Ketergesa-gesaan adalah salah satu sifat manusia. Ini seperti disebut dalam firman ALLAH SWT, “Manusia diciptakan (bersifat) tergesa-gesa. Kelak akan Aku perlihatkan kepada kamu tanda-tanda (kekuasaan) Ku, maka janganlah kamu meminta Aku menyegerakannya.” (QS 21: 37). Pada ayat lain ALLAH SWT Berfirman, “Dan manusia (seringkali) berdoa untuk kejahatan sebagaimana (biasanya) dia berdoa untuk kebaikan. Dan memang manusia bersifat tergesa-gesa.” (QS 17: 13).
Penyebutan kata ‘ajal yang berarti ketergesa-gesaan dengan berbagai turunannya dalam Al-quran hampir semuanya dalam konteks celaan. Ini mengisyaratkan, meskipun merupakan sifat yang melekat pada diri manusia, ketergesa-gesaan adalah sifat kurang baik yang harus dihindari. Termasuk, tergesa-gesa untuk memperoleh kemenangan.
Salah seorang sahabat Nabi SAW, Khabbab bin Al-Art, pernah mengalami penderitaan sangat parah. Ia pernah disiksa dengan api oleh tuannya saat diketahuinya memeluk Islam. Siksaan itu tidak lain agar Khabbab tidak mempercayai kerasulan Nabi Muhammad. Pada kesempatan lain, Khabbab yang sebelum Islam pernah bekerja sebagai pandai besi, menagih utang pada Al-‘Ash bin Wa’il as-Suhami. Malang, As-Suhami menolak membayar utangnya. As-Suhami mengatakan, “Aku tidak akan membayar utangku kepadamu sebelum kamu mengingkari (kenabian) Muhammad.” Dengan tegas Khabbab menjawab, “Aku tidak akan mengingkari kenabian Muhammad sampai ALLAH mematikanmu dan membangkitkanmu lagi.”
Khabbab lebih memilih utangnya tidak dibayar daripada harus mengingkari kenabian Muhammad SAW yang sudah ia yakini. Akan tetapi, ketabahan Khabbab rupanya sedikit tergoda ketika tekanan orang-orang musyrikin semakin bertambah berat. Ia mendatangi Rasulullah SAW yang sedang berteduh di bawah Ka’bah dan meminta beliau bermohon agar ALLAH SWT segera menurunkan kemenangan kepada umat Islam.
“Mohonlah segera pertolongan ALLAH untuk kita, berdoalah kepada ALLAH untuk kami, ya Rasulullah!” Demikian permohonannya kepada Rasulullah SAW. Sebenarnya tidak ada yang salah dalam permintaan Khabbab itu. Sebuah permohonan yang datang dari hati yang telah lama lelah menahan siksa. Permohonan dari hati yang berharap kemenangan yang dijanjikan oleh ALLAH. Tetapi Rasulullah SAW menanggapi permintaan Khabbab itu dengan muka merah.
Beliau duduk dari pembaringannya dan bersabda, “Orang sebelum kamu dulu ada yang sudah digalikan tanah untuk dikubur, lalu di kepalanya diletakkan gergaji untuk memenggalnya tetapi hal itu tidak menghalanginya tetap teguh pada agamanya. Ada juga yang disisir dengan sisir besi hingga dagingnya terpisah dari tulangnya, tetapi hal itu tidak membuatnya goyah dari agamanya. Demi ALLAH, ALLAH pasti akan menyempurnakan agama ini hingga seseorang berjalan dari Sa’naa ke Hadramaut tidak merasa takut kecuali kepada ALLAH, tidak pula merasa khawatir atas kambing-kambingnya dari serangan serigala. Tetapi kalian tergesa-gesa.” (HR. Bukhari).
Dalam perjuangan dakwah menegakkan agama, kita terkadang bersikap kurang sabar dan ingin cepat menang, ingin cepat berhasil. Padahal, Nabi Musa AS dan kaumnya baru berhasil mengalahkan Firaun setelah puluhan tahun mengalami penyiksaan dan penderitaan. Nabi Yusuf AS baru berhasil menjadi penguasa Mesir setelah terlebih dahulu mengalami fitnah dan bahkan dipenjara. Sahabat-sahabat Nabi SAW baru berhasil menegakkan ajaran setelah harus melalui dua kali pengungsian ke Habasyah, berkali-kali terlibat perang, dan berbagai bentuk penderitaan lainnya.
Kita tidak dituntut menang, tetapi dituntut terus berjuang. Bahkan, Nabi Muhammad mendapat pesan dari ALLAH, “Jika mereka berpaling, (ingatlah) Kami tidak mengutus engkau sebagai pengawas bagi mereka. Kewajibanmu tidak lain hanyalah menyampaikan (risalah).” (QS. 42: 48). Kemenangan justru terletak pada keteguhan kita memegang erat tali ALLAH SWT.
Sumber: republika.co.id