Rasanya hanya dibulan Ramadhan saja, waktu menjelang Subuh jalanan masih ramai, denyut aktivitas masih hidup dan menghidupi banyak manusia. Kemungkinan juga, bulan Ramadhan saja yang bisa menciptakan kekuatan besar pemicu pergerakan ekonomi yang pesat. Karena pada ramadhan semua manusia muslim meyakini bahwa turunnya keberkahan dimulai dari spirit berbagi pada bulan ini. Sesungguhnya terdapat potensi besar dibalik konsumtifisme yang terjadi saat ramadhan. Ketika permintaan meningkat pesat, demikian pula dengan penawaran yang tak kalah tingginya. Maka saat itu terjadilah situasi dimana pada tingkat harga yang terbentuk, konsumen dapat membeli semua produk yang diinginkannya, dan menurut Vincent Gasperz, Ekonomi Manajerial, produsen pun dapat menjual semua produk yang diinginkannya. Istilah simple-nya, semua berputar merata dengan simpul-simpul penggerak ekonominya di masing-masing daerah.
Di bulan ini, ada semacam spirit berwirausaha yang menjamur. Masyarakat yang sehari-harinya bukan pedagang pun, saat ramadhan, tiba-tiba menjadi pedagang ‘dadakan’. Hingga muncul pasar-pasar rakyat atau bazar saat sore hari, mereka berlomba menjual aneka menu berbuka. Dan harus diakui ini menjadi pertanda bahwa ramadhan turut andil dalam kebangkitan ekonomi umat (atas keberkahannya), karena tanpa disadari, mereka telah menjadi pelaku langsung dalam berwirausaha, meskipun setelah ramadhan semuanya akan kembali seperti semula.
Di sisi lain, percaya atau tidak, setiap datang ramadhan uang belanja harian, atau bulanan akan mengalami lonjakan yang signifikan. Bahkan bisa jadi pendapatan bulanan bisa langsung ‘amblas’ dalam dua-tiga hari. Namun percayakah Anda, meski banyak pengeluaran yang tak terduga, namun rezeki pun selalu muncul tanpa duga dengan kenikmatan yang luar biasa. Mari kita perhatikan sedikit contoh bagaimana tidak melonjaknya pengeluaran saat berbuka saja; ada kolak, es buah, cendol ‘Elizabeth’, goreng-gorengan, kue basah dan beragam minuman lainnya. Ini hanya dessert lho’ belum makan beratnya sehabis sholat Maghrib. Biasanya selalu ingin makanan yang berbeda saat berbuka puasa, dilanjutkan setelah sholat tarawih, bisa berupa bakso, mie kocok, atau pun siomay dan batagor.
Tidak masalah sebenarnya, jika semua makanan itu bisa habis termakan dan sesuai dengan ruang kapasitas perut kita, karena tokh bulan ini, kita belajar untuk share kepada mereka yang sibuk berjualan mencari nafkah. Dimakan atau tidak oleh kita, pada saat itu, kita telah menjadi bagian perekat dalam pembangunan ekonomi umat, meski dalam skala kecil dan luput dirasakan.
So’ Ramadhan adalah waktu yang sangat baik untuk sharing –dan- akan lebih bermakna lagi jika terus berlanjut ‘sharing’ ini ke bulan-bulan selanjutnya. Karenanya, bahagia berbagi dalam ramadhan ini menjadi salahsatu fenomena sosial yang marak terjadi dikalangan masyarakat muslim kita.