“Setiap habis Ramadhan, hamba cemas kalau tak sampai, umur hamba di tahun depan, berilah hamba kesempatan. Setiap habis Ramadhan, rindu hamba tak pernah menghilang, mohon tambah umur setahun lagi, berilah hamba kesempatan…”
Penggalan bait puisi Taufik Ismail yang di populerkan Bimbo ini benar-benar sangat menggugah. Rasa yang terbangun setelah membaca dan mendengar lagu ini begitu menyeruak dalam jiwa. Hingga akhirnya kita tersadar, bahwa kita sudah melewati suatu moment yang teramat agung. Suatu waktu yang baru disesali ketika telah beranjak pergi, suatu peluang yang terkadang hanya dibiarkan melaju tanpa makna. Yah, Ramadhan hanya menyisakkan para hamba yang diterpa hamparan uji sebulan penuh. Akankah terwujud insan muttakin, atau hanya terlahir kembali menjadi manusia biasa –yang- tak pernah ubah usai ramadhan. Semoga puluhan kali ramadhan menyapa hidup, puluhan kali bahkan lipatan juga kebaikan yang merubah sikap takwa kita.
Setiap habis ramadhan, ada dua rasa yang berkembang dalam nurani setiap mukmin. Pertama adalah rasa bahagia karena berjumpa dengan hari kemenangan. Kedua, ada rasa yang menyelinap dari bagian jiwa yang terasa perih karena harus ditinggal sang bulan yang teramat mulia. Meski cemas akan nasib hidup di ramadhan nanti, tetapi guru kami mengajarkan tuk selalu khusnudzan kan hari esok. Semoga saja, keberkahan hidup mempertemukan kembali jasad dan ruh ini dengan ramadhan tahun depan.
Terkadang –tanpa- disadari sehabis ramadhan, kita teramat riang tuk menyambut hari yang fitri. Namun sesungguhnya madrasah ramadhan mengajarkan kita nilai-nilai yang harus teraplikasi justru pasca ramadhan. Sebelas bulan inilah yang menjadi potret, apakah nilai shaum kita –dan bahkan- lailatul qadar yang –mungkin- hinggap dalam diri kita menjadi tumpuan kembalinya diri ini pada kefitrian manusia.
Jilid baru dalam menyegarkan tindak keshalihan kita telah ter-charge, semangat baru tuk me-revisi segala keshalihan massif menjadi tantangan setiap orang yang berpuasa. Ramadhan mengingatkan kita, bahwa kestabilan amal shalih terlihat dalam hari-hari ke depan. Semoga rasa cemas akan kembali atau tidaknya menghirup udara ramadhan tahun depan, menjadi wasilah pada nilai kehidupan kita di bulan-bulan yang justru penuh dengan tantangan.
Bismillah, Laa haula walaa quwwata illa Billah, selamat menghirup udara kemenangan tanpa mengenang amal shaleh yang telah terjejaki.