Jika saja sore itu tidak masuk kerja, maka kami akan kehilangan ‘jabaran’ penting tentang konsep Amar Ma’ruf, Nahi Munkar (Memerintahkan yang ma’ruf dan mencegah yang munkar) dari tokoh ‘central’ dan ‘otak’-nya Cordova. Unik dan asyik –tentunya- bekerja sambil belajar, ilmu yang ditelurkannya selalu menciptakan rasa tuk selalu berkembang dan berpikir. Yah, karena hidup tidak hanya tuk bekerja, namun lebih dari itu, hidup untuk berkarya. Apa yang diutarakannya tentang penghancuran secara sistemik, kami pahami dengan penghancuran konsep Nahi Munkar (Mencegah yang munkar) secara sistemik. Jika secara global, systemic damage ini kerap dilakukan oleh komunitas ‘pintar’ tuk menghancurkan sebuah gerakan, moralitas, bahkan tauhid sekalipun. Namun tidak salah jika dipahami tentang penghancuran secara sistematis di sebuah komunitas, company, tempat usaha kita bekerja misalnya.
Timbul lah sebuah pertanyaan, adakah seorang yang ‘hidup’ dan bekerja dalam perusahaan itu menghancurkannya (?) Melenyapkan sebuah tempat mengais rezekinya sendiri (?) Jawabannya Ada!, dan sangat mudah tanpa harus terpikir serta mengeluarkan energi banyak. Semua yang ada pada komunitas itu berpotensi melakukan penghancuran-nya secara sistemik tanpa terkecuali. Berbahayanya lagi penghancuran itu menjalar dengan cepat dan tak berasa, yah tak terasa seperti menghancurkan sebuah bangunan yang telah terbangun kokoh. Systemic Damage itu adalah Melakukan Pembiaran. Yah membiarkan suatu hal negatif yang dilakoni rekan satu tim-nya. Cuex dengan segala kesalahan yang tampak depan mata, -bisa jadi- hati memang berontak, namun tak tersalur melalui tindakan dan pelarangan (nahi munkar).
Boleh jadi, maraknya rasa cuex masyarakat kita dewasa ini karena sedang atau telah berada di sebuah tempat nyaman, atau yang sering disebut zona aman. Sehingga terlahir sebuah sikap individualistik akut, jika dalam kondisi sulit –rasanya- kepekaan hati akan sangat tergugah manakala melihat sesuatu yang salah dihadapan kita. Saya, Anda dan juga kita berpotensi untuk menghancurkan segala impian yang terbangun oleh kita sendiri, karena sikap pembiaran itu. Yah, membiarkan virus terus menjalar pada sendi-sendi kehidupan. Sikap dan mentalitas pembiaran pada hal yang salah adalah cerminan dari suatu kaum apatis, kaum yang kerap memusuhi sebuah perubahan akan kedinamisan hidup.
Dalam Islam, konsep Nahi Munkar (Melarang kemungkaran / membiarkan kesalahan) memiliki peran yang teramat besar dalam perkembangan Islam. Pun dalam dunia dakwah, karena memerintah lebih mudah dari melarang. Membiarkan sebuah kesalahan terjadi adalah bentuk pekerjaan yang abstrak, sehingga kehancuran tatanan bangunan-nya pun dengan sangat mudah ter-luluh-lantakkan. Karena hancurnya pun tak kan pernah terasakan. Secara tiba-tiba tatanan itu hancur, karena virusnya telah menjadi sebuah sikap dan mentalitas yang kebal dan meramu pada otak-otak yang apatis.
Sore itu, kita menerima sebuah ‘injection’ penawar tuk melawan sikap apatis kami terhadap apa yang terjadi. Mencoba untuk selalu peka pada hal sedetail mungkin bagi kejayaan Islam secara global.