Mari sejenak berandai. Suatu hari menjelang bulan Ramadhan malaikat Izrail mendatangi kita tuk menyampaikan kabar bahwa di awal hari Raya Iedul Fitri nanti, ia akan datang untuk mencabut nyawa kita, kira-kira apa dampak yang akan timbul pada diri kita (?) –rasanya- Kita akan memanfaatkan sisa usia yang ada untuk melakukan segala hal yang produktif. Kita akan mengawali Ramadhan dengan selalu tersungkur sujud kepada-NYA, menangisi segala khilaf dan dosa yang telah dikerjakan. Kita akan mendatangi orang-orang yang pernah kita sakiti dan dzalimi. Kita akan berusaha sekuat tenaga untuk menuntaskan segala tanggungan dunia, baik utang-utang yang belum terbayar, amanah-amanah yang masih menjadi beban, maupun tugas dan kewajiban yang belum ditunaikan.
Bayangkan jika Izrail memberitahu bahwa Ramadhan tahun ini adalah Ramadhan terakhir kita, nampaknya kita sudah tidak akan tertarik lagi untuk mengisi hari dengan lelapnya tidur. Kita tidak akan mengeluhkan beratnya puasa di siang bolong. Kita akan melakukan sholat terawih, tahajud, taubat, serta qiyamul lail dengan khusyu. Kita akan mengiringi tiap hembusan nafas dengan dzikir, menemani detakan jantung dengan istighfar. Ah, jika saja Izrail memberitahu kapan ia akan datang menjemput nyawa, kita bisa mempersiapkan diri agar akhir usia bisa husnul khatimah.
Mengingat kematian adalah salah satu cara untuk meningkatkan produktivitas hidup kita. Rasulullah pernah mewanti-wanti, “Perbanyaklah mengingat perusak kelezatan-kelezatan, yaitu kematian. Tidaklah seorang hamba mendatangi kubur melainkan kubur itu berkata, ‘Aku adalah rumah yang asing, aku adalah rumah yang sendirian, aku adalah rumah dari tanah, aku adalah rumah yang penuh ulat’”.
Sepuluh hari sudah Ramadhan bersama kita, rasanya ada semacam penyesalan kenapa ‘ia’ dibiarkan berlalu begitu saja. Sedang kita selalu lelah tuk menyambutnya. Semoga di sisa kemulian hari-hari ini, terdapat keberkahan yang luarbiasa, hingga akhir Ramadhan kita melampauinya dengan happy ending at Ramadhan.
#ThePowerofSurrender