Sedikit korelasi dengan artikel sebelumnya tentang “membaca”, bahwa diantara sebagian kecil manusia memiliki kemampuan untuk membaca apa yang akan terjadi di masa yang akan datang. Tentunya kemampuan itu memiliki tingkatan perbedaan yang mendasar antara mempelajari ilmu bintang (nujum) atau sihir dengan sebuah prediksi dari pengetahuan ilmiah bahkan jauh bila disamakan dengan ramalan nubuwat (Prophecy). Seseorang yang “Membaca” dan meramal sesuatu yang akan terjadi sesungguhnya memiliki pemaknaan yang mendalam. Prediksi atau ramalan adalah pernyataan atau klaim bahwa kejadian tertentu akan terjadi pada suatu saat di masa mendatang. Secara etimologi, prediction berasal dari bahasa Latin: prae (sebelum) dan dicere (mengatakan). Kemampuan “mengatakan sebelum” sesuatu terjadi di masa mendatang.
Jika kemarin adalah sejarah (history), hari ini adalah hadiah (gift), maka besok adalah misteri (mistery). Begitu kata Joan Rivers, seorang komedian terkenal di awal abad 21. Bahkan kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi sedetik ke depan. So, mengutip peraih Nobel Fisika, Niels Bohr, mengatakan “Prediction is very difficult, especially if it’s about the future.”, (Memprediksi sesuatu sangat sulit, terlebih mengenai masa depan).
Seiring dengan kemajuan teknologi dan keberhasilan penemuan serta pemecahan berbagai fenomena alam semesta, memang menjadikan apa yang dulu dianggap sulit diprediksi, kini hal itu bisa dengan mudah dihitung dan diperkirakan. Kapan gerhana matahari dan bulan terjadi, hisab awal bulan Komariah, dan hal-hal lain yang terjadi di planet luar. Tentu saja semua itu berangkat dari data historis yang telah dimiliki atau ditemukan sebelumnya melalui “Membaca” dan meneliti. So, fenomena di masa depan boleh jadi bisa diprediksi hanya yang bersifat countable (bisa dihitung).
Tetapi kecendrungan meramal tanpa data ilmiah yang otentik, yang hanya menggunakan bola kristal, atau guratan anggota tubuh misalnya. Bukan sebuah ramalan yang diperbolehkan dalam Islam, karena dengan meramal dan mempercayai sesuatu menggunakan ilmu magic akan mendamparkan kita pada sebuah harapan semu. Sehingga dimensi waktu yang tertapak, hanya akan tersia karena percaya menunggu takdir yang diramalkannya esok.
Lalu bagaimana jika sebuah prediksi atau ramalan tercetus seketika, tanpa data historis sebelumnya, dan tak terbayangkan sebelumnya (?) seperti halnya Rasul sering mengeluarkan ramalan pada sahabat dan peristiwa-peristiwa yang sebelumnya tak pernah terpikirkan. Seperti contoh ketika Rasul hendak melakukan perjalanan hijrah bersama Abu Bakar ke Madinah. Saat itu, para pemuka Quraisy akan menghadiahi bagi yang berhasil menangkap Rasulullah dalam keadaan hidup ataupun mati dengan 100 ekor sapi. Mendengar sayembara itu seorang pemuda badui berbadan kurus, bernama Suraqah bin Balik bin Ja’tsam Al-Mudallij, segera mengejar Rasul dan Abu Bakar yang terlihat bagai satu titik bergerak di padang yang begitu luas.
Karena kelihaian dalam memacu kuda, dengan tangan di tombak, Suraqah semakin mendekati jarak Rasul. Abu Bakar pun merasa cemas, tetapi Rasulullah segera menenangkan “Jangan bersedih sahabatku, Allah bersama kita”, tidak beberapa lama Suraqah sudah berada dibelakang Rasul, baginda Rasul pun berdo’a “Yaa Allah, lindungilah kami dari bahayanya sekehendak-Mu”. Seketika itu, tiba-tiba kuda yang ditunggangi Suraqah tergelincir, dan ia terpelanting ke tanah berpasir. Dengan susah payah Suraqah bangkit dan kembali mengejar Rasulullah. Semakin mendekat Rasul kembali berdoa, dan kembali Suraqah terjatuh dari kudanya, hingga tiga kali berturut-turut.
Akhirnya setelah itu, Suraqah berteriak “Wahai Rasulullah! Aku Suraqah bin Balik, lihatlah aku, aku akan berbicara, aku akan melakukan apa yang kalian sukai dan tidak akan mendatangkan bahaya. Lalu Rasul pun menghentikan kudanya dan Abu Bakar bertanya, “Apa yang kamu inginkan” (?). Suraqah lalu meminta maaf atas ulahnya, setelah ia menceritakan tentang sayembara yang diadakan pemuka Quraisy tentang pembunuhan Rasul, Suraqah melanjutkan perkataanya. “Aku tahu bahwa dakwahmu akan tersebar pada orang banyak, kumohon tulislah jaminan untukku, jika suatu saat aku mendatangimu, engkau akan memuliakanku. Rasulullah tersenyum, dan memberikan jaminan itu. Lalu beliau bersabda “Hai Suraqah, bagaimana perasaanmu, jika suatu saat kelak engkau akan berpakaian dan berhiasan gelang-gelang emas yang biasa dipakai Kisra (?)”
Suraqah, badui Arab itu tampak linglung. “Kisra bin Hurmuz, Yaa Rasulullah (?) Rasulallah tersenyum, “Ya benar”. Bagaimana dapat memahaminya, saat janji Rasul itu diucapkan, kaum muslimin masih dalam keadaan tertindas. Jumlahnya hanya segelintir orang, sementara Suraqah adalah pemuda kampung, kurus kering hitam legam, dan belum memeluk Islam. Sedangkan Kisra adalah sebuah imperium kuat yang telah berdiri berabad-abad.
Itulah nubuwat (prophecy). Sebuah berita dari mulut seorang utusan-Nya tentang suatu peristiwa di masa depan. Nubuwat sebagai tanda nubuwah (kenabian). Maka tidaklah apa yang diprediksikannya kecuali pasti datang dari Sang Pengutus, Allah swt. yang Maha Mengetahui “Tidaklah apa yang dikatakan utusan-Nya kecuali wahyu yang diwahyukan kepadanya (QS. Al-Anam: 4).
Hingga akhirnya tiba waktu saat Islam ber-khalifah Umar bin Khattab, sekian tahun setelah Rasul wafat, Islam dapat menghancurkan Kisra. Dan peristiwa yang dikatakan Rasul terjadi, dimana Umar memakaikan pakaian kerajaan dengan berhiasan gelang-gelang indah dan mahkota raja kepada Suraqah sebagai panglima perang Islam yang handal. Kedua pelupuk matanya pun basah mengambang air, isaknya pecah, dan airmatanya mengalir deras, ingatannya kembali melayang ke sebuah peristiwa saat berjumpa Rasulullah SAW. Subhanallah…
Masih banyak tentunya Rasulullah meramalkan sesuatu yang akan terjadi pada sahabat dan umatnya. Tentu sebuah ramalan atau prediksi spontan yang dituntun Dzat Kuasa tanpa data atau historis yang melatar belakanginya. Karena memang beliau adalah manusia pilihan dan kekasih Allah SWT.