Entah mengapa setiap kami berada disampingnya, atau berhadapan langsung dengannya, selalu saja ada celah ide yang merasuki pikiran dengan skala yang tidak menentu. Seolah ingin meloncat dari alam pikir, ide itu terus bergelayut ingin segera masuk pada ranah realitas. Yah, apalagi jika bukan karya, karya dan karya. Sudah lama rasanya, kami menyiakan kesempatan untuk membangun ide-ide yang terlintas dari alam pikirnya. Entahlah, apakah kami segan untuk memulai, atau memang ada perbedaan jauh dari pola pikirnya dengan kami, namun –setidaknya- untuk mengikuti langkahnya, kami hanya harus berbekal rasa needed, that its. Karena dengan modal needed saja, segala sesuatunya akan berkembang melalui pembenahan mental yang kerap kami rasakan. Begitulah sekilas gambaran yang ada dalam benak pimpinan kami, selalu berpikir cepat, how, what next, what solution dan hal-hal strategis lainnya dalam berinovasi. Kita sangat menyadari, semakin cepat tuntutan zaman untuk berubah, semakin sering kita mendengar kata “Inovasi”, nampaknya para ahli dan konsultan manajemen modern sekalipun, secara tertulis atau yang sering tampil di media sulit menghindar dari kata inovasi. Kata itu kini telah menjadi kata kunci bagi suatu organisasi besar atau kecil untuk melakukan perubahan.
Jika boleh saya memberikan penilaian, bahwa orang yang inovatif akan lebih lentur dan mudah bergerak menyesuaikan diri dalam beradaptasi ketimbang orang yang berpikiran flat dan cenderung kolot. Ada yang menarik dari ungkapan Darwin (terlepas dari kontroversinya tentang teori evolusi), menurutnya, bahwa yang mampu bertahan hidup bukanlah yang terkuat. Tetapi yang mudah dan mampu beradaptasi. Mengapa misalnya, makhluk super besar dan kuat seperti Dinosaurus harus lebih duluan lenyap dari muka bumi ketimbang semut yang begitu kecil dan jauh lebih lemah (?) itu hanya karena dinosaurus kurang lentur bergerak, mudah menjadi sasaran ‘tembak’, sulit beradaptasi dengan lingkungan yang lebih terasa ‘sempit’. Sebaliknya semut lebih leluasa bermanuver, mudah beradaptasi dan ‘sembunyi’ dalam lingkungan yang terasa ‘luas’.
Bersahabat dengan inovasi, rasanya kita harus menjadi subjek yang berani mengubah persepsi terhadap diri dan lingkungan. Karena yang saya lihat dari “Cordova” yang berani memulai menjadi subjek perubahan dengan mengubah mindsetnya dari paradigma lama ke paradigma baru. Mindset ini tidak pasti keberadaannya dimana, apakah ada dalam pikiran kita, ataukah mendekam di dalam hati. tapi bagi sebagian orang, percaya bahwa mindset merupakan gabungan antara produk pikir dan hati. jika saya melihat, ternyata orang yang mampu berinovasi, selalu memiliki mindset yang berani mengajak untuk selalu berubah. Artinya, ia selalu mengubah mindset lamanya yang tidak memiliki elemen-elemen inovatif dalam dirinya ke arah yang berbeda 180 derajat. Bisakah (?) jawabnya, tergantung.
Yah, tergantung kita mau atau tidak. Kita punya rasa needed atau tidak!