Apa yang bisa kita dapatkan dari perjalanan Sang waktu (?) Awalnya, manusia hanya tahu bahwa ALLAH SWT membagi waktu menjadi siang dan malam. Seiring bertambahnya umur manusia, barulah mengenal pembagian-pembagian waktu yang lain. Menjadi tahun, bulan dan hari. Dari hitungan-hitungan tersebut, manusia mengembangkan sendiri pembagian waktu tersebut, baik itu hitungan yang lebih panjang, seperti abad, milenium, ataupun hitungan waktu yang lebih pendek; jam dan detik. Perubahan detik, jam, hari dan bulan sudah lama tidak menjadi perhatian serius manusia. Hitungan tersebut sudah menjadi sangat cepat bagi manusia, orang-orang mengenyampingkannya, dan menganggapnya biasa-biasa saja, semuanya sudah terbungkus dalam rutinitas yang melelahkan. Yah, waktu terus berjalan, bergerak dan memutar jutaan dekade manusia, tak peduli manusianya ikut bergerak atau tidak, ia kan terus menerjang hingga batas waktu berakhir. Ketika kita ‘sadar’ bahwa waktu bergerak, maka pergerakan jasad itulah yang membuat kehidupan lebih bermakna. Berpindah dari satu tempat ke tempat lain dengan tujuan mulia, bukan suatu cerminan komunitas nomaden, justru sebaliknya menyingkap sebuah definisi hijrah sesungguhnya, namun pada akhirnya, manusia akan berhenti pada stasiun akhir hidup manusia. Tidak ada satu pun makhluk di Alam Raya yang terlepas dari stasiun itu, semuanya akan menuju titik itu tuk kembali berjalan pada stasiun berikutnya. Nothing Last Forever. Tak Ada yang Abadi!
Bergerak, melangkah tuk menggapai jutaan mimpi adalah suatu cita yang sangat luhur. Terlebih pergerakan itu memiliki nilai filosofis yang menentukan perjalanan sucinya tuk meraih kemulian hidup. Konsep “Fantasyiru fil’ Ardl” (Menyebar luas di Muka Bumi) dalam Al-Qur’an adalah fenomena bahwa pergerakan hidup menjadi sangat penting tuk keseimbangan manusia di muka Bumi dengan tetap menatap pada stasiun kematian, guna menyadarkan bahwa waktu manusia memiliki limit yang akan terus tergerus oleh sang waktu. Oleh karenanya, thema smartHAJJ Cordova tahun ini adalah ‘Nothing Last Forever’ menjadi identitas Cordova untuk lebih mendekatkan jutaan mimpinya pada ranah kenyataan. Kenyataan yang akan dialami oleh setiap insan yang bernyawa, kenyataan itu tiada lain adalah kematian. Tiada yang abadi tuk kokoh berdiri di muka Bumi ini. Semuanya akan sirna, ibadah yang dilakukan di Tanah Suci adalah sebuah gambaran bahwa manusia akan melalui etape yang telah dijelaskan dalam tatacara berhaji. Semuanya tentang kematian dan kehidupan kembali di padang Masyhar, yang ketika haji dilukiskan dengan sebuah padang Arafah nan luas.
Seperti yang sering dituliskan, diceritakan atau bahkan dijadikan prosa pada penggalan puisi, bahwa keabadian hanyalah mutlak milik Sang Penguasa Alam. Semua yang kita miliki di dunia ini sesungguhnya adalah milik Sang Pencipta. Hidup, mati, jodoh bahkan materi yang kita miliki di dunia juga milik Sang Pencipta. Pada saatnya nanti semua yang kita miliki akan kembali kepada Sang Pencipta. Ya, di dunia ini memang tak ada yang abadi, kita seolah-olah hanya meminjam dari Sang Pencipta. Betapa indahnya, sebelum nafas berakhir, kita pernah merasakan ibadah di Tanah Suci dengan khusyuk di pintu Ka’bah dan hangatnya rahmat yang menyelimuti kala ber-wukuf di Arafah.
Nothing Last Forever bukan hanya sekedar thema tak bermakna, ia adalah padanan kata yang teramat indah tuk dihayati.