sampai mengangkat senjata dan bertempur. Untuk mahir menggunakan senjata, warga negara harus menjalani latihan militer. So, apakah bisa dikatakan militer itu adalah sebuah ‘gaya’, ‘karakter’ atau ‘pakaian’ yang sewaktu-waktu bisa dilepas. Padahal pada awalnya tercipta sebagai warga sipil biasa.
Khawatir terjerumus dalam perbedaan dan perdebatan yang tiada kunjung usai, saya kembali memutar arah tulisan ini pada tujuan awal. Sesungguhnya –saya- hanya ingin menjelaskan bahwa konsep Islam dalam dunia militer ternyata memiliki satu titik yang tidak bisa dibiaskan begitu saja. Kepemimpinan bergaya militer (tanpa senjata) adalah contoh yang diajarkan Rasululullah sebagai Panglima militer dalam setiap gerak kehidupan muslim.
Hulu dari pembahasan masalah ini –sejujurnya- terinspirasi dari gaya kepemimpinan di Cordova. Kendati Saya dan –mungkin juga- team di Cordova masih terlalu buta mengenai konsep militer, tetapi dalam literatur-literatur Islam sangat jelas diungkapkan tentang pentingnya sikap ‘militer’ dalam setiap gerak kehidupan muslim. Disiplin, berdiri tegak, berpikir sistematis, berada dalam kondisi siaga dan lain-lain. Semuanya terbangun untuk menciptakan muslim yang kuat, elegan, dan siap terjun dalam kondisi apapun. Konsep militer ini digabungkan dengan keindahan artistik Islam dan teknologi modern. Sehingga setiap product yang tercipta diharapkan tumbuh generasi Madaniyah dari “Madrasah” Tanah Suci.
Lalu, korelasi dengan tema diatas muncul ketika saya mendengar ungkapan salah seorang pimpinan Cordova untuk mengingatkan kami jangan tumbuh menjadi generasi laskar pemimpi, yang hanya bergerak pada tataran mimpi tanpa aksi. Merenung dan menerawang masadepan cerah tanpa karya. Generasi bermental tempe, mengeluh dan menyerah. Mental inilah yang bertolak belakang dengan spirit Cordova yang dibangun. Ketika lengah, kami diingatkan. Ketika mimpi, kami dibangunkan.
So, katakan tidak untuk generasi laskar pemimpi!