Simbol ‘bulan bintang’ yang kerap terdapat pada menara masjid, selalu menjadi pertanyaan di antara kita. Bagaimana asal-muasalnya dan apakah itu sebagai simbol yang sudah ada sejak zaman Rasulullah SAW. Sehingga menjadi sebuah kelajiman di setiap menara-menara masjid atau simbol-simbol keislaman. Baiklah, kita runut bagaimana simbol ‘Bulan Bintang’ itu menjadi syiar Islam hingga kini dan seterusnya. Seperti halnya Kristen memiliki simbol salib, Yahudi mempunyai bintang Daud, dan Islam identik dengan bulan sabit dan bintang berdimensi lima. Rasanya tidak afdhol jika di puncak kubah atau menara masjid tidak ada bulan bintang. Tidak akan ada yang membantah bahwa keduanya diasosiasikan sebagai simbol Islam. Penggunaan simbol bulan bintang berhubungan dengan kekaisaran Ottoman di Turki, atau lebih dikenal dengan Turki Usmani. Dinasti Usman menjadi penguasa Islam dalam 36 generasi, lebih dari enam abad (1299-1922). Usman atau dikenal sebagai Usman I tak ada hubungannya dengan Khalifah Usman bin Affan RA. Usman adalah pendiri kekaisaran ini. Ayahnya, Urtugul, seorang kepala suku dan penguasa lokal, semacam demang di jawa. Sebagai suku yang berkelanan dari Asia Tengah selama berabad-abad, oleh kesultanan Saljuk di Anatolia ia diberi wilayah di perbatasan dengan Byzantium. Seiring melemahnya kesultanan Saljuk, Usman menyatakan kemerdekaan wilayahnya pada 1299.
Penggunanaan simbol bulan bintang terjadi setelah Sultan Mehmet (Muhammad) II, sultan ke-7, menaklukkan konstatinopel pada 1453, ibukota Romawi Timur atau lebih dikenal dengan kekaisaran Bizantium. Negara super power saat itu yang menetapkan Kristen sebagai agama resmi Negara. Lambang kota itu adalah bulan dan bintang. Mehmet II mengadopsi simbol Konstatinopel menjadi bendera Ottoman. Nama Konstatinopel pun diganti dengan Istanbul.
Sebelumnya bendera Ottoman hanya segitiga sama kaki yang rebah, yang garis sisi kedua kakinya melengkung. Benderanya berwarna merah. Setelah penaklukan konstatinopel, di tengah bendera itu ditambahi bulan dan bintang berwarna putih. Pada 1844. bentuk bendera Ottoman berubah segiempat. Bendera ini mengalami modifikasi lagi pada 1922, yang kemudian ditetapkan dalam konstitusi pada 1936, setelah Ottoman jatuh, menjadi bendera seperti sekarang ini yang dipakai oleh turki modern. Bintang dan bulan sabitnya menjadi lebih langsing. Sebelumnya tampak lebih gemuk namun warna dasarnya tetap merah, serta gambar bulan bintangnya tetap putih.
Catatan lain menyebutkan bahwa kedua simbol itu telah dipakai bangsa Turki Kuno. Hal ini dibuktikan oleh penemuan artefak yang menggambarkan bulan bintang. Bahkan disebutkan bahwa simbol itu juga digunakan di Sumeria. Simbol itu kemudia diserap bangsa Turki ketika mereka melewati lembah itu dalam perjalanannya dari Asia Tengah – wilayah yang diduga sebagai asal-usul bangsa Turki – menuju Anatolia.
Lalu, apakah simbol Islam yang asli (?) Rasulullah Muhammad SAW maupun Khulafaur Rasyidin (632-661) tak pernah membuat ketetapan soal itu. Al-Qur’an pun tak pernah membicarakan soal tersebut. Bukti-bukti sejarah menunjukkan bahwa di zaman Rasulullah hanya ada bendera panji-panji perang yang sangat sederhana dengan satu warna: hitam, putih, atau hijau. Di ‘Negara Madinah’ di zaman para Khalifah memiliki simbol berupa bendera persegi empat berwara hitam.
Bendera segi empat warna hitam juga digunakan Dinasti Umayah di Damaskus (660-750) dan di Kordoba (929-1010), dan Dinasti Abbasiyah di Baghdad (750-1258) maupun di Kairo (1261-1517). Hanya Dinasti Fatimiyah di Kairo (909-1171) yang menggunakan bendera warna hijau.
Lalu, timbulah pertanyaan, apakah penggunaan simbol itu harus dihentikan karena bukan lahir dari tradisi Islam (?) Ternyata, hasil polling sebuah situs Islam terkenal menyatakan , bahwa 39% tetap ingin menggunakan simbol tersebut. Jauh meninggalkan urutan kedua dan ketiganya: kaligrafi (18%), dan Ka’bah (15%).
Selain itu, seperti kata cendikiawan muslim Prof. Dr. Azyumardi Azra, dalam tradisi Islam simbol simbol bulan bintang memang sangat dominan begitu pula di bidang astronomi Islam. Dalam kalender Hijriyah bulan dijadikan dasar perhitungan astronomis. Sehingga bulan sebagai simbol, bukan matahari. Hal-hal yang bersifat ibadah seperti shalat, penentuan awal puasa, maupun lebaran juga menggunakan bulan sebagai patokannya. Karena itu tahun Islam sebagai tahun Qomariyah, yang artinya bulan. Bukan Syamsiyah (matahari).
Sedangkan teori yang menyebutkan bahwa simbol bulan bintang lahir dari Yunani dan Romawi hanya spekulasi saja. Berbeda dengan tradisi Islam yang sangat kuat dengan bulan. Apalagi simbol bulan bintang sudah diterima secara universal.
(Dari Berbagai Sumber)