Bumi yang kita huni ini adalah tempat kita hidup, bertempat tinggal, beraktivitas, dan menjalankan fase-fase kehidupan manusia mulai dari lahir hingga mati –tentunya-. Bumi ini adalah anugerah dari sang Pencipta. Manusia tidak perlu repot membuat dan merancang taman dan ruang kehidupan. Sebelum kita lahir, bumi telah ada dan tersedia untuk kita, kita hanya tinggal menempatinya saja dan menikmati segala fasilitas yang ada di dalamnya. Mulai fasilitas airnya yang sangat kita butuhkan, tumbuh-tumbuhan, udara yang kita butuhkan untuk pernafasan, serta buah-buahan dengan beragam rupa, warna dan rasa sebagai sumber makanan kita, disamping itu masih ada berbagai macam bahan tambang yang tersebar di daratan, lautan maupun di bawah permukaan bumi, tentunya sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia. Masih banyak lagi fasilitas yang tersedia yang tidak dapat (mustahil) disebutkan satu persatu.
Sebagai manusia yang beradab, sejatinya jika diberikan sesuatu oleh seseorang, tentu kita wajib berterimakasih kepada orang yang memberi, terlebih pemberian itu tidak dikenakan biaya sama sekali, bahkan diperkenankan untuk menikmatinya dengan seksama. ALLAH menganugerahi manusia berupa Bumi beserta isinya untuk dinikmati, kewajiban manusia hanya bersyukur dan menjaganya dengan penuh amanah. Disamping untuk ditempati sebagai lahan ibadah, manusia juga harus selalu menjaga, merawat dan melestarikan keindahan alamnya.
Kita diperbolehkan untuk mengolah dan mengeksplorasi bumi ini untuk sebesar-besarnya, lebih-lebih teruntuk kepentingan manusia, namun dalam mengolah dan mengeksplorasi bumi tidak diperkenankan dengan cara berlebihan. Harus seimbang, sebagaimana ALLAH telah menyeimbangkan semua ekosistem di muka Bumi ini. Karena jika sedikit saja berlebihan, maka bukan kemakmuran yang akan diraih, tetapi kerusakan dan huru-hara yang akan terjadi.
Jauh sebelum penciptaan Adam AS., para Malaikat ‘sempat protes’ kepada ALLAH SWT mengenai penduduk Bumi yang akan ditinggali oleh manusia. Para Malaikat khawatir mereka hanya akan membuat rusuh dan merusak Bumi, tetapi ALLAH menjawab ‘Aku lebih tahu dari apa yang kalian tidak ketahui’. Sehingga dengan anugerahnya ALLAH menciptakan skenario besar dalam kehidupan manusia hingga akhir zaman. Kendati benar bahwa dalam diri manusia terdapat sifat ‘perusak’, tetapi ALLAH membuat koridor yang teramat indah dalam ‘sentuhan’-NYA di Muka Bumi ini.
Sadar bahwa manusia memiliki sifat destruktif, maka pengelolaan emosi dalam bermuamalah bersama alam harus selalu memainkan hati, seperti halnya kita sedang ‘bercengkrama’ dengan manusia. Antara nalar dan hati senantiasa dipakai untuk berdialog dengan alam, Bumi yang kita pijaki selama hayat dikandung badan.
Menjaga Bumi, sama halnya seperti menjaga kehidupan kita sendiri, kehidupan anak dan cucu kita. Keturunan dan semua makhluk yang bernyawa lainnya, karena Bumi lah tempat mereka hidup. Hari Bumi boleh lah kita jadikan momentum untuk kembali sadar bahwa kita (manusia) hanya ‘menumpang’ hidup didalamnya, tidak lantas selepas momentum itu, maka kembali sifat destruktif kita muncul dan bertaring.