Let’s Do the Best

“Jika banyak sasaran besar yang tak tercapai, itu karena kita menghabiskan waktu untuk mengerjakan hal yang kurang penting dulu”
–Cordova Founding Father-

Road to Grand Manasik

Pernahkah Anda merasa stuck (?), daya pikir seolah membeku dan tidak tahu apa yang harus dilakukan, luput dari schedule pekerjaan, lebih parah terjadi semacam disorientasi akan realita dihadapan kita. Diri merasa hina, rendah dan tak berguna untuk berjuang menebang semua rasa itu. Seolah terdekap oleh balutan kuat yang membungkus jiwa tuk berkreasi, pikir tumpul menembus benteng kokoh kepenatan. Tak mampu berbuat baik dengan karya sekecil apapun, tidak berkontribusi pada sel tubuh team yang saling merangkai. Bak luka yang memutus jaring salahsatu kekuatan team. Roboh tak berdaya. Mati kelaparan ditengah lumbung padi. Tenggelam di kolam kering, dan terluka ditengah pesta. Saat seperti itulah sesungguhnya kita benar-benar membutuhkan semacam miracle, yah keajaiban yang –sejatinya- muncul dan –memang- terdapat pula dalam diri kita. Mengenang, melihat dan nostalgia akan apa yang dulu sempat terjadi. Juga membangun kembali kerangka fikir akan sebuah karya hidup.

Setiap hari hidup, mulai dari membuka mata, bekerja, bercengkrama hingga kembali istirahat, tentu akan mengalami berbagai peristiwa. Namun, dari setiap peristiwa itu, selalu ada ungkapan simple nan jujur yang ‘mengganggu’, “Sudah kita isi dengan apa hari ini (?) Satu hal yang konon katanya, membuat kita hidup bahagia adalah mengisi hari dengan berbuat baik. Sesederhana apapun itu, sekecil apa pun, ketika dilakukan dengan tulus dan ikhlas, maka perbuatan baik itu akan menumbuhkan kebaikan demi kebaikan. Begitu pesan bapak, sekaligus guru kami di Cordova. Mengangkat batu yang menghalang jalan, menghibur orang yang sedih, bahkan sekedar memberi makan burung liar disekitar tempat tinggal kita sekalipun, ketika dilakukan dengan penuh keikhlasan maka hal itu akan terus memberikan kebahagiaan hidup, termasuk menjadi salahsatu solusi kepenatan ‘berkarya’.

Hal demikian juga menjadi pintu masuk untuk mengatasi sebagian masalah yang menggelayut dalam ‘eksistensi’ karya kita. Karena awal kesuksesan selalu akan menjadi bekal untuk mencapai kesuksesan-kesuksesan berikutnya. Orang kaya menjadi lebih kaya bukan karena harta yang dimilikinya, namun karena arah yang benar dalam usaha dan kehidupannya, yakni tindakan yang on the track dalam langkahnya, sehingga kesuksesan itu akan muncul berulang-ulang.

Pun demikian jika kita menilik dan memperhatikan disekitar kita, bahkan –mungkin- kita sering mendengar kalimat, “yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin” think, act, change –sejatinya- bisa merubah paradigma yang tertuang dari istilah diatas, jika kita melihat diri sendiri, apakah kita semakin kaya atau semakin miskin (terlepas apakah kaya atau miskin harta maupun kaya dan miskin jiwa). Jika ternyata kita semakin miskin, maka tiada lain kita bersegera berbalik arah, karena pastinya kita melakukan kesalahan baik disadari ataupun kebodohan yang sebenarnya dirasakan. Atau karena salah menyusun konsep, terperosok akan peta kerja yang tak terkonsep.

Orang kaya yang semakin kaya, ternyata bukan karena dia memiliki harta lebih banyak, namun karena dia sudah berada pada langkah dan arah yang benar. Kesuksesan yang dia capai telah membuat efek domino untuk kesuksesan berikutnya.

Jika kita melakukan kebaikan, minimal satu kali setiap hari. Jika setiap kita terbiasa melakukan, bagaimana kita membayangkan terjadinya sebuah keindahan yang bisa terjadi dari jutaan kebaikan yang rutin dikerjakan. Sebuah harmoni yang pasti akan membawa keberkahan dan keberlimpahan pada setiap makhluk.

Do the best, Bismillah

Related Post

Cinta Sederhana

“Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *