Arafah sebuah makna kata yang teramat indah. Arafah juga suatu tempat yang paling dirindu umat muslim dibelahan bumi. Pesonanya tak terbendung oleh pelukan bukit yang melingkar, tak tertahan oleh jarak yang membentang, sinar keindahannya menyeruak menelusuri jutaan hati manusia. Mengusik khusyuk raga yang tak berdaya, menggerakkan ratusan juta bibir tuk bergetar saat hari itu tiba. Takbir, Tahmid, Tasbih, Tahlil dan kalimat cinta lainnya bergemuruh memutar, melingkar dan menembus tujuh langit serta jutaan benda langit hingga menggetarkan Arsy Rabbul Izzati. Jutaan miliyar malaikat merengkuh, mendamba dan mendoa hamba-hamba suci di Arafah. Berdoa tuk mengguliti dosa yang menggunung. Mensucikan noda yang bersimbuh, dan memuliakan manusia dari kehinaannya. Arafah… tempat manusia mengenal jati dirinya, ruang manusia mengenal Rabbi-nya, dan kala manusia sadar akan kehinaannya. Bukan hanya jiwa manusia yang wukuf saat Arafah, bukan hanya bibir manusia pula yang bergetar bersenandung doa dan cinta, gunung-gunung batu menirukan tasbih, pasir dan pepohonan meringkih syahdu dibawah langit biru tuk bertahmid, dan jutaan makhluk lainnya yang bersama wirid atas ke-agungan-Nya.
Di Arafah, setiap orang berpotensi mengenggam kunci surga. Karena banyak cara mendapatkan kunci kebahagian itu, terlebih bagi mereka yang merasakan bagaimana gugurnya semua dosa saat di Arafah. Jalan menuju surga telah dihadapannya, akankah mampu digenggam selamanya, atau dibiarkan berkarat begitu saja, hingga sulit tuk membuka pintu surga yang telah di pelupuk mata. Semua terletak pada kesungguhan manusia dalam meraihnya. Surga bukan milik penguasa, surge tidak dipatenkan hanya untuk orang kaya, juga bukan persembahan untuk mereka yang menderita karena miskin harta. Surga milik Sang Maha Kuasa yang diberikan khusus pada semua makhluk atas rahmat-Nya. Semua manusia berpeluang mendapatkan surga, tetapi tidak semua manusia meraih kebahagian surga. Hanya manusia yang kosong dari rasa angkuh lah yang berpotensi hidup dalam keabadian surga. Seperti Iblis yang terusir dari surga, karena angkuh merasa lebih mulia dari manusia.
Semua dosa kan terampuni di Arafah. Hanya satu dosa yang sulit lebur oleh kemulian Arafah, dosa yang –mungkin- hanya sebuah rasa biasa akan kehinaan manusia yang serba ‘tak enak’ jika diberikan kenikmatan yang luar-biasa. Namun karena hal demikian lah, ternyata kesakralan Arafah tiada terbekas, alias gugur dan malah berbalik menjadi dosa yang teramat besar di sisi Allah. Apakah itu, dialah RASA RAGU akan ampunan ALLAH yang kan diraih. Bertanya pada batinnya, “Apakah dosa ku diampuni Gusti Allah” adalah sebuah keraguan jiwa akan kebesaran ALLAH dan Ke-Maha Pengampunannya ALLAH SWT.
So’ The Day of Arafah adalah suatu hari yang tak pernah ada menyamai keindahan dan kesakralannya. Hari Agung umat manusia di muka bumi, karena di sana jua lah gambaran manusia kan terbentang laiknya Masyhar tempat persaksian abadi.