Merubah Gosip Menjadi Asyik

Suatu ketika, saya mendapat teguran keras dari seorang teman karena menulis status “Gosip Positif” disalahsatu media komunikasi terkenal. Menurutnya, gosip ditinjau dari sejarah dan penggunaannya tidak pernah positif. Begitu tulisnya di sebuah instan mesengger. Hmm, benarkah, saya jadi sangat penasaran. Gosip atau isu adalah kabar yang validitasnya masih diragukan, sehingga banyak menimbulkan kegalauan dari objek yang tergosipkan. Contoh kasus (sebuah analogi). Suatu hari, istri saya memberitahu kalau tetangga rumah, Pak Dian (nama samaran) akan membangun rumah bertingkat. Kemudian istri saya menambahkan seperti yang ia dengar dari tetangga sekitar, kalau uang untuk membangun rumah itu dari hasil korupsi. Kabar tambahan itu tentu mengagetkan, karena saya tahu persis Pak Dian adalah seorang yang shaleh dan taat beribadah. Saya setengah tidak percaya, dan menganggap itu hanya isu atau gosip yang kurang terjamin keabsahannya. Saya harus membuktikan sendiri, tentu saja untuk langsung bertanya ke objek gosip, yakni Pak Dian rasanya sangat tidak etis.

Di lain hari saya berkesempatan “ngobrol” dengan tukang bangunan yang sedang bekerja. Saya mencoba bertanya, “Kira-kira, berapa biaya membangun rumah semewah ini (?)”, si tukang menjawab, “Tidak kurang sekitar 250 Juta Pak”, Upss, saya kaget, dalam hati saya tahu kalau Pak Dian pernah bilang bahwa ia adalah seorang PNS baru, yang –tentu- penghasilannya tidak akan sampai ratusan juta selama 9 bulan. Dari pengamatan itu, saya cenderung membenarkan gosip yang beredar itu. Dan hari-hari selanjutnya, benak saya mungkin akan terisi prasangka-prasangka yang mendeskriditkan Pak Dian.

Contoh diatas adalah bola liar gosip, yang tentu akan membahayakan kehidupan bermasyarakat. Lalu, bagaimana merubah gosip menjadi asyik seperti judul artikel diatas (?) Kalau menurut agama, untuk menuntaskan isu yang beredar cukup dengan tabayun. Yah tabayun atau “cek and ricek” adalah jalan menuju keislahan. Tetapi dalam kondisi seperti diatas, saya tak kuasa menanyakan hal yang langsung menohok. Tetapi setidaknya, saya mendapatkan cara lain dari 4 tahapan mengupas gosip menjadi menarik, tahapan pengetahuan yang berdampak pada keyakinan.

Tahapan pertama adalah yang disebut oleh Plato sebagai eikasia, yakni menilai berdasarkan kabar dari orang lain. Menurut Filosuf ini, tahap eikasia ini tidak akan menghantarkan manusia pada kearifan. Malah justru akan membuat kolam keruh semakin dalam (Fitnah). Namun masih menurutnya, eikasia ini tetap diperlukan sebanyak-banyaknya isu untuk modal yang akan digunakan pada langkah selanjutnya. Tahapan kedua, adalah pistis, yaitu pengetahuan berdasarkan apa yang terlihat. Cara ini pun tentu masih menyimpan keraguan yang nyata. Tentunya kita jangan terlalu percaya pada indera, karena banyak contoh yang menyesatkan mata, contoh kecilnya, saat kita melihat ada sebuah oase, ternyata hanya fatamorgana, dll.

Tahapan ketiga adalah dianoia, yaitu melengkapi daya indrawi dengan daya berpikir abstrak. Pada tahapan ini, kita harus menghubungkan semua informasi sehingga timbul urutan, mana yang awal dan mana yang akhir. Dan kita harus menyingkirkan informasi yang tidak benar, atau informasi yang tidak sesuai dengan informasi lain. Dan akhirnya, akan muncul hypotesa, jangan-jangan ini, atau itu. Sehingga tahap ini pun masih belum cukup untuk menjadikan gosip sebagai sesuatu yang asyik.

Dan tahapan terakhir adalah noesis, yakni pengetahuan sejati berdasarkan penglihatan jiwa, bukan hanya sebatas penglihatan inderawi, tetapi pada penyebab yang menjadikan apa yang terlihat secara inderawi. Dan juga terhindar dari tebak-tebak logika. Oleh karenanya, dalam tahapan ini, kita harus kembali merenungkan apa yang terjadi. Sehingga dapat menghasilkan jati diri yang senantiasa khusnudzan pada setiap peristiwa yang terjadi. Khusnudzan pun bagi saya seperti bola gosip yang terlempar dalam benak saya, namun penuh dengan kedamaian, penuh rasa kasih dan keindahan.

Makanya saya baru sadar, bahwa pernyataan “mister x” Cordova tentang khusnudzan sangat dalam, dan bisa merambah pada masalah gosip yang awalnya selalu identik dengan negatif namun bisa dirubah menjadi menarik.

Related Post

Cinta Sederhana

“Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang…

One Comment

  • pertama mendengar gosip, kedua mencari tau gosip itu, ketiga menyimpulkan kalau gosip itu benar. Apakah itu tdk berdosa? meskipun gosip dibikin asik tetep aja namanya gosip, apalagi kalau kesimpulan yg kita buat itu tdk benar, tambah lagi dong dosanya. gosip itu tetap berkonotasi negatif. semoga sy tdk termasuk orang yg dalam lingkaran bergosip. itu dr sudut pandang kita mendengar gosip, coba gimana kalo kita yg kena gosip?

    Reply

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *