‘Sebagai makhluk hidup di dunia ini, kita juga merencanakan untuk sebuah perjalanan yang akan datang setelah kematian. Perjalanan itu benar-benar adalah untuk jangka waktu yang panjang. Dimulai dari kubur dan berakhir di Jannah.’
Kecerdasan orang beriman adalah ketika ia mampu mengolah hidupnya yang sesaat demi kehidupan yang lebih panjang nan abadi. Menurut syair Arab, hidup bukan untuk hidup, tetapi hidup untuk Yang Maha Hidup. Hidup bukan untuk mati, tapi mati itulah untuk hidup. Jika kita menghayati dalam bagaimana proses perjalanan hidup dan mati yang dialurkan oleh Al-Qur’an, maka seyogyanya sebagai manusia kita jangan pernah takut mati, tetapi jangan mencari mati dan melupakan kematian. Karena mati adalah gerbang menuju pertemuan dengan Allah SWT. Kematian bukanlah cerita dalam akhir hidup. Tetapi mati adalah awal cerita sebenarnya.
Jika dicermati, kenapa Allah SWT memberikan nafsu pada manusia. Sesungguhnya perencanaan mulia itulah yang memperindah kehidupan manusia di alam fana ini. Proses keseimbangan sedetail mungkin ini diciptakan Allah sebagai perangkat (uji) manusia. Ia dibuat dari unsur yang sangat halus dan mempunyai jaringan yang sangat rumit. Dimensi nafsu ini tak kan pernah berhenti dalam perjalanan hidup manusia, ia akan terus bergerak dalam diri dan jiwa manusia.
Karena sifat manusia yang serba terbatas, maka apa yang dilakukan dan direncanakan dalam kehidupan selalu saja terfokus pada suatu materi yang tampak dan terasa. Hanya keimanan lah yang akan membatasi dan menyeimbangkan sifat-sifat manusia tersebut. Bagaimana manusia akan menghentikkan segala keindahan dan kebebasan hidup dunia, jika bukan karena keimanan yang terpatri (?) Bagaimana manusia akan meyakini kehidupan Akherat, jika pandangan nafsu manusia hanya terfokus pada dimensi yang terbatas (?)
Meyakini adanya kehidupan akhirat bukan hanya sekedar tahu dan mendengar dalil Al-Quran, tetapi meyakini semua itu tentunya harus berimplikasi pada kehidupan nyata di dunia. Bagi setiap muslim, sejak ia tumbuh dewasa, tentu sangat meyakini adanya proses kehidupan setelah kematian. Namun, semua itu tidak cukup. Karena sebagai manusia yang dipenuhi beragam ambisi (nafsu), sering kali terjebak oleh fatamorgana yang menyelimuti kehidupan dunia. Laiknya meminum air laut, bukan malah menghilangkan rasa haus, tetapi semakin dahaga yang dirasa.
Hanya dua tempat pilihan hidup kita di Akhirat. Jika tidak surga ya neraka (Naudzubillah..), kedua jalur itu adalah pilihan manusia saat berada di dunia. Oleh karenanya, meski surga dan neraka itu adalah sesuatu yang tidak bisa digambarkan oleh penglihatan, pendengaran dan perasaan kita saat ini, tetapi dengan keyakinan yang membaja, maka proses menuju surga harus terus terjajaki pada perjalanan yang sesak oleh rintang kehidupan.