Setiap orang berpotensi menggengam kunci surga. Banyak cara mendapatkan kunci kebahagiaan itu, terlebih bagi setiap alumni haji yang telah merasakan bagaimana gugurnya semua dosa saat di Arafah. Jalan menuju surga telah dihadapannya, akankah mampu digenggam selamanya, atau dibiarkan berkarat begitu saja, hingga sulit untuk membuka pintu surga yang sudah di depan mata. Semuanya terletak pada kesungguhan kita dalam meraihnya. Surga bukan milik penguasa, surga tidak dipatenkan untuk orang kaya, juga bukan persembahan untuk mereka yang menderita karena miskin harta. Tetapi surga milik Sang Maha Kuasa yang diberikan khusus pada semua makhluk atas rahmat-Nya. Semua manusia berpeluang mendapatkan kunci surga, tetapi tidak semua manusia meraih kebahagiaan surga. Hanya manusia yang kosong dari rasa angkuh lah yang berpotensi hidup dalam keabadian surga. Seperti halnya iblis yang terusir dari surga, karena angkuh merasa lebih mulia dari manusia. Kekafiran, kemusyrikan, keserakahan dan segala aktivitas yang menutupi jalan surga selalu bermula dari rasa angkuh, merasa lebih dari sekelompok manusia.
Artikel ini akan konsen dalam menyoroti bagaimana keangkuhan itu dapat menjadi malapetaka bagi mereka yang mengumbarnya. Seolah bara yang melumat kayu bakar, ia kan menghanguskan semua kayu hingga menjadi debu. Tak tersisa, sebesar apapun kebaikan, pasti kan terhapus diterjang lebatnya dampak angkuh. Jika dulu Iblis sombong karena merasa lebih mulia dari Adam As. Maka dewasa ini, manusia sering angkuh ketika harta, kuasa dan tahta berada dalam genggamannya.
Dengan harta, ia bisa melakukan apa saja. Dengan kuasa ia mampu melibas siapa saja. Rasa angkuh kerap muncul ketika ia merasa lebih dari manusia lain. Merasa diri paling tinggi, merasa harta paling berada, sehingga muncul sikap apriori terhadap komunias lain. Enggan bergaul karena bukan levelnya, enggan menyapa karena tak bertahta. Semua langkahnya hanya tertuju pada pencitraan bahwa ia berada dalam kelas yang berbeda. Meski ia tahu harta bukan segalanya tuk menuju surga.
Ada hembusan yang sangat tipis dari akal iblis tuk merasuk pada diri yang meruah harta. Nyaris tak terasa, benang itu menutup nurani manusia. Merasa semua yang dimilikinya adalah buah karya sendiri, hasil jerih keringat sendiri, sehingga bangga dan pantas tuk merasa lebih dari komunitas lain. Padahal sesungguhnya, ia hanya akan membawa pergi sehelai kain selamanya. Bahkan ia tidak tahu, secara tiba-tiba hartanya kan Allah musnahkan dengan sekejap. Seperti halnya Qorun, dan kisah manusia angkuh lainnya di muka Bumi.
So, untuk apa kita mengumbar kelakuan “Sepa” hanya karena harta dan tahta, sebab semua itu hanya akan menutup jalan kita menuju surga-Nya.